Tahun Baru




Buat saya, tahun baru belum pernah benar-benar Wow!. Kecuali beberapa tahun yang lalu waktu alhamdulillah berkesempatan melewati 00:00 malam tahun baru sambil berdiam di Masjidil Haram. Selebihnya lebih banyak berisi perayaan dengan teman-teman di sekitar rumah. Itupun sebenarnya lebih dalam rangka srawung bersosialisasi, bukan karena tahun barunya.

Bicara soal refleksi, evaluasi, resolusi, target, perubahan menjadi lebih baik, dll sepertinya lebih mudah dilakukan kalau ada interval waktu yang jelas. Intervalnya boleh berupa hari, tapi sepertinya terlalu pendek untuk bisa melakukan sesuatu yang cukup bermakna. Boleh juga bulanan, tapi setiap bulan punya ciri khasnya masing-masing sehingga susah dibandingkan hasilnya. Misalnya ada bulan yang isinya hanya libur tok, ada yang mengandung Ramadhan di dalamnya, dll

Menurut saya evaluasi diri yang paling baik ordenya tahunan. Dalam setahun kita merasakan semua musim, melewati semua cycle mingguan dan bulanan, sudah sinkron antara Masehi dan Hijriyah (walaupun ada beda beberapa hari sih), dan waktu setahun rasanya cukup untuk melihat hasil yang telah diupayakan.

Hitungan tahunan nggak harus dimulai dari 1 Januari dan berakhir 31 Desember memang. Tapi jangan lupa, 1 Januari adalah satu-satunya tanggal dalam kalender Masehi dimana Tahun Baru, Bulan Baru, dan Hari Baru sama-sama terjadi. Kalau dianggap sebuah pekan diawali dengan hari Senin, maka 1 Januari 2017 juga adalah Minggu Baru.

Selain itu, kita hidup dalam society yang banyak sistemnya menggunakan hitungan tahunan 1 Januari-31 Desember, bukan 25 Maret-24 Maret, 1 September - 31 Agustus atau 1 Muharram - 29 Dzulhijah. Akibatnya untuk para pelajar libur semester adalah Juni dan Desember, untuk orang yang bekerja Desember adalah bulan kejar target, dan perhitungan kuartal tahun adalah 1 Jan-31 Mar, 1 Apr-30 Jun, 1 Jul-30 Sept, dan 1 Okt-31 Des.

Dengan kondisi seperti itu maka 1 Januari adalah waktu yang tepat untuk mengevaluasi, merefresh, dan menyiapkan rencana-rencana untuk 1 tahun berikutnya. 1 Januari tidak harus dirayakan, tapi alangkah baiknya jika kita memeriksa diri sendiri atau saling sharing dengan orang lain tentang apa saja yang sudah dicapai setahun terakhir dan siapkah kita untuk menjadi atau melakukan something big tahun depan.

Jadi, apa resolusimu di 2018 ?


*rasanya post ini kurang panjang, jadi ini sekilas soal Millennium Bug buat yang belum tahu

1 Januari 2017 kita 'cuma' memulai tahun, bulan, minggu, dan hari yang baru. Kita tidak memulai abad atau millennium baru seperti tahun 2000 lalu. Sayangnya waktu itu saya masih terlalu kecil untuk memahami millenium bug yang terjadi. Padahal ini fenomena menarik.

Pada abad ke-20 (19xx) program-program komputer menuliskan 4 digit angka tahun hanya dengan 2 digit terakhirnya. Misalnya 1955 ditulis sebagai 55, 1978 menjadi 78, 1999 menjadi 99, oleh komputer. Apa yang akan terjadi ketika tanggal berubah menjadi 1 Januari 2000 ? 010100 akan dianggap sebagai 1 Januari 1900 instead of 1 Januari 2000.

Kesalahan penanggalan adalah masalah besar bagi masyarakat yang mulai beralih ke era digital. Data-data perbankan, pembangkit listrik, kependudukan, dan sektor strategis lain terancam waktu itu. Tempat-tempat dengan sistem yang rawan dipantau secara serius bahkan sampai bersiap untuk resiko terburuk misalnya kebakaran.

Itu sekilas soal Y2K atau Millennium Bug. Kalau penasaran sudah banyak kok sumber yang menjelaskan peristiwa ini. Kalau tahun 2000 belum sadar dengan ini, tahun 2038 masih ada kemungkinan bug lain kok, tapi sepertinya dengan perkembangan teknologi komputasi seperti saat ini dunia sudah akan lebih siap untuk menghadapi yang satu itu.


Salam,
Chandra

Film Review : Apakah Kita Truman ?




Judul : The Truman Show
Tahun Rilis : 1998
Pemain : Jim Carrey, Laura Linney, Noah Emmerich, Natascha McElhone, Holland Taylor, Ed Harris
Sutradara : Peter Weir
Durasi : 103 menit
Bahasa : English

[SPOILER ALERT]

Hayoo, udah nonton film ini belum ?
Walaupun sudah lama dirilis, tapi film ini sangat layak tonton dan masih relevan dengan realitas yang ada sekarang. Kalau mau nonton, paling gampang klik disini. Nggak masalah lah ya nonton film gratisan, wong udah nggak tayang di bioskop. Tapi kalau mau nonton film baru ke bioskop saja, hargai para pekerja film :)

Fyi, The Truman Show disebut-sebut sebagai salah satu film dengan premis cerita terbaik. Film ini bercerita tentang kehidupan seorang Truman Burbank dan drama-drama yang ada di dalamnya. Tapi sayangnya bahkan Truman sendiri tidak punya kuasa atas apa yang terjadi pada dirinya. Dia tidak tahu bahwa dia adalah bagian dari sebuah acara televisi.

Truman : Was nothing real ? | Christof : You were real, that's what make you so good to watch

Hidup Truman diatur sedemikian rupa oleh sang sutradara, Christof. Kehidupan sekitarnya memang tampak normal. Truman berkeluarga, bekerja, bergaul, namun semuanya palsu. Kegiatannya direkam kamera selama 24 jam sehari, 7 hari seminggu. Dia tidak bisa pergi lebih jauh daripada 'dunia' yang ditempatinya. Atau lebih tepatnya yang dicipatakan untuknya. Bahkan untuk sekedar jatuh cinta bukanlah menjadi kuasanya.

Sekitar setahun yang lalu saya pernah menulis review sebuah film biografi, Ed Snowden. Snowden sempat menggemparkan dunia beberapa tahun yang lalu setelah secara berani membuka rahasia tentang aktivitas spionase yang diduga dilakukan pemerintah AS. Data-data yang dibawanya menunjukkan bahwa banyak penyadapan atau pengumpulan informasi secara ilegal atas warga sipil. Snowden menjadi buah bibir di seluruh dunia, menempatkannya sebagai penghianat sekaligus pahlawan.

Kenapa bawa-bawa Snowden ? Karena ada hubungannya dengan Truman. Fakta-fakta yang dipaparkan Snowden seolah melegitimasi bahwa sosok Truman dalam The Truman Show bisa jadi bukan sekedar tokoh fiksi. Bisa jadi setiap dari kita adalah Truman-Truman yang hidupnya tidak merdeka.

Selama ribuan hari Truman tidak curiga atas kehidupan yang dijalaninya. Setelah terjadi beberapa kejadian-kejadian janggal barulah dia berkata "aku seperti terlibat dalam sesuatu". Lalu bagaimana dengan kita ?

We accept the reality of the world with which we are presented - Christof 

Jika informasi yang disampaikan Snowden benar (dan saya sih cukup yakin dia benar), maka tidak menutup kemungkinan kita pun selama ini diawasi secara sembunyi-sembunyi. Kita tidak pernah tahu kemana chat-chat yang kita kirim itu ter-delivery, apakah hanya ke orang yang kita tuju ? atau juga disimpan di suatu tempat ? Foto-foto, video, tulisan, riwayat pencarian Google, history browser, selama kita terkoneksi internet, tidak ada yang tahu apa saja yang sebenarnya terjadi.

Google, Apple, Microsoft termasuk dalam pihak-pihak yang disebut terlibat melakukan aktivitas spionase. Sekarang lihat handphone dan laptopmu. Tahu kenapa kita bisa pakai google setiap saat secara gratis ? Karena google bisa mengumpulkan data, interest, pola aktivitas, informasi pendidikan, pekerjaan, dll lalu menjualnya.

