Posting Jangan Sering-Sering


Beberapa minggu yang lalu saya dan istri jalan-jalan ke Jakarta. Sudah jadi rutinitas setidaknya satu hari di akhir pekan kami keluar rumah. Waktu itu kami janjian dengan seorang kerabat untuk ketemu di daerah Sudirman. 

Kami janjian ketemu pas makan siang di foodcourt dekat stasiun Sudirman, disana ada mie ayam enak katanya. Karena kepagian dan merasa perlu ke toilet saya putuskan untuk mampir di kantor dulu di daerah Mega Kuningan. Ini adalah kali pertama istri saya menginjakkan kaki di tempat itu. 

Reaksi pertamanya persis dengan ketika saya onboarding dulu, wah wah wah mulu, khas anak daerah yang pertama kali masuk gedung perkantoran di ibukota. Ada mungkin 30 menitan dia asik foto-foto, beberapa ada yang dipost di instagramnya. Sementara itu satpam tampak mengawasi karena penampilan kami tidak seperti orang mau ngantor, nggak bawa tas, nggak bawa nametag, hanya modal bilang kantor saya di lantai berapa.



Akhirnya istri saya tanya, kamu kok nggak pernah update soal kantormu?

Saya ceritakanlah bawa saya seperti punya janji pada diri sendiri bahwa saya akan membatasi mengekspos pekerjaan saya kepada audience luas. Selain karena beberapa hal memang lebih baik dirahasiakan, back to 2018 saya punya pengalaman yang agak berkesan.

Oktober 2018 kantor tempat saya bekerja pertama kali tutup dan semua pegawainya dirumahkan. Saya tiba-tiba menjadi jobless yang masih ngekos. Awalnya nggak masalah karena kosan saya masih jalan dan sudah dibayar tahunan serta saya punya tabungan. Tapi tabungan yang nggak seberapa itu akhirnya habis juga karena saat bekerja saya terlanjur mengeset gaya hidup saya lebih tinggi daripada ketika masih mahasiswa.

Beban sebagai alumni so called kampus favorit yang menganggur cukup berat. Peluang pekerjaan di bidang penerbangan terbatas, skill coding juga belum mumpuni untuk melamar sebagai software engineer profesional. Alhamdulillah saya akhirnya tertolong karena ada kesempatan menjadi asisten riset di kampus.

Meski begitu rasa menjadi orang yang gagal tetap ada karena pekerjaan asisten riset ini seperti bukan full job. Sementara ig story dipenuhi update-an teman-teman soal pekerjaan barunya, saya masih bingung mau ngapain. Saya uninstall instagram dan untuk pertama kalinya mengerti bahwa mental health itu sesuatu.

Saya coba memikirkan kesalahan-kesalahan yang saya lakukan di masa lalu. Hingga akhirnya saya sadar bahwa selama ini ketika masih bekerja sangat mungkin saya menyakiti banyak orang dengan apa-apa yang saya posting di media sosial.

Karena bantuan orang dalam, setelah lulus saya langsung bekerja di sebuah perusahaan IT di Bandung. Lokasinya premium di kawasan Lembang dekat villa-villa. Pemandangannya hijau semua plus bisa lihat kota Bandung dari atas, lokasi 10/10. Kantornya start-up sekali, saya dapat gear dengan spek yang tinggi. Kantor itu punya gym, meja pingpong, lapangan panahan, mess, kamar mandi air panas, shuttle dari bandung kota, internet kenceng, komputer boleh buat ngegame, makan siang dan sore gratis, dll. Pokok'e perfect untuk pekerjaan pertama.

Tidak bisa tidak saya sering mempostingnya di media sosial, ketika banyak diantara audience saya yang belum bekerja atau belum selesai TA. Saat itu saya merasa biasa saja, penyesalannya terjadi ketika akhirnya saya tidak bekerja disana lagi.

Sejak saat itu saya membuat komitmen untuk sangat membatasi postingan berbau pekerjaan. Alhamdulillah saya masih bisa menjaga komitmen itu sampai saat ini. Beberapa orang tahu saya bekerja dimana tapi tidak tahu detail tempat kerjanya seperti apa atau apa yang saya lakukan sehari-hari. 

