Showing posts with label jakarta. Show all posts

Angkot Cireundeu

"A New Yorker who does not take the subway is not a New Yorker you can trust" - Mozzie (White Collar)

Saya pikir statement ini ada benarnya. Orang (Jakarta - mass transport sudah banyak) kalau sudah survive dengan transportasi umum, tak anggap sudah satu langkah di depan.


Pertama, transportasi umum didesain untuk digunakan bersama-sama. Pengguna harus mau berbagi tempat dengan orang yang tidak dikenal. Dalam kondisi tertentu malah sampai berdesak-desakan yang artinya ada physical demand juga disana. Orang yang transportasi umum sudah masuk dalam muscle memory-nya bisa diharapkan mampu mengendalikan ego, risilien, dan peduli pada orang lain. Asik orang yang begitu.

Kedua, kognitif pun dipakai dalam menggunakan transportasi umum. Stasiun MRTJ dan KRL punya beberapa pintu masuk dan keluar. Ada proses disitu untuk menentukan pintu dan jalan mana yang paling efisien. Ini juga berlaku dalam optimasi rute, misal mau pergi dari titik A ke B, ada banyak kombinasi moda transportasi dan stasiun/halte yang tersedia. Paham rute dan integrasi transportasi umum itu sangat membantu. Syukur-syukur kalau tahu utara selatan timur barat, enak banget itu kalau mau janjian.


Ketiga, melatih kesabaran dan membiasakan bersiap. Kita sebagai pengguna transportasi umum tidak punya kendali penuh pada jadwal dan durasi perjalanan. Kalau sedang macet atau gangguan bisa jadi perjalanan akan lebih lama. Dalam hal ini pengguna mesti bisa bersabar sekaligus bersiap karena sebagian keterlambatan itu unexpected. Kalau sudah bisa menjalaninya tanpa rewel, good.

Keempat, transportasi umum adalah marshmallow test dan delayed gratification bagi orang dewasa. Bayangkan jika ada orang yang punya sopir dan sedan mewah, bisa diantar dari pintu rumah sampai lobby gedung, tapi memilih untuk naik kereta, golden mentality.


Saya nggak bilang bahwa setiap orang harus naik angkutan umum setiap waktu. Apalagi kalau ada faktor seperti sakit, hamil atau punya anak kecil, lansia, cuaca tidak bersahabat, atau opsi transportasi umum memang tidak tersedia. Tapi orang yang bisa naik transportasi umum punya satu poin plus di mata saya. Orang bilang kalau mau tahu watak asli seseorang, kasih dia kekuasaan. Tak tambahin deh, cek seberapa sering dia pakai transportasi umum.

Wakil rakyat Jakarta harus pernah naik KRL jam berangkat/pulang kerja. Wakil rakyat Tangsel harus survive angkot Lebak Bulus - Parung via Cireundeu.




Thanks,
Chandra

Experiencing Devotion

Saat saya datang ke SATFFest-nya Kemenag September lalu, saya pikir itu black swan saja. Sebuah acara dari lembaga pemerintah yang dikemas secara populer dan benar-benar bisa dinikmati, bukan acara yang dibuat untuk sekedar mengejar penyerapan. Tapi saat saya datang ke DevX weekend kemarin, saya yakin bahwa ada culture dan mind yang bekerja di balik terselenggaranya acara-acara keren ini. 

Saya sempat tuliskan soal SATFFest, berikut ceritanya: Manusia Manusiawi.

SATFFest saat itu mengubah perayaan maulid yang biasanya dilaksanakan di masjid-masjid menjadi di Balai Sarbini, lokasi yang biasa dipakai konser musik dan pertunjukan hiburan lain. DevX bergerak lebih jauh lagi. Event ini berlangsung selama 3 hari dari pagi hingga malam di Jakarta Convention Center. Saat masuk ke area JCC saya langsung merasa bahwa acara ini digarap dengan benar. Kalau tidak ada logo Kemenag-nya, pasti tidak menyangka kalau ini event lembaga negara.