Coba perhatikan, sekali kita pernah beli tiket atau booking hotel lewat sebuah situs pemesanan online, akan sering muncul pop up promosi situs tersebut bahkan ketika kita membuka hal yang sama sekali tidak berhubungan. Itu karena mereka tahu kita punya potensi untuk bepergian sehingga kita butuh tiket - dan mereka maunya kita beli dari mereka.

Sebenarnya ini tidaklah seluruhnya jahat. Sebelum internet memasyarakat pun forecasting semacam ini sudah dilakukan. Yang tidak etis adalah kalau benar kita 'diintai' sampai urusan yang sifatnya pribadi. Dalam film Snowden ditunjukkan bahwa kamera laptop bisa diaktifkan dari jarak jauh dan gambar kita bisa diambil. Sering tidur ngadep laptop terbuka ? Hayoloh..

Memang masih debatable apakah kita ini sebenarnya 'merdeka' atau tidak. Tapi kalau bicara soal internet agak susah jaman sekarang melepaskan diri dari hal yang satu ini, karena banyak juga manfaatnya. Yang diperlukan adalah kebijaksanaan kita dalam menggunakannya. Kita harus senantiasa sadar bahwa dalam private chat paling private sekalipun bisa saja ada orang lain yang membaca.

Rasanya kita perlu mencontoh Truman yang heroik mencari kebenaran. Faktanya adalah bahwa serapat apapun kungkungan yang melingkupi kita, pasti ada celahnya. Kalau kita cukup bijaksana, setiap perjalanan bisa jadi hikmah.

You never had a camera in my head - Truman

Pelajaran dari Truman : jangan menyerah dan sepahit apapun kenyataan hadapi dengan tersenyum lebar :)

Well, I'm Truman - Truman Burbank


Salam,

Chandra


Saya Cinta Palestina tapi Tidak Ikut Aksi



Hari ini ada Aksi Bela Palestina di Monas. Saya tidak ikut. Ada beberapa alasan sehingga bagi saya rasanya tidak worth it untuk pergi ke Jakarta 'hanya' untuk ikut acara ini.

Bagi orang awam seperti saya, Aksi Bela Palestina ini lebih esensial daripada acara bernuansa sama beberapa hari lalu. Setahun yang lalu ada kasus penistaan agama lalu ditanggapi dengan Aksi Bela Islam dan aksi semacamnya. Bagus, karena pada akhirnya kita sadar bahwa kehormatan agama ini perlu dibela. Tapi perlukah reuni ? hmmm. Jangan-jangan kalau tahu Trump bakal mengeluarkan pidato kontroversial beberapa hari berikutnya reuni itu tidak akan ada.

Seperti kita tahu Trump kemarin mengeluarkan statement yang memicu kehebohan dunia dengan mengatakan bahwa Jarusalem adalah ibukota Israel. Akibatnya konflik di Palestina sana semakin menyala dan berdarah-darah.

Indonesia sebagai negara dengan populasi muslim terbesar di dunia ikut panas. Muncul gerakan-gerakan dan kampanye untuk membantu saudara-saudara yang berjihad di Palestina. Bagus, kalau kata Ust. Hanan Attaki di jaman sekarang bangsa-bangsa seperti Palestina, Syria, dan Rohingya adalah kaum 'Muhajirin' sedangkan bangsa damai seperti Indonesia, Malaysia, dan Brunei adalah kaum 'Ansor'. Sudah seharusnya bangsa-bangsa damai dan makmur memberikan kepedulian besar atas saudaranya.

Seperti Anda, saya juga cinta Palestina. Tapi...


Kalau tadi saya katakan ada beberapa alasan yang membuat saya tidak begitu simpatik dengan aksi ini adalah ketidaksukaan saya pada beberapa kelompok atau pihak yang terlibat. Walaupun saya bilang aksi ini esensial, nuansa aksi ini tetap relatable dengan aksi-aksi sebelumnya dan saya terlanjur tidak simpatik dengan aksi-aksi itu. Saya sepakat dengan ide yang mendasari aksi-aksi ini. Tapi jujur saya lelah menyaksikan drama-drama di belakangnya dan perselisihan yang terjadi di level akar rumput.

Maaf kalau sangat subyektif, saya sadar bahwa kalau sudah tidak suka dengan sesuatu segalanya jadi tampak tidak baik. Tapi faktanya bahkan saya terpaksa kehilangan respect pada seorang guru yang dulu saya anggap sangat intelek tapi kini sering membagikan informasi-informasi tidak akurat dan dipaksakan untuk menyalahkan pihak lain, bahkan kadang berisi ujaran kebencian.

Saya punya prinsip, untuk mendapatkan gambaran paling murni tentang sesuatu, carilah petunjuk dengan rantai informasi terpendek. Saya orang yang internet-active, tapi sangat menghindari berita yang isinya "katanya-katanya", tanpa sumber yang jelas, bahkan kadang cacat logika. Sayangnya berita seperti ini sangat banyak tersebar di internet, membuat berita salah memang lebih mudah daripada membuat berita benar. Kebiasaan selektif ini memang kadang-kadang membuat saya ketinggalan berita, tapi sisi baiknya adalah saya tidak banyak terpengaruh oleh buzzer-buzzer yang belum tentu kredibel.

Video wawancara atau pidato yang tidak dipotong, berita yang narasumbernya terlibat dalam peristiwa, dan sumber berita non profit yang jauh dari kepentingan adalah alternatif referensi yang menurut saya lumayan baik. Sayangnya yang seperti ini seringnya sulit dicari.

Masyarakat muslim Indonesia terpolarisasi sejak kasus penistaan agama dan pilkada yang heboh itu. Di sisi lain informasi bias tersebar dengan sangat cepat. Perdebatan terjadi dimana-mana dan sebagiannya tidak menghasilkan solusi, malah banyak saya temui di sosial media dimana sesama teman jadi saling menyalahkan.

Saya pun berjudi dengan tulisan ini. Walaupun pembacanya belum banyak-banyak amat, tetapi pasti ada diantara teman-teman yang membaca ini yang tidak sependapat dengan saya. Tolong kalau saya salah diingatkan, tapi jangan buta-buta membeci saya karena tulisan ini. Jangan-jangan nanti banyak keputusan memilih menantu dipengaruhi stance dalam hal-hal ini heuheu...

Kalau saya pada akhirnya berempati atau membantu saudara-saudara di Palestina, itu bukanlah karena terinspirasi dari aksi hari ini. Tetapi itu karena hidayah Allah melalui gambaran-gambaran peristiwa yang terjadi di Palestina yang saya akses dari sumber-sumber referensi yang saya yakini tadi.

Nasehat dekat dengan kata "kebenaran" dan "kesabaran"
Sama seperti Anda, saya juga cinta Palestina
Save Palestine




Salam damai,
Chandra








Junior




Baru beberapa bulan yang lalu saya adalah 'angkatan tertua' di kampus. Menjadi golongan yang paling berkuasa atas fasilitas kampus, paling dekat dengan dosen, dan dianggap paling tahu seluk beluk kehidupan mahasiswa.

Beberapa bulan berlalu, saat ini, saya adalah golongan paling junior di lingkungan yang baru. Sama seperti dulu waktu baru masuk SMP, SMA, dan kuliah, banyak yang berubah. Kita bisa saja mendengar kuliah itu seperti ini, bekerja itu seperti ini, tapi banyak hal yang harus dijalani sendiri untuk kita bisa mengerti.

Sebenarnyalah saya sudah cukup familiar dengan tempat baru ini. Banyak orang-orang di dalamnya yang sudah saya kenal. Sejak awal tahun saya telah berkali-kali ke sini untuk keperluan tugas akhir. Setidaknya diantara orang-orang baru, saya adalah yang paling terdahulu.

Hari ini adalah hari terakhir masa probation (percobaan) saya di sini. Besok Senin status saya sudah berubah. Malam ini saya memutuskan untuk bermalam di kantor, awalnya karena hujan yang tak kunjung reda mengguyur daerah utara Bandung, tapi akhirnya saya putuskan untuk menginap agar lebih mengenal tempat ini. Selain udara yang sejuk dan air yang dingin, ternyata fasilitas penunjang kehidupan di sini sangat lengkap. Pantesan beberapa orang memutuskan totally tinggal di sini...

Dari seluruh drama-drama perubahan status senior menjadi junior (lagi), ada satu hal yang menurut saya layak dibagikan. Saya belajar banyak soal ini, yaitu ikhlas menerima bahwa kita ini masih junior.