Saya masih posting soal makan richeese, nongkrong di dunkin, pulang kampung, atau jalan ke luar kota, tapi hanya satu dua kali posting tentang meja kerja. Beberapa momen chat lucu juga saya screenshot dan unggah di twitter. Tapi kayanya chat dari coworker belum pernah ada yang saya post. Selain jarang lucu juga ngapain orang lain harus tahu?

Btw soal mie ayam tadi, namanya Mie Keriting Luwes, ancer-ancernya foodcourt dekat pintu tengah stasiun KRL Sudirman. Harganya 25k dan porsinya guedhe. Masih belum seperti mie ayam manis yang saya inginkan tapi ini OK.


Salam,

Chandra


Double Slit Experiment: Bukan Praktikum Fisika Biasa


Tulisan ini bukan rujukan ilmiah ya, saya cuma mau berbagi pikiran..

Sebagian dari kita pasti punya pengalaman melakukan praktikum percobaan celah ganda (double slit experiment) waktu sekolah. Itu salah satu praktikum saya di SMA dulu, mungkin ada juga yang sudah mendapatkannya di jenjang SMP. Seminimal-minimalnya pasti pernah dapat soal seperti ini kan?

Percobaan ini dilakukan untuk membuktikan bahwa cahaya punya sifat gelombang. Rather than ditembakkan sebagai bola-bola partikel yang melesat melewati lubang, cahaya merambat seperti ombak. Rambatan itu akan diteruskan melalui dua lubang, kemudian ada bagian yang saling menguatkan menjadi terang dan saling melemahkan menjadi gelap. Jadilah pola gelap terang tertangkap di layar. 


Fakta ini menjadi menarik karena mematahkan hipotesis bahwa cahaya akan melewati salah satu lubang kanan atau kiri. Ternyata partikel cahaya bisa melewati dua-duanya simultaneously. Menurut eksperimen, partikel memang miliki sifat seperti ini, biasa disebut superposisi. Partikel bisa berada pada dua posisi dan dua kondisi yang berbeda pada waktu yang bersamaan. 

Ini seperti meme piring Schrodinger saja, coba rasakan gambar berikut. Piringnya berada pada kondisi broken sekaligus not broken...


Kembali ke masalah celah ganda, fakta yang lebih mencengangkan adalah ketika peneliti memutuskan bergerak satu langkah lebih jauh. Bagaimana kalau sebuah detektor dipasang untuk mengetahui secara pasti cahaya lewat lubang kanan atau kiri. Secara mengejutkan, sifat ketidakpastian dimana cahaya merambat seperti gelombang hilang, sekarang cahaya bisa diketahui lewat kanan atau kiri, dan bayangan di layar berubah menjadi dua titik terang bukan lagi pola gelap terang.


Anehnya, jika detektor dimatikan, pola gelap terang akan kembali terbentuk. Perubahan output antara gelap terang dan dua titik terang ini seolah sangat bergantung pada ada tidaknya aktivitas deteksi. Ini seperti sebuah kelas yang ribut lalu guru killer masuk dan seketika diam, kemudian ketika gurunya keluar kelas itu ribut lagi.

Detektor ini mau dipasang di depan atau belakang lubang hasilnya tetap sama: jika ada observer, sifat partikel menjadi definitif/jelas. Definitif disini maksudnya jelas posisinya dimana dan kondisinya seperti apa.

Yang menjadi perdebatan adalah bagaimana pengukuran menggunakan detektor ini bisa menghilangkan sifat ketidakpastian partikel? Kemudian mana yang berperan menyebabkan perubahan ini, apakah alat detektornya, program interpreternya, atau manusia penelitinya?

Ada beberapa pendapat soal ini. Salah satunya adalah bahwa kesadaran (consiousness) menusia peneliti lah yang mengeliminasi sifat ketidakpastian partikel. Kesadaran inilah yang membuat sesuatu terdeteksi dan terkuantifikasi tepat saat observasi atau pengukuran dilakukan.

Untuk mempermudah, bayangkan guru killer dan kelas ribut tadi. Guru killer adalah observer, murid-murid yang ribut di kelas adalah sifat uncertainty partikel. Keributan (uncertainty) berlangsung selama guru tidak melihat dan tiba-tiba hilang/hening ketika sang guru muncul di depan pintu.