Satu yang kurang adalah publikasinya. Saya baru tahu event ini di hari ke-3 dari instagram story-nya Sastra S yang akan jadi salah satu pengisi acara hari itu, jadi hari pertama kedua saya absen, padahal pengisi dan penampilnya lumayan bagus juga (full lineup saya taruh di bawah). Lalu saat saya dan istri post soal acara ini, banyak teman-teman yang bertanya ini acara apa dan dimana. Banyak dari kita aktif di internet, tapi tidak dapat informasinya. 


DevX ini sendiri adalah singkatan dari Devotion Experience. Acara ini diselenggarakan sebagai perayaan Hari Amal Bakti Kementerian Agama RI. Di acara ini dipamerkan agenda kerja yang telah dilakukan oleh masing-masing Ditjen di Kemenag selama tahun 2023. Itu adalah bentuk pertanggungjawaban Kemenag pada masyarakat. Setiap Ditjen punya booth untuk showcase apa yang telah mereka kerjakan, semua orang boleh masuk melihat dan tanya-tanya. How often ada lembaga pemerintah yang pertanggungjawabannya berbentuk pameran, di tempat bagus, ngundang banyak bintang tamu, dimanage EO, gratis, dan semua orang boleh datang. 

Saya datang di sesi yang jam 3, dimana ada talkshow 'DEVTALX' yang diisi oleh Sastra Silalahi, Oza Rangkuti, dan Yusril Fahriza. Temanya sih receh, saya pikir kami yang datang sejak sesi ini lebih mencari jokes-nya. Kalau masalah nasehat biar nanti di sesi yang agak sore bersama Habib Husein. Oh ya, sistem registrasinya juga mulus ya acara ini, pendaftaran dilakukan via aplikasi Pusaka, ini juga aplikasi milik Kemenag yang saya nilai ada di tier teratas kategori aplikasi pemerintah.


Jam 4 ada DEVTALX berikutnya yang mengambil tema pernikahan. Tema ini dipilih karena selain umum, ternyata ada perwakilan siswa dan guru BK yang hadir dari sebagai undangan. Sesi ini diisi oleh Habib Husein, Zaskia Mecca, Paman Dodo (Kemenag), dan pembawa Acara Arafah Rianti. Bicaranya lebih banyak soal persiapan menikah karena utamanya untuk meng-address keprihatinan Kemenag terkait banyaknya pernikahan anak di Indonesia. Dalam speech singkatnya, ketua panitia menyampaikan bahwa dalam 13 tahun pengalamannnya sebagai Ketua KUA, setiap bulan ada saja yang menikah dengan dispensasi umur. Meski fokusnya pra-pernikahan, tapi untuk yang sudah menikah pun nasehat-nasehatnya tetap relate.


Selanjutnya sesi setelah maghrib yang paling ditunggu-tunggu. Full house, semua kursi terisi, bahkan masih banyak yang berdiri. Sesi ini menghadirkan Habib Husein (lagi), Bhante Dira, Onad, dan Boris Bokir. Pecah bosss, pinggir jurang. Ini kalau show standup tiketnya udah dijual diatas 500 ribu. Yang dibahas tentu soal Berbeda tapi Bersama, empat penampil tersebut adalah pemeluk empat agama berbeda.

Selesai itu ada speech dari Bapak Wakil Menteri Agama. Ada yang menarik dari yang beliau sampaikan, yaitu bahwa Kemenag telah berubah dari lembaga yang dulu urusannya hanya soal menikahkan orang dan wakaf menjadi kementerian yang dekat dengan masyarakat. Keren, I approve. Kalau malas mikir mereka bisa saja bikin acara di kantor pusat Kemenag dengan judul semacam "Pameran Program Kerja Kementerian Agama 2023", tapi tidak, mereka create acara bertajuk DevX di Senayan. Bold move.

Acara ditutup oleh penampilan dari Marcello Tahitoe. Full band, kalau dulu di SATFFest Kotak tampil dengan akustikan saja sudah keren, apalagi ini. Paling pecah karena ditutup dengan lagu Masih Ada, auto memunculkan kembali memori masa SMP. For the record, penampil Day 1 sebelumnya adalah Voice of Baceprot, dan Day 2 Salma Idol.