Berpindah ke tempat baru, sepandai apapun kita pada suatu hal, pasti ada yang sama pandainya dengan kita tapi lebih berpengalaman. Kalau dibandingkan, kita ini lebih banyak tidak tahunya daripada tahunya.

Ikhlas menerima bahwa kita masih "muda" artinya membuka diri bagi pengalaman, pelajaran, dan cara berpikir yang baru. Hal ini lebih bijak daripada meyakini kita sudah banyak tahu. Memang pasti akan ada nilai, norma, dan budaya yang tidak sesuai dengan apa yang selama ini kita yakini, tapi justru disitulah kita diuji seberapa mampu memilih secara obyektif mana yang lebih baik.

Berinteraksi dengan orang-orang baru akan memberikan kita perspektif-perspektif yang juga baru. Ada sebuah ilustrasi yang cukup menarik :
Ada 10 orang mengelilingi seekor gajah. Masing-masing orang mengambil foto gajah itu dengan kameranya. Pertanyaannya, apakah diantara 10 foto itu ada yang sama persis ? Tidak. Tapi apakah semuanya benar gambar seekor gajah ? Ya. Artinya obyek yang sama akan tampak berbeda jika dilihat dari perspektif yang berbeda.
Dialah yang paling banyak melihat gambar orang lain yang bisa mendeskripsikan gajah dengan paling tepat. Dialah yang paling banyak belajar.

Tidak sedikit lulusan dari kampus yang katanya besar merasa sudah menguasai banyak hal sampai-sampai lupa bahwa masih banyak yang perlu dipelajari. Keikhlasan untuk selalu menempatkan diri dalam posisi belajar membuka banyak kesempatan untuk mendapatkan ilmu-ilmu baru. Dimana-mana ada ilmu, tinggal seberapa peka kita menangkapnya.

Sakit hati, dianggap kurang cakap, direndahkan oleh orang yang kita rasa harusnya di bawah kita, adalah konsekuensi dari semua itu. Belajar di sekolah sifatnya hanya menerima dan mencoba memahami (entah ini sistem belajar yang betul atau tidak). Tapi belajar di masyarakat lebih real, menuntut kemampuan beradaptasi, dan terkadang keras.

No pain, no gain. Kalau ikhlas menjalani segala prosesnya, sedikit demi sedikit kita akan dianggap semakin mampu. Kita akan bergerak dari satu tanggung jawab ke tanggung jawab lain yang lebih besar. Tapi jangan menolak sebuah tanggung jawab hanya karena kita ragu akan kemampuan sendiri, justru dalam pelaksanaan tanggung jawab itu akan ada pelajaran yang bisa diambil. Lagi-lagi pelajaran. Ini adalah cara naik yang sangat elegan.

Pada akhirnya, berada di tempat baru adalah soal kemampuan beradaptasi tanpa kehilangan kebaikan yang sebelumnya sudah dimiliki dan sebisa mungkin mengubah kekurangan menjadi kelebihan yang lain, dengan belajar. Bicara soal karier, menurut saya antara belajar dan bekerja tidak bisa begitu saja dipisahkan. Bukan berarti orang yang belajar itu tidak bekerja dan orang yang bekerja tidak belajar. Alhamdulillah saya bersyukur mendapat kesempatan untuk belajar dengan dibayar.


Salam, dari saya yang juga masih belajar.


gambar by Jojo

Ahsan




Orang bilang jadilah besar karena prestasi, bukan sensasi. Namun tampaknya tahun ini nama Mohammad Ahsan terangkat lebih karena karena sensasi yang dibuatnya. Tapi sensasi tidak selamanya buruk. Ada pelajaran dan nilai-nilai yang patut disebarkan. Seperti yang dicontohkan Mohammad Ahsan.

Siapa tak kenal Mohammad Ahsan ? Semua yang mengikuti berita perbulutangkisan Indonesia pasti tahu. Bersama Hendra Setiawan, Ahsan sempat menjadi ganda putra ranking satu dunia. Sederet prestasi dipersembahkan Ahsan untuk merah putih, mulai dari 2 gelar juara dunia (2013 dan 2015), 9 title turnamen level Superseries, juara Asian Games, Sea Games (3x), belum termasuk posisi runner up dan juara tiga di berbagai kompetisi. Sampai beberapa tahun yang lalu Ahsan - Hendra adalah tumpuan Indonesia untuk meraih gelar, bersama Tontowi Ahmad - Lilyana Natsir tentu saja.

Ahsan-Hendra
Saat ini Ahsan-Hendra sudah dipisah. Hendra Setiawan selanjutnya berpasangan dengan Tan Boon Heong asal Malaysia. Sementara Ahsan bersama partner barunya, Rian Agung Saputro, saat ini sedang menapak naik dan sementara berada di ranking 30 dunia.

Bersama pasangan barunya, capaian tertinggi Ahsan baru mencapai silver medalist World Championship 2017 yang diselenggarakan di Glasgow. Tapi belakangan ini yang banyak disorot warganet justru beberapa tingkah Ahsan - Rian yang tidak lazim dalam sebuah pertandingan bulutangkis profesional.

Ahsan-Rian mulai mencuri perhatian setelah secara santun menolak bersalaman dengan seorang wasit perempuan. Wasit yang bersangkutan juga tidak tersinggung dengan hal ini, nampak dari wajahnya yang ikut tersenyum. Sejak saat itu gerak-gerik mereka, terutama Ahsan, semakin sering disorot kamera.

Menolak bersalaman dengan service judge perempuan

Beberapa tahun yang lalu ada himbauan untuk pemain badminton putri agar mengganti penggunaan celana dengan rok. Tujuannya agar permainan terlihat lebih 'menarik', meniru pertandingan tenis. Ahsan justru mendemonstrasikan antitesisnya. Dalam beberapa turnamen terakhir Ahsan tampak mengenakan semacam legging. Tujuannya ? Untuk menutup aurat, tentu tanpa mengganggu pergerakannya. Apresiasi datang dari banyak pihak untuk Ahsan (dan Rian yang kemudian mengikuti) atas pilihannya ini

Menutup aurat
Pada pertandingan bulutangkis profesional saat ini, setiap poin 11 tiap set-nya ada interval turun minum dan pelatih bisa memberikan arahan. Pada beberapa kesempatan kamera menyorot pasangan Ahsan-Rian saat turun minum. Namun ada hal yang tidak biasa. Mereka menerima instruksi dan minum sambil duduk! Budaya sederhana yang rasanya tidak pernah dipraktekkan sebelumnya di tengah panasnya sebuah pertandingan bulutangkis. Sangat menjunjung tinggi etika.

Minum sambil duduk
Perlahan performa Ahsan-Rian makin kompak dan membaik. Beberapa kali mereka menembus babak QF atau SF bahkan final sebuah turnamen superseries. Alhasil tindakan-tindakan off-field mereka semakin viral. Semoga semakin hari semakin banyak gelar yang mereka raih.

Ini adalah cerita 'hijrah' seorang Mohammad Ahsan. Menolak bersalaman, menutup aurat, minum sambil dudu adalah hal sederhana jika dilakukan oleh orang biasa. Tapi jika hal sederhana ini dilakukan oleh seorang yang powerful efeknya bisa sangat besar. Bagaimanapun Ahsan adalah salah satu pebulutangkis berpengaruh dalam satu dekade terakhir.

Layaknya kereta api yang meskipun berjalan pelan bisa melontarkan apapun yang ada di depannya, karena massanya besar. Begitu juga ini, contoh sederhana dari seorang atlet kelas dunia bisa mengajak banyak orang untuk ikut 'berhijrah'.

Bersujud
Kita tidak berhak menyalahkan seolah perubahan Ahsan ini 'terlambat'. Episode ketika Ahsan masih berpasangan dengan Hendra mungkin bukan saat yang tepat untuk pelajaran ini bisa dengan cepat menyebar. Saat itu adalah masanya Ahsan mendaki karier sebagai pemain bulutangkis hingga menjadi sosok yang besar. Pada akhirnya nama besarnya menjadi jaminan atas apa yang dilakukannya. Tindakannya diapresiasi, didukung, dan diikuti oleh banyak orang.

Sore ini (2/12), bertepatan dengan saya memulai tulisan ini, Ahsan reunian dengan Hendra dalam Kejurnas PBSI 2017 di Bangka Belitung. Sebagai mantan pasangan nomor 1 dunia mereka masih terlalu tangguh untuk pemain kelas nasional. Dengan relatif santai mereka meraih gelar juara nasional. Sorak sorai berkumandang menyambut mereka. Rindu pada pasangan yang telah banyak mengharumkan nama Indonesia. Tapi yang paling penting, Ahsan tetap menjaga nilai-nilainya. Semakin tampak dia yakin dengan yang dilakukannya.