Sekarang, alam semestika ini kan sudah mawujud. Mulai partikel terkecil hingga planet dan galaksi sudah terbentuk. Kalau begitu pasti ada Zat yang lebih besar dari ini semua, yang menciptakan dan mengatur, sebagai observernya kan?

Yoshie Shiratori


Yoshie Shiratori lahir di Aomori, Jepang pada 31 Juli 1907. Pria ini terkenal karena sepak terjangnya empat kali meloloskan diri dari penjara di Jepang. Ceritanya dimulai ketika ia ditangkap dengan tuduhan melakukan pembunuhan yang sebenarnya tidak ia lakukan. Proses persidangan tengah berjalan dan hukuman maksimal yang menanti adalah hukuman mati.

Shiratori menjalani masa tahanan di penjara Aomori, kota tempat dia tinggal. Statusnya adalah kriminal biasa dan ditempatkan di sel yang biasa pula. Tanpa petugas tahu, Shiratori yang tumbuh di lingkungan yang keras punya berbagai keterampilan, termasuk lock-picking alias skill membuka kunci dengan alat seadanya.

Bulan demi bulan berjalan, Shiratori memperhatikan rutinitas para penjaga. Dia menyimpulkan patroli penjaga akan lewat di depan selnya setiap 15 menit sekali. Jendela waktu yang cukup sempit untuk melarikan diri. Kalaupun dia bisa membuka beberapa kunci, dia masih akan berada pada search perimeter yang membuatnya dengan mudah tertangkap kembali.

Shiratori tidak kekurangan akal, dia menumpuk perkakas dan papan kayu di atas tempat tidurnya lalu menutupkan selimut di atasnya. Itu adalah usaha terbaik yang bisa dia lakukan untuk membeli waktu. Memanfaatkan kawat bekas yang dia peroleh dari ruang mandi, dia akan keluar dengan skill lock-pickingnya, sambil berharap penjaga yang lewat di depan selnya tidak sadar bahwa dia telah menghilang.

Usahanya berhasil, penjaga tidak menyadari bahwa yang ada di atas tempat tidur adalah tumbukan perkakas. Ketika keesokan harinya tipuan ini ketahuan, Shiratori telah jauh, statusnya berubah menjadi buronan.

Kabur dari penjara adalah satu hal, tapi bertahan hidup sebagai buronan adalah hal lain. Dia tidak mungkin kembali ke keluarganya karena yakin polisi pasti mengawasi. Untuk sementara dia harus bertahan hidup sendiri, tanpa bekal. Bagaimana caranya?

Tiga hari kemudian dia berusaha mencuri makanan dari sebuah rumah sakit. Sialnya dia tertangkap. Catatan keberhasilannya kabur dari penjara Aomori memperberat hukumannya, kini ia dijatuhi hukuman seumur hidup. Menyadari kemungkinannya untuk hidup bersama keluarga lagi semakin kecil, Shiratori tidak punya pilihan lain selain melarikan diri lagi.

Aparat hukum kini telah sadar bahwa Shiratori adalah orang yang berbahaya. Tidak seperti sebelumnya, kini dia ditahan di penjara Akita. Sepak terjangnya melarikan diri dari penjara membuat sipir-sipir di penjara Akita ingin memberinya pelajaran. Setiap hari Shiratori menerima perlakuan yang menyiksa fisik dan mental. Hanya satu orang penjaga, Kobayashi, yang menaruh iba pada Shiratori, dia tidak ikut melakukan kekerasan, hanya menjalankan tugas sesuai aturan pekerjaan. Bahkan kadang-kadang menengok ke sel untuk memastikan Shiratori baik-baik saja.

Dia ditempatkan di sel isolasi untuk mencegahnya melarikan diri. Selnya jauh lebih sempit dan tinggi daripada sewaktu di Aomori. Hanya ada satu lubang ventilasi dengan batang-batang besi dan tempatnya cukup tinggi. Nyaris mustahil untuk meraihnya apalagi dinding sel dilapisi lembaran tembaga halus yang membuatnya luar biasa sulit didaki.

Lebih dari itu, Shiratori selalu diborgol di dalam selnya. What can go wrong?