Semua yang saya ceritakan di atas HANYA sepertiga dari acara DevX. Sepertiga karena saya hanya datang di hari terakhirnya. Sepertiga juga karena ini hanya di DevStage yang di Hall Cendrawasih. Sementara itu di luar ada hall yang berisi booth pameran Ditjen tadi dan ada panggung (X-Stage) yang di minggu sore kemarin ada kompetisi pencarian bakat yang diikuti perwakilan berbagai daerah. Technically sepersembilan sih, but it's fine. 

Saya sempat ngintip ke panggung yang di luar, dan tahu siapa yang jadi juri pencarian bakatnya? Armand Maulana. Ini lembaga pemerintah, I expect dosen or smthing.


Dengan selesainya penampilan Ello, selesai sudah rangkaian acara DevX 2024. Saat jalan keluar saya lihat para panitia saling menyelamati. They deserve that. Kita sebagai masyarakat juga perlu mengapresiasi terobosan positif yang dilakukan pemerintah seperti yang satu ini. Gus Men might be a good one.

Pulang dari sana jalanan di komplek GBK lumayan macet karena bareng dengan bubaran debat capres di sebelah (Istora), yes saya melewatkan debat demi acara ini dan belum nonton recordingnya sampai sekarang. 

Thanks,
Chandra



Check this Line Up!


Blow off Steam

Kalau buka Task Manager di laptop, kita bisa lihat berapa persen memori (RAM) dan prosesor yang terpakai. Semakin banyak aplikasi yang berjalan, semakin tinggi angkanya. Masing-masing aplikasi akan minta alokasi memori dan prosesor yang berbeda. Paint cuma kecil, tapi Photoshop gede. Game solitaire ringan, sedangkan game FIFA terbaru pasti berat. Browser seperti Chrome besarannya tergantung banyaknya tab yang dibuka. 

Dalam kondisi tidak ada aplikasi yang dijalankan pun sebenarnya angkanya sudah ada, karena untuk komputer bisa nyala saja sudah ada service yang berjalan di background. Kalau dalam kondisi idle begini, memori dan prosesor sehatnya dalam kisaran 10-15%.

Dalam kondisi dipakai kerja, baiknya memori berada di kisaran 50-60%, sesekali spike sampai 80% nggak masalah. Tapi kalau terus menerus diatas 80% takutnya kalau buka aplikasi baru atau ada job berat yang dijalankan seperti render atau build, aplikasi bisa crash atau bahkan komputer kena blue screen. Perih kalau kerjaan belum disave.

Nah gini, menurut saya ada kesamaan antara komputer dan manusia. Kalau komputer punya persentase RAM, manusia punya bandwidth. Beban yang dipikul seseorang, baik kelihatan atau tidak, berkontribusi pada naiknya pemakaian bandwidth. Orang yang stress-free, pemakaian bandwidth-nya mungkin di bawah 5%. Sebaliknya orang yang bandwidth-nya tinggi berarti sedang menyandang beban berat. Bisa dari manapun, pekerjaan, keluarga, pergaulan, dll. 

Sama seperti komputer yang idle tadi, manusia untuk sekedar menjalani hidup, tanpa ambisi dan target sekalipun, pasti sudah ada bandwidth yang terpakai. Banyak faktornya, dan dalam hal ini saya merasakan hidup di Jakarta ini paling banyak memakan bandwidth daripada kota lain yang pernah saya diami. Makanya di sini banyak orang gampang emosi. Jakarta ini secara fisik panas dan gerah, polusi udara salah satu yang terparah di dunia (untuk nafas saja susah), lalu lintas macet dan semrawut, tata kota di pinggirannya tidak tertata dengan baik (urban sprawl), dan tekanan sosial/kompetisi yang tinggi.

Bandung juga macet, tapi disana iklimnya enak apalagi di musim hujan. Penduduknya juga ramah dan hangat. For the record, untuk komputer pun suhu yang dingin akan membantu performanya, makanya ruang server selalu dijaga dingin dan kering. Sementara Bantul daerah pedesaan nyaris bebas dari masalah-masalah diatas kecuali dalam hal panas, karena dekat pantai. Kalau saya rasa-rasa, di Jakarta ini mungkin 40an persen bandwidth sudah terpakai untuk nggak ngapa-ngapain. Intinya susah untuk hidup enjoy di ibukota yang begini ini. (take with a grain of salt karena nggak bisa secara akurat diangkakan, beban yang dipikul atau dipendam orang beda-beda dan tak ada yang tahu)

Dengan bandwidth yang sudah terpakai banyak, wajar kalau orang Jakarta sering burn out. Ketika beban tambahan cukup besar, bandwidth bisa habis. Kalau sudah begitu mood jadi jelek, pikiran nggak jernih, not functioning properly lah. Ini cukup jamak sampai bisa diamati dari kebiasaan orang-orangnya dalam hal mengatasi penuhnya pikiran ini.