Salam,
Chandra
saya bukan siapa-siapa, isi tulisan ini juga tidak seberapa, tapi semoga ini dihitung sebagai upaya menyebarkan kebaikan, dan semoga apa yang saya tuliskan semakin bermanfaat setiap saat, dari hari ke hari, bukan menjadi semakin sia-sia.





Pemantik Kecil




Queen of the sky julukannya. Keluarga Boeing 747. Jumbo jet yang mampu menempuh jarak lebih dari 15000 kilometer sekali terbang dengan 400 penumpang di dalamnya. Salah satu pesawat terbang paling populer dan fenomenal yang pernah dibuat.

Airbus dari Eropa berusaha mengganggu hegemoni B747 melalui A380-nya, pesawat jet yang bahkan lebih besar lagi, full double decker dengan kapasitas lebih dari 500 penumpang. Tapi pertimbangan efisiensi dan kesesuaian fleet menguntungkan pabrikan asal Amerika. A380 mulai melambat, sebaliknya keluarga B747 melahirkan generasi termudanya yang dilengkapi teknologi lebih segar, B747-8 (dibaca Boeing 747 dash eight).

B747 dan A380 melayani ratusan penerbangan tiap harinya. Status dan spesifikasinya sebagai pesawat terbang long range membuatnya hilir mudik antar negara bahkan benua. Dari Asia ke Amerika, Amerika ke Eropa, setiap hari, singgah di bandara-bandara besar di seluruh dunia.

Tapi saya ingin menunjukkan sesuatu. Pernahkah berpikir bagaimana mesin pesawat dinyalakan ? Kita selalu naik ke pesawat dalam kondisi mesin sudah menyala, jadi tidak begitu memerhatikan bagaimana mesin diaktifkan. Sebenarnyalah, baik B747 maupun A380, jumbo jet dengan maximum take-off weight mencapai sekitar 500 ton tidak bisa beroperasi tanpa sebuah perangkat yang hanya seberat Toyota Innova. [1]

Pesawat terbang komersial menggunakan sebuah perangkat yang disebut Ground Power Unit (GPU) untuk proses starting engine. Seharusnya tidak berlebihan kalau saya samakan GPU dengan Innova karena dari segi berat dan bentuk hampir sama. GPU ini lah yang memberikan power untuk mengaktifkan salah satu engine pesawat untuk selanjutnya satu engine itu memberikan power pada engine yang lain. Thrust (gaya dorong) ini menyebabkan pesawat bergerak ke depan. Kecepatan dan bentuk sayap yang unik membangkitkan gaya angkat yang cukup untuk mengangkat beban seluruh pesawat. Jadilah pesawat udara bisa terbang.

Itu tadi sekilas info soal bagaimana pesawat terbang di-starter.

Saya cuma mau bilang bahwa kadang-kadang ada hal kecil yang bisa memantik sebuah perubahan besar. Dalam pelajaran kimia SMA dulu kita diajari bahwa reaksi-reaksi kimia membutuhkan energi aktivasi untuk bisa terjadi. Kita sendiri juga menjadi saksi atas diri masing-masing bahwa yang sulit hampir dalam segala hal adalah bagian permulaannya.

Status quo adalah kondisi paling nyaman. Kalau bisa nggak usah ada perubahan. Karena perubahan sering membutuhkan energi.

Dalam beberapa kesempatan saya mengalami 'pemantik kecil' ini. Pemantik itu bisa sesederhana bertemu orang baru atau teman lama, ikut dalam sebuah seminar atau komunitas, mambaca buku atau tulisan orang di internet, atau hal-hal kecil lain. Dalam kondisi biasa itu akan memunculkan motivasi untuk beberapa hari ke depan kemudian hilang. Tapi jika kondisinya pas motivasi itu bisa memicu perubahan berkepanjangan yang efeknya mengagumkan. Banyak cerita 'hijrah' dipicu sesuatu yang sederhana bukan?

Sebagai anak muda yang punya cita-cita dan mengejar banyak hal, belum saatnya untuk mencari tempat aman. Sekarang adalah masanya mencari sebanyak mungkin pemantik-pemantik kecil yang karenanya kita bisa jadi lebih menyala. Tidak semua pemantik itu bersahabat, ada juga yang tajam, sadis, dan panas. Seorang pimpinan perusahaan penghasil traktor di Italia punya masalah dengan Enzo Ferrari lalu memutuskan masuk bersaing di industri mobil sport. Dialah Ferruccio Lamborghini, pendiri Lamborghini.

Walau begitu, perasaan saya lebih banyak pemantik itu menyenangkan. Langkah yang dimulai dengan senyum optimisme mungkin memang lebih bisa sustain.


Aku sedang berpetualang menantang jiwa yang tenang
Menikmati anugrah indahnya alam
Sungguh senang berpetualang membakar semangat juang
Mewarnai hidup yang takkan terulang
Endank Soekamti - Berpetualan


Yok menyala bareng-bareng!!


Chandra


[1] Normalnya pesawat distarter menggunakan GPU, namun jika tidak tersedia (atau perlu menyalakan pesawat di udara) starter bisa dilakukan menggunakan APU (Auxiliary Power Unit) yang tertanam pada pesawat.

Review Tulisan : Tips PDKT Usia 20 Tahun ke Atas by iBas



Barusan dapat broadcast ini di LINE terus jadi pengen komentar. Kebetulan udah lama nggak nyentuh blog juga (relative to my usual rate). Judulnya Tips PDKT usia 20 tahun ke atas a la iBas dari akun Baskoro Aris Sansoko. Cekidot

*****

[Tips PDKT usia 20 tahun ke atas a la iBas]

Entah ya, aku merasa usia 20 tahun ke atas itu sudah mulai mertimbangkan buat pernikahan. Ya walaupun rencana nikah umur 25 atau bahkan belum ada rencana, tetapi setidaknya mulai ada kecenderungan untuk berpikir ke arah sana.

Ditambah dengan mulai sibuknya hidup cari tambahan penghasilan, kuliah, atau apapun. Mulai berpikir gimana caranya biar enggak banyak minta sangu. Belum ketambahan sering begadang dan sebagainya. Apalagi kalau ikut kepanitiaan, organisasi, gerakan, macam-macam.

Intinya waktu jadi tambah sempit.

Dulu jaman SMP atau SMA yang masih longgar, rasanya "mengejar" sosok yang kita sukai itu perlu pelan-pelan, slow, dan penuh langkah hati-hati.

Yang entahlah untuk itu kalau hari ini ngerasa kelamaan. Terlalu sayang sama waktu. Belum ditambah dengan drama-drama yang rentan terjadi.

Got no time for that kind of shit lah intinya.

Jadi kira-kira gini tips PDKT dariku.

1. Pastikan ada targetnya. Obvious. Duh.

2. Jangan pupuk harapan dan eskpektasi berlebih. Biasa aja gitu. Dia bukan the one, satu-satunya, atau siapapun yang pasti berhasil membahagiakanmu. Tanamkan pada dirimu kalau kebahagiaanmu ya tanggung jawabmu. Orang lain itu penambah saja.

Plus kamu enggak tahu dia the one atau enggak kalau belum interaksi banyak. Jangan kemakan romantisasi cinta pandangan pertama di film, literatur, atau cerita pengalaman.

3. Langsung aja samperin atau hubungi dia dan bilang, "Halo. Aku jujur ada interest sama kamu. Well, kalau kamu enggak keberatan, bisa enggak kita buat lebih saling kenal?"

4. Respon dia positif? Bagus. Lanjutkan. Kenali dia dulu. Enggak usah buru-buru nawarin komitmen. Sayang pun enggak harus nawarin komitmen. Sans dulu. Tarik napas.

Ketemuan sekali dua kali. Ngobrol. Nonton. Makan. Apapun buat cek kalian obrolannya nyambung enggak, jalan hidup kalian compatible enggak. Kamu consider develop hubungan buat have fun aja atau emang serius. Itu harus cukup terlihat jelas dari awal.

Jadi biar enggak nawarin komitmen padahal cuma mau have fun. Biasanya banyak yang gini biar dapet fun-nya ntar kalau udah bosen dibuang.