Turns out, Shiratori punya kemampuan memanjat a la cicak, jauh lebih tinggi daripada kemampuan normalnya manusia. Dengan menempelkan kedua telapak tangan dan kakinya, dia bisa menggapai ventilasi yang tinggi tadi. Dia tahu bahwa meskipun penutupnya terbuat dari batang besi, frame-nya hanya kayu. 

Setiap malam ketika penjaga tidak melihat, dia akan memanjat sampai ke ventilasi lalu menggoyang-goyangkan rangka kayu hingga lama kelamaan mengendur. Waktu demi waktu berjalan dan akhirnya penutup ventilasi berhasil dia lepaskan. Kini tinggal menunggu waktu terbaik untuk lompat keluar dan lari. 

Bagaimana dengan borgolnya? Sesungguhnyalah borgol tidak mempan baginya karena dengan mudah ia dapat membuka dan memasangnya kembali setelah selesai menggoyang ventilasi. Ketika hari yang diyakini tiba, dia akhirnya melepas borgol dengan menghentakkan tangannya hingga rantainya putus (ya, dia juga punya kekuatan otot luar biasa), memanjat ke ventilasi, lalu melarikan diri.

Hari itu cuaca sedang buruk sehingga penjaga lengah dan tidak mendegar suara-suara mencurigakan karena kalah dengan suara hujan. Ketika akhirnya mereka sadar sel Shiratori kosong, penghuninya telah jauh. Pelarian kedua berhasil, dan kali ini dia cukup pintar untuk tidak ketahuan mencuri lagi.

Tiga bulan berselang kejadian mengejutkan terjadi di kediaman Kobayashi, salah satu sipir penjara Akita. Di pagi yang damai pintu rumahnya diketuk. Ketika pintu dibuka terkejutlah dia karena yang ada di depannya adalah Shiratori, napi yang dua kali kabur dari penjara. Setelah keterkejutannya lewat, Kobayashi mempersilakannya masuk.

Shiratori bercerita bahwa dia tidak masalah dihukum, namun perlakuan semena-mena dari para penjaga membuatnya tak tahan. Dia kini ingin meminta pertolongan pada Kobayashi. Dia bersedia untuk kembali dipenjara asal diberi kesempatan menghadap ke Kemenkumham-nya Jepang. Dia ingin memprotes manajemen dan sistem penjara Jepang yang korup dan tidak manusiawi. Dia meminta Kobayashi sebagai satu-satunya penjaga yang bersikap baik padanya ,sekaligus petugas yang sudah cukup senior untuk menjadi perantara. 

Obrolan pun berlanjut ngalor ngidul. Ketika Shiratori mandi, Kobayashi menelepon polisi. Seketika itu pula Shiratori ditangkap di rumah Kobayashi. Dia bersumpah tidak akan pernah percaya aparat penegak hukum lagi.

Kali ini Shiratori dijebloskan ke penjara Abashiri di Hokkaido bagian utara, wilayah terdingin di Jepang. Tujuannya untuk memperkecil kemungkinan dia kabur lagi. Kalaupun berhasil keluar penjara, mustahil dia bisa survive di tengah pegunungan bersalju.

Selnya pun dibuat khusus dengan ventilasi yang diperkuat. Ukuran lubangnya dibuat lebih kecil daripada badan Shiratori. Borgol yang dipakai kini bukan lagi borgol rantai biasa, rantainya diganti dengan besi padat seberat 20 kg. Tidak ada lubang kunci untuk mencegah Shiratori melakukan lock-picking lagi. Semua dipelajari dari pelarian-pelarian sebelumnya. Perlakuan para penjaga? lebih buruk.

Musim dingin memperburuk keadaan Shiratori. Staminanya terbatas dan tidak mungkin melakukan pelarian. Jatah makanan miso soup-nya sengaja hanya diberikan setengah untuk memperlemah kondisi badannya. Shiratori hanya diijinkan mandi beberapa minggu sekali. Namun setelah semua itu, Shiratori berhasil bertahan hingga musim semi tiba.