Di Jakarta, menjadi hal yang normal untuk tidak langsung pulang setelah selesai kerja. Ada yang ke parkiran dulu untuk ngrokok sambil ngobrol, ada yang duduk-duduk diam sambil nonton drama di HP, ada yang masuk warmindo untuk ngopi.Ada yang beli batagor atau tahu gejrot, duduk makan santai tanpa ngobrol tanpa apa-apa. Di masjid-masjid yang ada di jalur orang pulang kerja, setelah maghrib banyak yang leyeh-leyeh dulu nggak langsung lanjut jalan. Selain capek fisik karena commute jauh, juga untuk mendinginkan pikiran. 

Semua itu untuk blow off steam. Setelah seharian beraktivitas bandwidth selalu dalam kondisi tinggi. Laptop saja kalau dipaksa kerja keras akan panas dan berisik. Butuh pendinginan supaya nanti sampai di rumah mood sudah lebih baik dan pikiran sudah lebih enteng. Mending sampai rumah 15 menit lebih lambat tapi sudah enak daripada cepat sampai tapi buka pintu sambil cemberut. Kalau ngekos sendiri sih nggak masalah, cooling down bisa dilakukan di kosan. Tapi kalau ada keluarga di rumah, ya itu tadi yang biasa dilakukan.

Jakartans nggak ramah, Jakartans cuek-cuek. Yaa mungkin disitu ada andil tingginya kadar stres orang-orang. Saat pandemi kemarin dipaksa untuk berubah, rutinitas terdisrupsi, akhirnya banyak juga orang yang memikirkan ulang apakah rutinitas seperti ini sehat. Beberapa orang yang saya kenal mencoba mencari arragement baru yang memungkinkan untuk menurunkan pemakaian bandwidth sambil tetap produktif, termasuk dengan meninggalkan Jakarta bahkan.

Big respect untuk semua pejuang keluarga.

Cheers,
Chandra



Mungkin Tidak Terjadi Lagi


Pandemi benar-benar sudah berakhir ya? Bukan karena pemerintah mengubahnya menjadi endemi (saya skeptis dengan istilah-istilah buatan pemerintah), tapi tampaknya kekhawatiran atas covid sudah kalah dengan urgensi aktivitas sehari-hari, bahkan yang sifatnya tersier. Pakai masker terlanjur jadi kebiasaan, which is good, tapi berapa orang sih yang masih takut keluar rumah?

Ada beberapa pola perilaku yang erat ikatannya dengan waktu. Misal karena banyaknya commuter, jalan menuju pusat kota padat tiap pagi, lalu berbalik sore harinya ketika orang-orang menuju pulang. Menit-menit sebelum berbuka, jalan di daerah pemukiman dipadati orang jual beli jajanan. Sebaliknya siang harinya lengang karena orang menghemat energi dengan tidak keluar siang-siang.

Pola-pola seperti itu akan terulang lagi nanti sore, besok, tahun depan, dan seterusnya. Kita boleh suka boleh tidak, tapi ya kemungkinan besar akan kejadian lagi. Kita bisa berinisiatif menggalakkan WFH sehingga tidak perlu commute ke tempat kerja tiap hari. Tapi pada level globalnya ya kemacetan itu tetap akan ada, apalagi di Jakarta ya.

Lebaran ditunggu-tunggu karena jadi kesempatan berkumpul dengan keluarga, dapat libur agak lama, dan mungkin THR. Tapi konsekuensinya tiket mudik kadang harus rebutan, semakin dekata hari raya semakin susah dapatnya. Kalau pakai kendaraan sendiri ada resiko macet di Bekasi. 

But we accept the fact, and be ready bcs we expect it to be happening again and again, like it or not. Embrace the happiness, resist the inconvenient. 