5. Responnya negatif? Yaudah. Move. Orang lain masih banyak hadeuh. No time for lingering to that one.

6. Kalau udah beberapa kali ketemu, cocok, senang, dan ada clue-clue mau ke hubungan yang berkomitmen. Mulai dengan bicarakan deal breaker masing-masing. Apa yang tidak bisa ditoleransi dan apa yang masih bisa dibicarakan.

Sometimes ada orang yang butuh bisa have sex di luar relationship yang ada. Nah itu perlu dibicarakan di awal, bukan waktu sedang dalam hubungan.

Biar nanti masuk hubungan itu enggak ribet "kok kamu begini?" ya salah kalian berdua karena enggak dibicarakan di awal.

7. Kalau ternyata kalian berdua bisa deal with it, ngerasa enggak keberatan dengan kondisi satu sama lain. Ya mulai saja hubungannya. Jaga keterbukaan. Dan berusahalah untuk menjadi lebih pengertian pada pasangan. Make sure bukan cuma kamu yang berusaha menjalankan hubungan yang baik; itu bukan relationship tapi relationself.

Yasudah. Gitu aja. Enggak kebanyakan ruwet. Enggak pake waktu banyak. Enggak pake drama ribet follow prestigeholic nangis-nangis ke temenmu.

Life is already hard.

Ditambah relationship atau pre-relationship kebanyakan drama, passive aggresive, gatel-gatel tembel*k kucing, dan semacamnya itu kayak ngapain banget.

Usaha setia? Ujian cinta? Ogah.

Ada cinta yang woles dan happy. Ngapain pilih yang kebanyakan cing cong.

#hubungansehat

*****

#hubungansehat

Bagus sih saya bilang. I mean, belum bicara kontennya, tulisan ini menjadi legitimasi bagi pemuda pemudi yang sedang mencari bahwa kamu nggak sendirian berpikir ke arah pernikahan di umur 20an ke atas. Galau itu normal. Jatuh cinta itu wajar. Yang dipesankan oleh Mas Ibas itu adalah untuk menjaga dinamika masa-masa itu tetap sehat. 

Legitimasi itu, setidaknya bagi saya, menambah kepercayaan diri karena yakin bahwa bukan hanya saya yang mencari. Sesungguhnya kita saling mencari. Ada yang cepat ada yang lambat. Ada yang lancar ada yang terjal. Lebih dari itu ada pertanyaan-pertanyaan yang muncul. Nyarinya dimana ? Nyari yang seperti apa ? Tapi buat saya yang paling membingungkan adalah Bagaimana memulainya ?

Dari tulisan di atas, nomor 1 sampai 3 adalah penegasan bahwa "normal kok melakukan bidding untuk urusan mengenal orang lain (lawan jenis)", dengan nomor 2 adalah rambu-rambu untuk tidak terlalu jauh melangkah dalam proses itu. Memang datangnya jodoh nggak bisa dikira-kira. Ada yang awalnya sama sekali nggak kenal tiba-tiba dipertemukan-Nya. Tapi akui saja bahwa di usia 20an ini kecenderungan tarik menarik itu pasti ada. 

Tentang bagaimana biddingnya, nah itu banyak caranya. Anak muda harus banyak akal. Melihat kondisi, latar belakang, kesamaan, dan informasi awal harus dipilih cara yang paling mungkin berhasil. Buat apa bidding kalau tujuannya bukan untuk berhasil ?

Dalam kondisi apapun yang namanya bidding belum tentu berhasil. Malah kadang kemungkinan gagal lebih besar karena bisa jadi banyak 'saingan' yang menginginkan hal yang sama. Makanya nomor 4 dan 5 kondisional, kalau respon positif lanjutkan, kalau negatif ya sabar wkwk, move on, move up. Lanjutkan-nya tetap pada batasan nomor 2 tadi, jangan over, tapi percayalah bahwa nambah kenalan itu baik. Kalaupun gagal, teman yang baik itu investasi.

Nomor 6, sejujurnya saya baru dengar istilah deal breaker. Tapi bener juga, nggak usah dipaksakan kalau memang ada yang tidak bisa disatukan. Sama-sama salah langkah mendingan diketahui lebih awal biar ada lebih banyak waktu untuk memperbaiki keadaan. Plus tentu saja sebelum kesalahan itu merusak nama baik. Katanya nama naik itu lebih berharga daripada uang.

Terakhir pendapat saya soal nomor 7, prosesnya lebih cepat lebih baik dan harus jadi lah kalau sudah sampai tahap ini...

Layaknya minum obat, kita tidak tahu bagaimana prosesnya obat itu bekerja tapi tetap meminumnya. Kita percaya bahwa obat itu bisa membuat kondisi kita membaik. Mungkin mekanisme jodoh juga begitu. Harus percaya bahwa sudah disiapkan-Nya orang yang tepat, di tempat yang tepat, dan pada waktu yang tepat. Mungkin jauh atau bisa juga dekat. Mungkin bukan hari-hari ini tapi semoga nggak lama-lama hahahaha. Modal iman, manusia lebih banyak nggak tahunya daripada tahunya.

Tentu setiap orang punya preferensinya masing-masing soal ini. Seperti broadcast-broadcast pada umumnya, tulisan ini pun menuai pro kontra, terlihat dari kolom komentarnya. Tapi saya salut pada mas Baskoro Aris yang menuliskan hal ini. Good Job!



Chandra



Why No One Can Lift Thor's Hammer : Quantum Mechanics




Judul Film : Thor - Ragnarok
Rilis : 3 November 2017 (USA)
Produser : Kevin Feige
Sutradara : Taika Waititi
Genre : Action, Sci-fi, Adventure
Cast : Chris Hemsworth, Tom Hiddleston, Cate Blanchett, Idris Elba, Jeff Goldblum, Mark Rufalo, etc

Udah nonton Thor-Ragnarok ? Kalau belum segera nonton gih, bagus. Unsur petualangannya, canggihnya, dan lucunya dapet semua. Koneksi dengan film yang sebelum-sebelumnya sukses bikin film ini jadi nostalgis. Yang paling jelas tentu si hijau besar Hulk yang ikut hadir di cerita ini, bahkan mungkin orang yang belum tahu siapa Hulk sebelumnya akan paham tentang sosok ini, walaupun film ini tentang Thor bukan tentang dia.

To conclude, ini film berkelas dan bergizi yang layak tonton.

Lah udah kesimpulan aja ? Iya, soal kritik dan review film ini teman-teman liat aja di Rottentomatoes dan IMDb, jauh lebih kredibel daripada kata-kata saya.

Saya cuma mau berbagi cerita soal obrolan beberapa hari yang lalu dalam perjalanan menuju Pusdikkav Padalarang. Analisis tentang palu Thor dan bagaimana dia bisa menggunakannya hahaha. Ini adalah hasil diskusi, bukan pikiran saya semata, bahkan honestly saya lebih banyak diam dan mendengarkan.

Thor : Ragnarok adalah film sci-fi, bukan film sihir. Pembuatnya pasti punya hitung-hitungan soal hal-hal 'ajaib' yang terjadi di film ini (dan film-film sci-fi yang lain juga). Yang perlu diingat adalah barangkali hal-hal yang saat ini masih kita anggap mustahil dan misterius hanyalah sesuatu yang belum kita pahami.

Film ini, seperti film-film Marvel yang lainnya, tidak dapat dipisahkan dari rangkaian film-film sebelumnya. Jadi semakin kesini semakin banyak bahan terakumulasi bagi penikmat film untuk berdiskusi mengenai hal-hal magis yang terjadi. Sedikit demi sedikit clue diberikan sehingga unsur fiksi-nya semakin terjelaskan. Lebih dari itu, and this is the kicker, clue yang muncul dalam film ini adalah : cara kerja Palu Thor, Mjolnir.

Dalam Thor : Ragnarok dijelaskan secara eksplisit bahwa palu itu terbuat dari inti bintang yang sudah mati, jelas. Apa artinya ? Inti bintang mati memiliki massa yang sangat-sangat besar, bisa mencapai jutaan ton yang terkumpul pada volume yang sangat kecil. Akibatnya palu itu menjadi sangat berat untuk ukuran sebuah senjata tangan, sangat berat. Karena beratnya, ketika palu itu diletakkan,dia seperti terkunci pada posisinya dan tidak bisa diangkat.