Hingga suatu hari di bulan Agustus 1944, penjaga melakukan patroli rutin. Ketika tiba di depan sel Shiratori dia terbelalak. Alas tidur dan pakaian tahanan terlipat rapi. Borgol besi padat tergeletak di sampingnya. Shiratori sudah tidak ada di tempatnya.

Dengan level keamanan setinggi penjara Abashiri bagaimana Shiratori melarikan diri?

Ternyata selama ini setiap mendapat jatah makan miso soup, Shiratori selalu menyisakan sebagian kuahnya. Dengan semaksimal mungkin menggerakkan badannya dia berusaha menyiramkan kuah ini ke borgol dan penutup ventilasi. Dia berpikir kandungan garam dalam kuah itu akan membuat besi cepet berkarat. Dugaannya benar, setelah beberapa bulan borgol dan tutup ventilasi berhasil dilepaskannya. Ajaib.

Tapi masalah belum selesai, jika ukuran lubang lebih kecil dari badannya bagaimana dia bisa pergi? Terkuaklah superpower Shiratori berikutnya, dia sangat lentur dan bisa menggerakkan sendinya semau dia. Kemampuan ini membuatnya bisa masuk ke lubang yang lebih kecil dari badannya, asal masih lebih besar dari tengkoraknya.

Setelah keluar dari penjara Abashiri kini Shiratori harus berhadapan dengan situasi ekstrem pegunungan utara Jepang. Keengganannya untuk percaya pada orang asing membuatnya memutuskan untuk hidup menyendiri di pegunungan. Dia menemukan situs bekas pertambangan yang bisa digunakannya untuk tinggal. Dia menetap disana selama 2 tahun, hidup secara berburu dan meramu.

Setelah dua tahun akhirnya Shiratori berjalan ke desa terdekat untuk pertama kalinya. Dia takjub dengan perubahan yang terjadi. Jalanan dipenuhi tulisan-tulisan dalam bahasa Inggris, banyak orang kulit putih beraktivitas di berbagai tempat, dan tidak ada lagi propaganda perang Jepang. Dia berusaha mencari tahu apa yang terjadi dengan membaca koran bekas yang bisa didapatnya.

Ya, periode dua tahun antara 1944 hingga 1946 banyak peristiwa terjadi di Jepang. Bom Hiroshima dan Nagasaki meluluhlantakkan Jepang dan membuatnya menyerah pada sekutu. Amerika mengambil alih pemerintahan Jepang termasuk pengelolaan penjara. Wajar jika pencarian atas Shiratori tidak segencar sebelumnya. Perubahan ini mendorong Shiratori untuk meninggalkan Hokkaido. Dalam 50 hari dia berhasil mencapai Sapporo.

Saat tiba di Sapporo Shiratori memetik beberapa buah tomat dari sebuah kebun. Di luar dugaan sang pemilik kebun memergokinya dan mengiranya pencuri lokal yang selama ini dia cari. Terjadi perkelahian, malang nasib pemilik kebun perutnya tertusuk sekop, malang pula nasib Shiratori karena tertangkap lagi. Polisi tahu bahwa yang ditangkapnya adalah salah satu orang paling dicari di Jepang, bukan sekedar pencuri tomat.

Shiratori dijebloskan ke penjara untuk keempat kalinya, kali ini di penjara Sapporo. Selnya dibuat lebih hardcore lagi dengan bukaan ventilasi yang lebih kecil dari kepalanya, bukan hanya badannya. Enam orang petugas bersenjata ditugaskan khusus mengawasi Shiratori. Sang tahanan tampak depresi dan terus memandang ke langit-langit sel dengan tatapan kosong.

Hingga suatu hari, untuk keempat kalinya, Shiratori berhasil kabur lagi.

Shiratori kabur dengan memanfaatkan satu-satunya kelemahan selnya dan kelengahan penjaga. Tingkahnya selalu melihat ke atas bukanlah pertanda depresi, melainkan usahanya mengecoh penjaga agar mengira dia akan kabur lewat ventilasi atau atap lagi. Padahal dia sudah menemukan jalan yang lebih mudah, menggali. Mirip Shawsank Redemption, bedanya Shiratori menggali lantai, bukan dinding seperti Andy Dufresne. Kalau Dufresne menggunakan poster besar untuk menutupi lubang galian, Shiratori menggunakan alas tidurnya. 