Lalu bicara soal pandemi dan segala perubahan yang diakibatkannya, semua itu mungkin tak akan terjadi lagi. Jalanan yang lengang, minimum interaksi, banyak tempat ditutup, beberapa aktivitas tidak bisa dilakukan, di dalam rumah sepanjang hari, dll are becoming things of past probably. Saya nyaman dengan lengangnya jalan, bebas macet dan rendah polusi. Tapi sesenang-senangnya saya, saya tidak expect itu akan terjadi lagi. Untungnya kita juga nggak perlu tiap bulan tes covid lagi.

Cukuplah pandemi disimpan dalam ingatan saja dan dijadikan cerita, semoga tidak terjadi lagi, terlalu mahal harganya. Move on.

Mall


Saking banyaknya mall di Jakarta, dulu saya pikir landmark-nya Jakarta selain monas ya mall-mall ini. Jadi saya memang tertarik untuk tahu kaya apa mall di sini. Saya coba untuk buat list di sini mall yang sudah saya kunjungi berurutan dari yang paling favorit buat saya sampai yang no-go. 

Banyak yang jadi pertimbangan saya dalam menilai mall: kenyamanan (not necessarily kemewahan ya), kemudahan akses dan seberapa effortless untuk dijangkau termasuk seberapa strategis lokasinya, tenant yang tersedia terutama makanan, dan general impression.

Sebagian mall yang ada disini sudah saya kunjungi beberapa kali dengan niat, tapi ada juga yang hanya mampir sebentar misal untuk COD sesuatu atau vaksin. Ada yang saya datangi waktu masih SMP, ada yang baru minggu lalu. Ada yang sangat mewah, tapi sekelas PGC juga saya masukkan. Meskipun saya bilang Jakarta tapi saya masukkan juga yang di BoDeTaBek. 

Let's go most favorite to least favorite:

  1. AEON Mall BSD, super good impression
  2. Central Park, David Gadgetin kalau ngetes kamera suka disini
  3. Blok M Plaza, ringkas, kecil, banyak tempat makan, nyambung MRT langsung, masjid bagus
  4. AEON Mall Tanjung Barat
  5. Bintaro Xchange
  6. IKEA Alam Sutera, yaa saya anggap mall
  7. Kota Kasablanka
  8. AEON Mall Jakarta Garden City, I'm a fan of AEON mall
  9. Pondok Indah Mall 3
  10. Pondok Indah Mall 2
  11. Pondok Indah Mall 1
  12. Setiabudi One, masuk, nonton, keluar
  13. Lotte Shopping Avenue
  14. Ashta District 8
  15. Grand Indonesia
  16. Pacific Place, kesini terakhir 2008 sih, masih SMP...
  17. Mall Ambasador
  18. ITC Kuningan, destinasi cari kaos murah
  19. Mall Taman Anggrek, kesini karena giant LED-nya
  20. FX Sudirman
  21. Senayan City, branded
  22. Transpark Mall Bintaro
  23. Lotte Mall Bintaro
  24. Ciledug Plaza
  25. Epicentrum, kesini buat vaksin
  26. Plaza Kalibata, bukan yang Kalcit ya ini, yang Kalcit di bawah
  27. Living Plaza Alam Sutera
  28. Gandaria City
  29. Kuningan City
  30. Pejaten Village
  31. Mall of Indonesia
  32. Blok M Square, ada kabah di rooftopnya
  33. Atrium Senen
  34. Ratu Plaza, beli monitor komputer
  35. Plaza Festival
  36. City Plaza Jatinegara
  37. ITC Fatmawati, toko HP
  38. Summarecon Mall Serpong
  39. Cilandak Town Square, tempat makan
  40. Tangerang City Mall
  41. Bintaro Plaza
  42. Plaza Slipi Jaya, 1x kesini nonton Conan
  43. Lippo Mall Karawaci
  44. Lippo Mall Puri
  45. Lippo Plaza Ekalokasari
  46. BTM Bogor
  47. Mall Kelapa Gading
  48. Summarecon Mall Bekasi
  49. Arion Mall, parkir karena mau nyobain naik LRT
  50. Kalibata City Square, bener kata orang segala ada di Kalcit
  51. Mangga Dua Square
  52. Bellagio Boutique Mall, masuk cuma mau ke JNE-nya
  53. ITC Roxy Mas
  54. LTC Glodok, kukira tempat makan/belanja ternyata jualan alat pertukangan
  55. Pusat Grosir Cililitan (PGC), pusatnya Jaktim Cyber kalo kata @apossssss
  56. CBD Ciledug
  57. ITC Cempaka Mas
  58. D-Mall Depok, mending ke UI
  59. Gajah Mada Plaza
  60. Poins Square
  61. ITC Permata Hijau
  62. Roxy Square
  63. Season City, simply No-Go
  64. Mall @ Alam Sutera, simply No-Go
Mall-mall yang ada di deretan atas itu biasanya sudah saya kunjungi beberapa kali. AEON group jadi favorit saya karena kuliner jejepangannya. Central Park dan IKEA saya taruh sana karena experiencenya. Blok M Plaza dan Kokas jadi andalan kalau buat janjian. PIM, you know lah. Setiabudi One bukan mall beneran sih, tapi saya pernah kerja dekat sana jadi lumayan jadi destinasi after office.