Tapi jangan dibayangkan Mjolnir itu sebuah entitas yang sangat berat. Karena kalau sesederhana itu dia tidak akan bisa diletakkan di atas meja (Avengers : Age of Ultron). Benda dengan berat setara milyaran gajah tidak mungkin tidak menghancurkan meja tempat dia berada, walaupun itu mejanya Tony Stark. Di sisi lain, ketika Tony Stark mencoba mengangkat palu itu menggunakan Iron Man Gloves pada gaya yang lebih besar dari berat teoretis Mjolnir dia gagal. Maka Mjolnir bukan sekedar soal berat, there must be something beyond that.

Btw, masih ingat rumus gravitasi ? F_grav = G x m1 x m2 / r^2

Paling mudah memang membayangkan gravitasi sebagai 'gaya tarik bumi'. Tapi sebenarnya gaya tarik menarik terjadi di mana saja. Kamu dan orang di sampingmu (semoga kamu nggak lagi sendirian waktu baca ini ya) juga saling tarik menarik, hanya saja faktor konstanta gravitasi (G) yang ordenya 10^-11 itu membuatnya terlalu kecil untuk mendekatkan kalian. ciee...

Benda-benda yang ada di semesta memancarkan yang namanya graviton. Menurut wikipedia, graviton is a hypothetical elementary particle that mediates force of gravitation in the framework of quantum field theoryWhy the f*** sekolah cuma mengajarkan rumus tanpa menjelaskan teori-teori di baliknya, kupikir anak SMA sudah cukup dewasa untuk memahami ini.

Pancaran graviton ini yang membuat benda-benda di bumi punya efek 'jatuh ke bawah'. Dan seperti yang dijelaskan wikipedia, graviton berhubungan dengan bahasan mengenai kuantum mekanik. Lalu apa hubungannya dengan Thor dan palunya ?

Sekali lagi ini film sci-fi, bukan film sihir. Bangsa Asgard, bangsanya Thor, adalah bangsa yang memiliki penguasaan yang sangat tinggi atas teknologi. Tapi expertise itu mereka tutupi dengan menjadikan seolah-olah itu sihir.

Thor, sebagai bagian dari bangsa Asgard, memiliki kemampuan yang unik (walaupun canggih, jenis keahlian tiap orang Asgard beda-beda). Somehow dia dapat memprogram palunya pada level kuantum dan menjadikannya seolah ringan. Dia mampu memodifikasi pancaran graviton sedemikian sehingga palunya seperti tidak terasa berat di tangannya. Thor bisa seenak hatinya mengatur perilaku 'berat' palu kesayangannya.

Itu menjawab mengapa nyaris tidak ada yang dapat mengangkat palu itu kecuali Thor, di luar genggaman Thor palu itu seperti terkunci. Tapi bukan hanya itu, premis tentang dia mampu mengatur berat melalui modifikasi kuantum juga menjawab mengapa dia bisa terbang menggunakan palu itu. Kalau diperhatikan, sebelum terbang dia memutar-mutar benda itu, saat itu yang dilakukannya adalah men-generate momentum sebesar-besarnya. Kita tahu bahwa momentum adalah perkalian dari kecepatan dan massa. Dengan kemampuannya tadi, dua variabel ini sepenuhnya berada dalam kendalinya, baik magnitude maupun arahnya. Hasilnya dengan momentum yang besar itu dia cukup berpegangan saja pada palu dan otomatis akan melesat bersamanya.

Lebih dari itu, ini juga menjawab mengapa Tony Stark gagal mengangkat Mjolnir tadi, barangkali ketika dikenai gaya dalam jumlah besar ada stimulus yang membuat palu itu memancarkan graviton lebih banyak. Well, Tony Stark yang 'juragan' di Avengers aja nggak bisa ngangkat palu itu.

Pada satu scene Odin berkata bahwa kekuatan yang sebenarnya sudah ada pada diri Thor sendiri, palu itu hanya membantu memfokuskannya. Memang begitu, Thor 'memprogram' palu itu sehingga dapat dia gunakan untuk bertarung. Tapi dalam pertarungan, bagaimana dia menggunakannya menjadi lebih penting. Bukan soal alatnya, tapi soal orangnya.

Ini cuma satu dari sekian banyak teori yang terserak tentang Thor, pasti tidak sepenuhnya benar, bahkan mungkin lebih dekat ke salah daripada ke benar, krearor Thor bisa lebih menilai. Memang diskusinya masih agak dangkal, belum jauh menilik film-film terdahulu yang melibatkan Thor. Tapi setidaknya setelah saya cek argumen graviton ini tidak bertentangan dengan magic-magic Thor yang pernah ditampilkan sebelumnya. Diskusi pagi itu memang nggak panjang-panjang amat, Bandung-Padalarang terasa cuma sak plinthengan kalau lewat tol.

Tapi sungguh salah satu tanda kesuksesan sebuah film fiksi ilmiah adalah ketika film itu mampu memancing banyak diskusi dari masyarakat dunia. Mengapa dunia ? karena mudah kalau mau menjadi menarik untuk masyarakat satu negara atau budaya atau bahasa saja. Tapi untuk membuat seluruh dunia berdiskusi dibutuhkan argumen-argumen yang universal. Dalam film Thor : Ragnarok, ini berhasil dilakukan.

Selamat menonton



Chandra
Btw, orang yang nonton film, baca buku, streaming youtube untuk belajar dan menambah wawasan emang beda ya. Berada di antara mereka sangat saya syukuri. Baru 2 minggu masuk tim proyek Pusdikkav langsung bertambah wawasan soal manusia purba, teori evolusi, bedanya marvel dan dc comic, strategi perang sun tzu, ps 4, baterai samsung galaxy seri A, dll. Really enjoyable!! 

Membeli Bukan Sekedar Transaksi


Pesan seorang senior di kantor, "Kamu sekarang cari sambilan, buat backup, mumpung masih banyak waktu luang, nanti bisa sekalian buat mengkader istri..". Obrolan sambil makan nasi goreng kambing, bukan acara pengenalan perusahaan atau apapun seperti kawan-kawan yang juga mulai bekerja, karena memang gak ada, sudah dianggap langsung siap mroyek karena sejak dulu sudah sering main kesana, dianggap sudah kenal.

Fleksibilitas sistem kerja memungkinkan saya untuk secara paralel mengerjakan sesuatu yang lain. Dengan mempertimbangkan keinginan untuk belajar, passion, dan prediksi pasar, saya putuskan kegiatan yang menguntungkan untuk dilakukan saat ini adalah : jualan alat-alat dan aksesoris panahan secara online.

Ini adalah pengalaman pertama saya berjualan secara profesional. Tentu masih sangat noob dibandingkan olshop-olshop yang sudah jauh lebih senior. Tapi saya suka sistem tokopedia yang memungkinkan toko baru untuk bersaing dengan yang sudah lebih dulu masuk. Akhirnya saya pilih Tokopedia sebagai marketplace toko pertama saya ini. Awalnya saya mau buka juga di Bukalapak, tapi ternyata mengurus satu saja udah cukup repot.

Pada Sea Games 2017 kemarin cabor panahan cukup sukses dan menyumbangkan beberapa medali. Pasca itu sepertinya olahraga panahan semakin populer di Indonesia. Info yang saya dengar dari sesama penghobi, di beberapa daerah lahir komunitas-komunitas panahan baru. Komunitas baru = pasar meluas. Apalagi ini termasuk aktivitas hobi dan rekreasi, pegiatnya biasanya siap mengeluarkan budget lebih.

Marketplace siap, pasar ada, barang mulai berdatangan, akhirnya dengan mengucap bismillah saya buka toko online pertama saya : BANDOENG ARCHERY



Sebagai toko yang masih baru, saya belum punya banyak bintang dan ulasan yang biasanya jadi pertimbangan calon pembeli, yah walaupun alhamdulillah sekarang sudah hampir tiap hari ada penjualan dan hasilnya lumayan lah sebagai pengalaman pertama dan usaha sampingan. Tapi kalau teman-teman hobi panahan atau ingin mencoba olahraga ini - sunnah loh - boleh banget belanja di kami hehehe. Atau kalau teman-teman punya kenalan yang hobi, boleh direfer ke toko saya. Minimal doanya semoga usaha ini berkah :)

Btw, untuk meningkatkan penjualan, saya menggunakan fitur TopAds di tokopedia sehingga jika ada orang mencari kata kunci tertentu barang saya akan muncul di bagian atas. Melalui fitur TopAds saya bisa tahu berapa kali produk itu ditampilkan, berapa orang yang meng-klik, persentasenya, dan berapa yang terjual. Saat ini persentase klik produk saya ada di sekitar 4%. Artinya secara rata-rata dari 100 kali iklan muncul ada 4 orang yang meng-klik. Kalau dari yang saya baca di forum-forum jualan online, persentase 2-3% oke, di atas 3% bagus.