Belum selesai, tapi sebentar lagi happy ending..

Setelah satu tahun mengembara sebagai homeless di Sapporo, suatu siang Shiratori beristirahat di sebuah bangku taman. Tiba-tiba seorang polisi yang sedang patroli duduk di sampingnya untuk merokok. Polisi itu tidak tahu bahwa yang di sampingnya adalah Shiratori. Shiratori berusaha tetap tenang sambil mencari cara untuk memisahkan diri tanpa mengundang kecurigaan.

Hingga sang polisi melakukan sesuatu yang tak terduga: mengeluarkan sebatang rokok dan menawarkannya pada Shiratori. Ia tertegun, untuk pertama kalinya setelah sekian lama akhirnya dia mendapat perlakuan penuh hormat, dari seorang polisi pula. Rokok adalah barang mewah di Jepang waktu itu, dan membaginya pada orang tak dikenal adalah bukti ketulusan tingkat tinggi. Shiratori telah bersumpah tidak akan percaya aparat lagi setelah dikhianati Kobayashi, tapi sebatang rokok itu meluluhkannya.

Dengan gejolak dalam hatinya, akhirnya dia mengakui namanya 'Yoshie Shiratori', dan bahwa dia kabur dari penjara Sapporo tahun sebelumnya. Shiratori sangat sadar akan konsekuensinya, dia ditangkap lagi.

Tapi kali ini berbeda, tampaknya sistem peradilan Jepang mulai berubah. Banyak pihak mulai menaruh iba pada Shitatori. Kasusnya di masa lampau ditinjau lagi. Masih ingat pembunuhan pemilik kebun? Kasus itu dicabut dengan pertimbangan Shiratori dalam posisi membela diri. Shiratori tetap dijatuhi hukuman 20 tahun, namun dia ditahan di penjara Fuchu di Tokyo yang beriklim hangat sesuai permintaannya.

Perlakuan penjaga kini jauh lebih baik pada Shiratori. Masih ada upaya-upaya untuk mencegah pelarian terjadi lagi. Namun bagi Shiratori itu tidak penting karena dia telah merasakan damai dan mendapatkan keadilan. Perjuangannya melawan sadisnya penjaga, jeruji penjara, iklim Jepang utara, hingga ancaman hukuman mati telah cukup baginya. Lagi pula dia sudah semakin menua, staminanya sudah melemah.

Shiratori menjalani hukuman dengan penuh tanggung jawab. Dari 20 tahun masa hukuman, dia bebas setelah 14 tahun karena berkelakuan baik. Shiratori menjadi napi teladan di penjara Fuchu. Kini dia telah secara resmi menjadi manusia bebas. Dia kembali ke Aomori untuk berkumpul dengan anak perempuannya, sayang istrinya sudah meninggal dunia. Aomori meninggal pada tahun 1979 karena serangan jantung pada usia 71.

Yoshie Shiratori menjadi legenda, antihero di Jepang. Kisahnya diangkat dalam novel dan manga. Dia dibuatkan replika di Abashiri Prison Museum sebagai pengingat. Bagaimanapun namanya tidak bisa dilepaskan dari revolusi sistem hukum dan HAM di Jepang.






Prospek Kerja Lulusan Teknik Penerbangan




Sebagai program studi yang agak langka di Indonesia, memulai karir sebagai lulusan teknik penerbangan itu gampang gampang susah. Saingan memang nggak banyak karena hanya beberapa perguruan tinggi yang punya S1 Teknik Penerbangan. Beberapa PTN punya bidang ini namun masih sebagai sub jurusan Teknik Mesin.

Meski saingan nggak banyak, tapi lowongan juga terbatas. Jarang ada pengumuman lowongan pekerjaan yang mencantumkan syarat lulusan Teknik Penerbangan, Teknik Dirgantara, atau Aeronotika dan Astronotika. Nama jurusannya memang asing, bahkan dulu ada lembaga pemerintah yang tidak tahu ada jurusan ini. Ketika ijazah teknik penerbangan mendaftar dianggap tidak memenuhi syarat administrasi, spesialisasi penerbangan dicarikan dari teknik mesin.