Mall yang di bagian tengah lebih ke nice to know lah. Mallnya oke, tapi mungkin saya tidak terlalu tertarik kesana berulang kali karena aksesnya susah dari tempat aktivitas saya. Ada yang memang saya datangi karena penasaran isinya seperti apa dan ternyata biasa aja/tidak lebih baik dari mall lain.

Harus diakui penetrasi marketplace online mengikis pangsa pasar pusat perbelanjaan. Inilah yang terjadi pada beberapa mall yang ada di ujung bawah daftar. Mall yang sepi dengan tenant banyak yang tutup tidak asyik dikunjungi, biasanya karena revenue manajemen berkurang perawatan fasilitas juga tidak maksimal.

Amigos

Sebuah sisi lain yang jarang diketahui dari bekerja di segitiga emas adalah kebiasaan makan siangnya. Dulu sebelum disini saya pikir orang-orang yang bekerja di kawasan ini lunch-nya di kalau tidak di kafe ya di mall. Nyatanya, sebagian besar pekerja tidak melakukan itu. Justru spot paling ramai di jam istirahat siang jauh dari kesan blink-blink yang banyak diduga orang.

Spot paling ramai itu ada di belakang deretan gedung-gedung Sudirman Thamrin Kuningan, kawasan kampung kota dimana banyak buka warung-warung dan pedagang kaki lima. Disanalah epicentrum pekerja yang menghabiskan waktu istirahat sambil makan siang.

Namanya juga kampung kota, tempatnya memang tidak rapi apalagi nyaman. Tidak heran sebutan prokem-nya tempat makan seperti ini adalah Amigos alias Agak Minggir Got Sedikit. Ada beberapa alasan warung-warung ini ramai didatangi.

 
Pertama tentu saja karena murah. Dengan uang 15-25 ribu saja kita sudah bisa kenyang, bandingkan dengan lunch di tempat fancy yang bisa sampai 100 ribu sekali duduk. Memang beda di sisi instagramable-nya sih, tapi kalau menyangkut rutinitas harian ya motif ekonomi lebih penting. Makan mahal sesekali, hari lain ya ke belakang gedung. Faktanya, beberapa makanan amigos ini genuinely enak, bukan cuma asal jualan.

Kedua, bisa ngudud. Saya bukan perokok, tapi biasanya kalau makan di belakang kantor nongkrongnya jadi lama karena beberapa teman sebat atau nge-vape dulu. Setelah beberapa jam di ruangan ber-AC, orang yang terbiasa merokok biasanya craving tempat terbuka seperti ini. Saya juga beberapa kali jumpa pegawai level bos (yang gak masalah dengan harga) memilih makan di amigos karena bisa ngrokok.


Ketiga karena dekat, tidak perlu pesen ojek online untuk menuju lokasi, dan tidak menghabiskan waktu di jalan. Beberapa kantor punya waktu istirahat yang ketat jadi masalah jarak ini jadi penting. Kalaupun tidak nyaman makan di tempat bisa dibungkus lalu makan di dalam gedung. Simpel, cepet, nyaris tanpa nunggu.