Melihat statistik ini saya jadi terpikir penjual makanan, asongan, koran, mainan, tongkat tol, atau apapun yang biasa menjajakan jualannya di jalanan itu. Betapa banyak kendaraan dan manusia yang lewat tanpa menoleh kepadanya, termasuk saya. Kalau kita tanya penjaja di pinggir jalan itu ia akan menjawab dia berjualan untuk makan. Tapi setelah saya merasakan sendiri sensasi menjual sungguh berdagang bukan cuma soal keuntungan, tapi juga kebahagiaan dan rasa syukur. Tidak ada notifikasi lebih menyenangkan akhir-akhir ini selain notifikasi order baru di akun tokopedia saya.

Berbeda dengan pekerja kantoran atau pegawai negeri yang relatif sudah tahu berapa dia akan dapat nanti ketika tanggal gajian, para pedagang itu tidak tahu. Mereka pagi-pagi berangkat dari rumah tanpa tahu petang nanti pulang akan membawa apa. Mereka sampai pada tingkat keberserahan yang lebih tinggi dari rata-rata orang. 

Dulu diajarkan oleh guru agama di sekolah bahwa berniaga adalah salah satu sumber rejeki, bahkan profesi yang recommended. Membeli dari pedagang jalanan bukan sekedar membantu mereka menyambung hidup atau menafkahi keluarganya. Di saat yang bersamaan kita memberi mereka alasan untuk berbahagia dan kemudahan untuk lebih bersyukur. Lebih dari itu, dengan membeli bahkan mungkin kita akan menyelamatkan mereka dari meragukan kasih sayang Tuhan.


Chandra 


Tentang Menulis



Tepat setahun yang lalu, 1 November 2016, saya curi-curi waktu di tengah kuliah Teori Kendali untuk menyelesaikan order domain dan hosting berbayar di Qwords. Penasaran banget waktu itu untuk segera punya domain web yang keren. Karena belum pernah mengurusi hal macam ini sebelumnya jadi waktu itu agak rumit dan bingung juga menyelesaikan prosesnya. Tapi alhamdulillah  siang itu juga beres, www.nurohmanchandraaa.blogspot.com berubah jadi www.chandranurohman.com.

Saya memulai dengan langganan satu tahun dulu waktu itu. Biayanya sekitar 360 ribu. Yah kalau dirata-rata setiap harinya keluar seribu rupiah untuk mendanai website ini. Worth it untuk sebuah platform yang memberikan saya kesempatan menuliskan banyak hal - dan dibaca secara on-demand. Artinya kawan-kawan pembaca memang berniat masuk ke blog ini, bukan nggak sengaja nemu di timeline, seperti konsep sosial media lain.

Saya harus katakan bahwa pengunjung blog ini masih terbilang sedikit, sekitar 62000 terhitung sejak akhir Januari 2016. Nggak sebanding lah ya dengan blog-blog para influencer yang sudah banyak audience dan beken punya teman dimana-mana. Saya sebaliknya malah sering kali lebih nyaman menyendiri atau berkumpul dengan kawan-kawan dan sahabat dekat saja hehehe.

Saya bersyukur kalau blog ini ada banyak yang baca. Tapi buat saya angka bukanlah segalanya. Karena bagi saya punya kemampuan dan tempat untuk menulis saja sudah nikmat yang luar biasa. Karya adalah investasi, termasuk tulisan. Orang bilang "hati-hati posting di internet, tidak akan benar-benar hilang walau dihapus". Jadi kenapa nggak memposting yang bagus-bagus saja ? Makin lama beredar di dunia maya makin bagus efeknya.

Saya merasa, rutin menulis selama hampir dua tahun ini - walaupun tidak semuanya bermutu - mengasah kemampuan saya untuk menurunkan kata-kata dan merangkainya menjadi kalimat dan paragraf. Ini sering kali membantu ketika saya berada pada kondisi dimana memang diharuskan menulis. Tugas akhir saya bahkan mungkin tidak akan selesai secepat kemarin itu kalau tidak terbiasa menulis sebelumnya. Bahkan beberapa kali saya dimintai tolong teman mereview tulisannya untuk berbagai keperluan, alasannya minta tolong pada saya : "kamu kan terbiasa nulis"

Yang menarik dari blog adalah kita tidak pernah tahu siapa-siapa saja yang membaca tulisan kita. Berbeda dengan media sosial lain, misalnya instagram, orang yang mem-follow kita-lah yang akan melihat konten yang kita upload. Orang tua, anak cucu, teman, atasan, bawahan, jodoh yang kita belum tahu, bahkan orang yang berada di belahan dunia lain bisa membaca.

Sejujurnya saya suka ngepo blog orang, terutama teman-teman saya di kampus, sekolah, bahkan yang baru kenal sekilas. Alasannya karena dari blog saya bisa mendapatkan banyak informasi soal pribadi penulis : latar belakangnya, hobi, buku film musik favorit, dll. Makanya kalau punya kenalan baru saya selalu coba cari apakah dia punya blog dan masih update. Kadang ada yang punya tapi aktifnya tahun 2010-2011an, tulisannya masih sangat alay dan malah bikin ngekek sendiri :D

Karena baru langganan satu tahun, kemarin muncul notifikasi dari Qwords bahwa saya harus segera memperpanjang masa langganan agar domain ini bisa tetep dipakai. Without any doubt saya segera mengurusnya, biayanya tetap sama, sekitar 360rb/tahun. Kata beberapa teman, "lanjutkan lah, sayang kalo enggak", "keep up your post!"

Terima kasih ya untuk semua yang sudah membaca :)
Baik yang membuka blog saya secara sengaja, mengklik link yang saya share di sosmed, atau bahkan mem-bookmark blog ini, u da real MVP...
Juga terima kasih pada google yang membuat tulisan saya soal paspor kilat jadi unggulan SEO dan jadi banyak yang menghubungi saya.
Terima kasih atas semua komentar, pertanyaan, kritik, saran, dll dari kawan-kawan semua.

Enjoy blogwalking!


Chandra - masih belajar menulis



The Universal Game



nb. mungkin di tulisan ini tidak ada premis yang dominan atau moral value yang bisa diambil, saya cuma tiba-tiba terinspirasi kartu remi.

Melihat kartu remi (playing cards), saya jadi terpikir sesuatu. Betapa hebat benda yang satu ini. Kartu remi adalah hardware yang dapat diinstal berbagai jenis program. Bayangkan saja, hanya terdiri dari 52 kartu tapi ada ratusan bahkan ribuan permainan yang dapat dilakukan dengan alat ini.

Saya tidak habis pikir bagaimana dulu penemunya menciptakan ini. Atau mungkin dulunya si penemu cuma membuat satu dua permainan dengan kartu ini tapi seiring berjalannya waktu berkembang inovasi-inovasi baru dari penggunanya di seluruh dunia. Kalau begitu berarti kartu remi sama canggihnya dengan program komputer jaman sekarang, memiliki community support yang luas dari seluruh dunia, orang-orang membuat patch-patch lalu membagikannya di forum. Open source, macam Linux. Wow.

Di Indonesia saja jenis permainan kartu ada banyak. Remi, 41, omben, cangkul, poker, jib-jiban dll. Kalau di luar negeri selain poker masih ada solitaire, blackjack, bridge. Belum lagi mainan sulap, rumah kartu, bahkan ramalan nasib. Sayang memang untuk sebagian kalangan kartu remi memiliki konotasi buruk karena dianggap dekat dengan judi.

Sebagai permainan board game, kartu remi mungkin yang paling banyak dimainkan. Dia dimainkan mulai dari warung kopi sampai arena olimpiade, gile. Remi jauh lebih universal daripada kartu domino atau adiknya lagi, Uno, yang harganya jauh lebih mahal.

Sekarang banyak sekali board game yang sudah dibuat versi digitalnya. Bahkan sejak jaman Windows XP dan Intel Pentium dulu Solitaire sudah jadi salah satu game bawaan Windows paling favorit, hayo siapa yang belum pernah main ?
Poker sekarang sudah banyak versi mobile-nya di Android dan iOS. Blackjack bahkan di hp Symbian dulu seingat saya sudah ada.