Disini saya mau sharing tentang kelanjutan karir teman-teman saya sesama lulusan Teknik Penerbangan. Tentu akan banyak pendapat sotoy dan samplingnya saya ambil dari angkatan saya plus satu angkatan atas dan bawah. Semoga kalau ada yang googling prospek kuliah di Penerbangan tulisan ini muncul dan berguna. Aamiin.


1. Maskapai Penerbangan

Golongan yang paling linear antara studi dan pekerjaan adalah yang masuk ke maskapai penerbangan. Persebarannya lumayan merata mulai dari Garuda (termasuk GMF), Lion, Batik, Sriwijaya, dan Citilink setau saya ada semua. Kebanyakan ada di divisi maintenance dan planning. Sebelum pandemi, setiap tahun maskapai-maskapai ini buka lowongan dan biasanya diutamakan untuk lulusan PN ITB dulu.

Untuk GMF, biasanya ada 2 jalur rekrutmen, ada yang langsung staff dan ada yang via magang dulu. Lion juga ada jalur staff dan jalur MT. Di jobfair kampus dulu ada juga lowongan dari AirAsia (penempatan Malaysia) dan beberapa perusahaan penerbangan privat/tak berjadwal, tapi saya belum nemu ada teman yang masuk kesana.

2. PNS

Walaupun tidak banyak, tapi tiap tahun ada lulusan S1 dan S2 PN yang masuk menjadi abdi negara. Instansi yang biasanya buka untuk lulusan Teknik penerbangan antara lain Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), BPPT, dan kemenhub. Formasinya sebenarnya terbatas, tapi peluang masuknya gede karena saingan juga nggak banyak.

Selain itu, tiap tahun ada juga bukaan formasi CPNS Dosen ITB, jadi ngajar di kampus sendiri. Kalau untuk jadi dosen syaratnya harus S2 dan biasanya bersaing sesama alumni. Kalaupun tidak masuk dosen jalur PNS, setau saya ITB punya jalur lain untuk rekrutmen dosen. Sebulan yang lalu ada teman yang masuk ke Bappenas juga lewat jalur non-CPNS.

3. Swasta

Kelompok yang besar jumlahnya adalah yang menjadi pekerja swasta. Kebanyakan dari mereka berkarir di perusahaan konsultan, ada yang linear dan ada pula yang pindah bidang.

Untuk yang pekerjaannya masih sesuai studi ada perusahaan-perusahaan macam Worleyparson, Chroma, 3S, dan Gexcon yang bergerak di bidang engineering simulation. Untuk yang lompat bidang kebanyakan jadi kerja di IT. Perusahaan-perusahaan yang saya tahu ada teman saya disana antara lain Gojek, Formulatrix, Multipolar, Infineon, Voltras Group, dll. Selain IT, ada teman yang bekerja di perusahaan alat-alat kesehatan di Sidoarjo. 

4. BUMN

PTDI and Angkasa Pura jadi BUMN yang paling banyak dimasuki lulusan Teknik Penerbangan. Tapi selain itu ada juga yang bekerja di PT INKA (kereta api), PT LEN, WIKA, dan Rekind. Akses untuk masuk bekerja di PTDI lumayan gampang karena ada beberapa dosen yang juga memegang peran di perusahaan itu, jadi ada orang dalam.

5. Mendirikan Start-Up

Beberapa alumni saya tahu mendirikan/membesarkan start-up. Kebanyakan di bidang mapping dan monitoring. Diantaranya ada Aeroterrascan (ATS), Bentara Tabang (Beta), Terradrone Indonesia, dan Diverentia. Kalau mau masuk ke perusahaan-perusahaan itu bisa kontak alumni yang ada di dalamnya, insyaAllah kalau ada lowongan mudah masuknya. Tapi di luar dunia penerbangan juga ada, ada teman yang mendirikan wedding organizer dan bisnis kuliner.

6. Bank

Alumni teknik kerja di bank kayanya sekarang makin biasa, tidak terkecuali dari Teknik Penerbangan. Teman seangkatan saya ada yang di Bank Mandiri dan Danamon. Jalurnya semacam officer/management development program. Biasanya ada pelatihan dulu setahun. Kata teman saya yang di dalam, alumni teknik biasanya akan diplot jadi credit analyst.