Keempat, variasi makanannya sangat banyak. Warung standar makan siang seperti masakan padang, warteg, dan warung nasi asgar jelas ada. Gerobak mie ayam, bakso malang, siomay batagor, ketoprak, gado-gado, soto mie bogor, sampai sate ada. Cemilan tahu bulat, cimol, kentang goreng, pukis, gorengan, dan berbagai jenis es ada. Ayam bebek goreng dengan macam-macam varian sambalnya juga tersedia. Selain itu biasanya tidak jauh dari sana berdiri Indomaret, Alfamart, dan Circle K kalau perlu sekalian beli sesuatu.



Pandemi membuat warung-warung belakang gedung berkurang pendapatannya karena berkurangnya jumlah orang yang berangkat kerja. Tapi saya cukup yakin komunitas ini akan tetap ada. Sejak awal bekerja disini saya tahu bahwa istirahat siang di belakang kantor adalah opsi paling make sense. Selain alasan-alasan di atas, warung amigos memberi ruang bagi pekerja untuk berkoneksi secara bebas dan non formal antara satu dengan yang lainnya. Obrolan di warung sambil ngopi lebih berbahaya daripada di dalam ruangan kantor.


Chandra

Menikmati Jakarta

Banyak terlihat sepanjang jalan Sudirman Jakarta, mereka melaju pelan di jalur sepeda dan kadang-kadang berhenti pasang standar dua. Sambil membunyikan bel sepedanya mereka menawarkan kopi sachet pada orang-orang yang sedang menikmati malam ibukota.

Stang penuh rentengan minuman sachet berbagai jenis dan merk. Beberapa punya kotak berisi rokok dari macam-macam brand yang tentu saja bisa dibeli ketengan. Popmie dan gelas plastik sekali pakai melengkapi komponen centelan depan. Pada bagian belakang dipasang box tambahan untuk memuat segala macam kebutuhan layanan. Ada termos air panas, termos es, gula, dan beberapa botol air mineral (atau ada juga yang pakai 'jumbo'). Tak lupa sebuah papan di belakang untuk meletakkan gelas waktu air panas dituang, ada yang dibuat berupa lubang untuk mencegah gelas kepleset.

Siapapun yang pertama punya ide jualan kopi sachet keliling pakai sepeda dengan desain seperti ini pastilah seorang jenius. Bisa-bisanya barang sebanyak itu cramped pada tempat yang sangat terbatas tanpa menjadikan sepeda sulit dikendalikan. Belum lagi penataan yang baik dan estetis bisa menjadikan orang yang tadinya nggak haus jadi ingin minum.

Sebagai orang yang tidak doyan kopi dan tidak merokok sebenarnya saya bukan target market mereka. Untung ada nutrisari sehingga kalau sesekali ingin tetap bisa menikmati. Starling alias Starbak Keliling adalah alternatif nongkrong ketika di masa PPKM pusat belanja tutup sangat awal. Nggak well memang Jakarta ini, mall adalah jujugan utama ketika sekedar mau duduk-duduk saking nggak adanya tempat.

Ada dua persebaran utama starling ini. Kalau malam hari mereka ada di jalan-jalan besar dengan trotoar ramai seperti Jalan Sudirman, Satrio, dan daerah Salemba. Spot-spot penuh anak muda seperti Blok M juga tidak mereka lewatkan. Sementara ketika siang sasaran mereka adalah kawasan perkantoran, melayani karyawan yang mau ngopi dan udud di sela-sela pekerjaan. Yes masih ada di lokasi-lokasi lain, tapi either jumlahnya tidak banyak-banyak amat atau jualannya pakai motor. Bagi saya yang pakai motor tetap tidak bisa disamakan dengan yang mengayuh sepeda. 

Untuk kamu yang sedang PDKT atau newmarry yang sedang mengenalkan pasangannya pada ibukota, coba ajaklah partnermu starling date. Malam-malam minum minuman sachet sambil duduk di trotoar melihat mobil motor lalu lalang. Saya jamin obrolannya lebih padat dan gampang mencari topik pembicaraan daripada duduk di Starbak yang sebenarnya (ini jauh lebih murah pula). Karena menurut saya sangat banyak realita baik dan buruknya Jakarta bisa dilihat dari apa yang terjadi di atas jalanannya.

Sekian,
Chandra
tulisan ringan ditulis dari hp di hari minggu pagi