Bahwa Sex dan Finansial itu Serupa



Saya sudah beberapa purnama nggak ngepost dan tahu-tahu nulis judul yang seolah ada unsur 18+ nya heuheu...

Beberapa waktu yang lalu Jakarta diramaikan oleh banyak demo soal UU KPK, UU P-KS, RKUHP, dan lain sebagainya. Salah satu yang dikritisi oleh aktivis dan masyarakat adalah bahwa jika kemarin DPR yang ramashok itu tidak dihentikan maka di masa yang akan datang orang yang memberikan sex education bisa dipidana.

Saya mau menulis pandangan soal sex education dan gap yang ada di Indonesia saat ini yang membuat urusannya menjadi rumit.

Sebagai negara mayoritas muslim, seks (dalam hal ini hubungan suami istri) adalah hal yang tidak mendapat tempat strategis di dalam masyarakat, wajar. Perintah menjauhi zina menjadikan kata 'seks' punya kesan kotor, dosa, memalukan, dan tidak untuk dibahas di publik. Orang sering menyederhanakannya dengan menyebutnya 'tabu'. Lagi-lagi dipersingkat karena orang tidak ingin bicara panjang soal seks.

Hukum hubungan suami istri atau seks ini menarik. Berbeda dengan makan daging anjing atau babi misalnya yang sampai kapanpun akan bernilai haram (kecuali darurat, tidak berlebihan). Hubungan suami istri bisa berubah dari yang tadinya haram dan berdosa menjadi berganjaran pahala setelah diucapkannya ijab qobul. (nb. hubungan dengan pasangan sah tentu saja)

Tidak banyak lho perilaku yang bisa berubah hukumnya dari haram jadi berpahala. Kembali ke daging anjing tadi pun hanya berubah dari haram menjadi boleh, itupun syarat dan ketentuan berlaku. But, sex do.

Sangat benar bahwa sejak kecil anak-anak harus sudah diajarkan untuk tidak mendekati zina. Saya pun dulu diajarkan begitu dan alhamdulillah tertanam sampai sekarang. Tapi pengajaran yang tidak menyeluruh bisa meninggalkan residu yang tidak diinginkan. Alih-alih menghindari, banyak orang justru anti. Pada ekstremum yang lain, yang tidak menghindari malah menganggapnya remeh, justru menyepelekan hukum yang ada.

Dulu larangan soal zina disampaikan beriringan dengan larangan meminum minuman beralkohol. Tanpa dijelaskan secara jelas bahwa alkohol akan selalu haram sedangkan seks bisa jadi halal setelah begini begini begini. Bukan salah yang mengajarkan, tapi anak kecil memang belum mampu menerima konsep bahwa sesuatu bisa berubah terhadap waktu.

Hasilnya seperti yang saya katakan sebelumnya. Karena semua kata punya rasa, seks dekat dengan nuansa kotor dan dosa. Ini diperparah dengan cerita-cerita negatif di masyarakat soal kecelakaan yang membuat orang semakin menghindar dari diskusi dan ilmu soal seks. Sama menghindarnya dengan orang pada club yang menjual disko dan alkohol.

Akhirnya tanpa sadar tertanam di alam bawah sadar bahwa sex is bad. Nantinya kebutuhan biologis tidak bisa dihindari sehingga hubungan suami istri akan tetap terjadi setelah syarat-syaratnya terpenuhi. Tapi di ruang publik tetap banyak yang alergi untuk bicara soal ini. Padahal kurang terdidik bisa berakibat fatal.

Berdiskusi dengan orang yang lebih senior plus baca-baca di beberapa forum, menurut orang yang sudah menikah, seks adalah suatu hal yang penting. Stabilitas hubungan itu bahkan bisa dibilang sama pentingnya dengan stabilitas finansial. Dan di sisi lain, finansial juga susah dijelaskan -_-

Poin yang mau saya sampaikan ada dua:
1. Ayok kita bedakan antara menghindari dan membenci, seks jangan dibenci karena itu akan menjadi kebutuhan dan halal.
2. Perasaan tabu iya wajar, tapi ayok kesampingkan sejenak jika memang ada informasi yang penting untuk disampaikan.

Salam,
Chandra