7. Studi Lanjut

Beberapa teman saya saat ini sedang menjalani studi S2. Ada yang langsung lanjut setelah lulus ada pula yang berjeda. Beberapa ada yang S2 di ITB, tapi ada juga yang keluar negeri. Negara yang menjadi tujuan diantaranya Inggris (Cranfield dan Imperial College), Perancis (ISAE Supaero), Amerika (Georgia Tech), Italia (Politecnico di Milano), Jerman (RWTH Aachen), dan Australia (Unimelb).

Sekian sharing tipis-tipis dari saya, semoga ada manfaatnya. Kadang yang jadi pertanyaan masyarakat itu apakah kuliah teknik penerbangan lulusnya jadi pilot? Jawabnya, bisa aja sih tapi harus ambil pendidikan pilot dulu :)

Salam,
Chandra

gambar: https://pustekhan.itb.ac.id/pelatihan-operator-pilot-uav-drone-berjenjang/

Setahun Corona


Kasus pertama covid di Indonesia diumumkan pada 2 Maret 2020. Itu artinya per hari ini sudah satu tahun penuh kita berada dalam situasi pandemi. Tapi ya 2 Maret itu pengumuman resmi, siapa tahu sebenarnya sebelum itu sudah ada?

Sudah setahun artinya kita sudah melewati satu siklus dalam kondisi yang tidak biasa. Kita sudah mengalami satu kali puasa dan lebaran, satu kali libur natal-tahun baru, satu kali 17 agustus, satu kali penerimaan siswa/mahasiswa baru, satu kali final liga champions, dan satu kali-satu kali lainnya.

Selama setahun saya tidak nonton di bioskop, tidak naik busway, tidak ngadem ke kebun binatang ragunan, dan tidak-tidak yang lainnya. Kemarin siang saya juga untuk pertama kalinya masuk McD di era pandemi, sampai asing cara masuk dan pesannya saking lamanya nggak kesana.

Periode Maret-Juni 2020 adalah masa takut-takutnya orang. Budaya mudik yang sudah setiap tahun dijalani mendadak sepi. Ada sih yang tetap pulang, tapi nowhere near biasanya. Jalanan Jakarta luar biasa lengang, saya manfaatkan untuk motoran keliling kota mengenal tempat-tempat di Jakarta. Mulai dari ujung selatan mepet Depok sampai eksplor pelabuhan tradisional di Jakarta Utara. Kerja full dari rumah. Kalau tidak salah akhir Mei saya baru berani makan di luar, di bubur Palapa.

Periode Juli-Oktober 2020 masyarakat sudah mulai agak berani dan bodoamat, restriksi dari pemerintah juga dikurangi. Akhir Juli saya akhirnya berani pulang ke Jogja, agak keluar modal  karena pakai PCR, alhamdulillah akhirnya diganti sama kantor. Periode ini saya beberapa kali pulang karena perlu menyiapkan pernikahan. Minggu ke minggu kasus positif covid cenderung naik tapi gimana lagi ekonomi juga harus bergulir kembali. Jalanan mulai kembali ramai, kegiatan saya eksplor Jakarta tidak sesering sebelumnya.

Periode November 2020-Maret 2021, saya mulai berumah tangga dan pindah ke pinggiran Jakarta. Aktivitas kerja masih lebih banyak dilakukan di rumah. Kalau keluar rumah masih berusaha disiplin pakai masker, tapi sering lupa bawa hand sanitizer. Saya pribadi mulai jenuh dengan pandemi dan berusaha cari tempat untuk refreshing tapi yang buka tidak banyak, diantaranya hanya Ancol, Kebun Raya Bogor, dan sebagian Kota Tua. Saya dan istri sudah naik KRL dan MRT tapi dengan lebih hati-hati. Masalahnya di periode ini beberapa kali ada kabar tetangga rumah di Bantul ada yang positif.

Tidak ada yang tahu kapan pandemi covid akan berakhir. Bahkan mungkin covid tidak akan hilang dan manusia harus hidup berdampingan dengannya. Semoga rate kasus positif segera turun, vaksin lebih cepat dibagikan, dan mortality rate menuju nol. Kalaupun tidak bisa hilang, semoga covid menjadi lebih tidak menakutkan.