Walaupun begitu tetap ada yang kurang kalau cuma main via hp atau komputer. Board game, terutama remi yang cabang permainannya banyak adalah sarana pertukaran budaya yang efektif. Maklum, walaupun sama-sama di Indonesia tapi aturan main tiap daerah bisa beda. Sama-sama poker aja masih ada pilihan mau pakai aturan angkringan atau aturan Las Vegas wkwk.

Satu hal yang hampir tidak mungkin terjadi : main kartu tanpa misuh. Kartu adalah bahasa yang dipahami setiap orang. Orang yang belum saling kenal, kalau main kartu bareng bisa jadi guyon bareng, rame bareng. Dan kalau sudah saling misuh tanpa menyakiti artinya mereka sudah jadi teman :D

Hahaha itu pikiran random saya yang tiba-tiba muncul waktu melihat kartu remi. Tiba-tiba ingatan terlempar ke masa-masa lalu waktu masih sering main kartu. Sekarang sudah jarang, paling sering main karambol di lab komputer kampus di sela-sela TA karena itu mainan yang tersedia.

Saya kenal kartu remi sejak dulu tapi tidak pernah benar-benar melihat orang berjudi menaruh uang[1]. Jadi dulunya saya agak heran ketika ada orang yang mengasosiasikan kartu remi dengan judi. Yaa walaupun saya punya pengalaman, tukang rujak eskrim langganan saya di dekat Masjid Agung Bantul pernah tutup beberapa bulan, saya pikir bapaknya sakit atau kenapa, ternyata ditahan polisi gara-gara ketahuan main judi di acara nikahan tetangganya -_-

Saya tidak setuju dengan orang yang main kartu di pos ronda sambil ngopi sampai pagi apalagi sambil judi, tidak adakah hal lebih bermanfaat ?
Tapi bagaimanapun kartu remi adalah permainan yang canggih. Satu set kartu untuk ribuan permainan. Permainan yang sangat mudah dimainkan di mana saja dan kapan saja. Mengasah cara berpikir, intuisi, prediksi, dan kadang juga ingatan. Dan yang paling penting bisa menambah teman.

It's not about the cards you've been dealt. It's how you play your hand

Let's play! Shuffle it!


Chandra

[1] Saya belum pernah melihat orang berjudi kartu dengan uang di meja, tapi kadang-kadang pemain memang tidak melakukan itu. Mereka membuat catatan semacam scoring yang nanti somehow dikonversi jadi nilai uang.


sumber gambar : Pixabay (free)


Film Review : Nothing is Unbeatable, Never Lose Faith



Judul Film : Facing the Giants
Produser : Stephen Kendrick, Alex Kendrick, David Nixon
Sutradara : Alex Kendrick
Cast : Alex Kendrick, Shannen Fields, Tracy Goode, James Blackwell, Bailey Cave, Jim McBride
Tanggal rilis : 29 September 2006
Durasi : 111 menit
Bahasa : English


Shiloh Christian Academy. Bukan tanpa alasan sepertinya nama itu dipilih sebagai latar utama film ini. Lepas seperempat awal film, nilai-nilai dan nuansa Kristen sangat kental terasa. Dimulai dari amarah Grant Taylor yang mempertanyakan kehadiran Tuhan dalam hidupnya yang dia rasa tidak kunjung membaik padahal dia selalu berdoa. Kekalahan tim football asuhannya, terancam dipecat dari kursi kepelatihan, mobil ngadat, perabotan rumah rusak, hingga vonis mandul bertubi-tubi memukul Grant. Grant memutuskan untuk menjadikan Tuhan sebagai pelariannya, sejak itu film ini sarat dengan nasehat religius. Intinya, film ini menekankan untuk selalu "mencari berkah".

Saya sengaja tulis ini di awal karena barangkali akan ada yang sensitif dengan ini. Tapi ingat bahwa premis utama film ini, yaitu "facing the giants" adalah nilai hidup yang universal. Jangan lupakan bahwa Al-Quran juga mengisahkan David (Nabi Daud a.s.) vs Goliath (Jalut).

Kalau di dunia sepakbola ada istilah "A player can be greater than his country", misalnya ketika kemarin Leo Messi 'sendirian' membawa Argentina lolos ke Piala Dunia 2018 Rusia, dalam film ini berlaku "A scene can be greater that the entire film". Sejak peluncurannya tahun 2006, film ini termasuk jarang diputar di layar kaca Indonesia sehingga mungkin tidak semua orang tahu. Tapi saya yakin hampir semua dari Anda tahu scene ini :

Facing the Giants - Death Crawl scene

Saya bukan reviewer film, juga tidak paham bagaimana mekanisme cerita film dibuat, urusan teknis macam lighting, editing, dll juga awam. Simpelnya, saya tidak bisa menilai baik-buruknya sebuah film dari sisi-sisi itu layaknya kritikus film profesional. Saya hanya berbagi cerita tentang film yang 'bergizi' dari sudut pandang saya. Menonton film ini, somehow saya mendapatkan impresi "oh, ini bagus dibagikan ke teman-teman".

Impresi terbesar yang saya dapatkan dari film ini tentu unsur motivasinya. Scene di atas adalah salah satu yang paling impactful. Tidak heran kalau potongan film itu diputar dimana-mana  sebagai video motivasi. Adegan ini di-cut sepanjang sekitar 4 menit dan menjadi video yang sangat viral.

Sejujurnya jalan cerita film ini sangat biasa, endingnya pun sudah bisa ditebak. Memang ada beberapa tikungan, namun karena penonton sudah tahu bahwa "yang baik pasti menang" maka eskalasinya tidak terlalu terasa.

Nilai plus dari film ini justru dialog-dialog dan drama antar tokohnya yang sengaja diselipi nasehat dan motivasi. Efek negatifnya memang jadi kurang natural, something like "lebay ah, di dunia nyata nggak mungkin sebijak itu". Tapi di sisi lain itu menjadikan film ini sangat kaya dengan nilai moral.

Orang cenderung menerima nasehat jika dia merasa frame-nya sesuai dengan mereka. Maksudnya, sebagus apapun moral value-nya akan sulit diterima orang dewasa jika film itu melulu soal anak-anak. Begitu pula sebaliknya, anak-anak belum mengerti permasalahan orang dewasa sehingga tidak bisa memahami nasehat-nasehatnya. People only hear what they want to hear.

Tapi tidak dengan Facing the Giants, film ini menghadirkan dua sisi perjuangan sekaligus. Yang pertama adalah anak-anak tim football Shiloh Eagles yang mengajarkan bahwa butuh pengorbanan besar untuk mencapai kemenangan. Serta yang kedua Grant Taylor itu sendiri yang masalahnya sudah saya tuliskan di atas. Oleh karenanya, saya pikir siapapun yang menonton film ini akan tergetar hatinya.

Meskipun sudah berumur 11 tahun, film ini masih relevan hingga sekarang, bahkan mungkin sampai nanti-nanti. Ini karena filosofi yang terkandung di film ini akan berlaku sampai kapanpun, yaitu : Grit.
Grit dapat diartikan sebagai passion and perseverance for long term goals, atau kegairahan dan keuletan serta ketangguhan untuk mewujudkan cita-cita jangka panjang - Prof. Ichsan Setya Putra (dalam Catatan Ikut Ultra Marathon #1)
Sedikit di luar film, tapi masih berhubungan dengan olahraga. Jadi weekend kemarin, sebagai ajang fundraising, alumni FTMD bersama BNI mengadakan BNI-ITB Ultra Marathon 170k. Peserta berlari 170 kilometer melalui rute Jakarta - Bogor - Puncak - Cianjur - Cipatat - Padalarang - finish di kampus ITB Bandung. Kalau kuat jarak 170 km boleh ditempuh sendirian. Tapi kalau tidak, boleh dalam tim beranggotakan maksimal 17 orang (atau 16?). Tim Dosen FTMD mengirimkan 16 dosen untuk mengikuti ini, salah satunya adalah Prof. Ichsan. Satu orang peserta menempuh jarak 10 km. Perlu diingat bahwa perjalanan Jakarta-Bandung elevasinya naik jadi track cenderung menanjak dan karena sistemnya seperti marathon maka ada peserta yang berlari tengah malam, ini jadi tantangan tersendiri. Tapi beliau-beliau finish dengan sempurna.

Pagi ini Prof. Ichsan mengirim tulisan beliau "Catatan Ikut Ultra Marathon part #1, #2, dan #3". Terima kasih atas inspirasinya, Pak.

Never Give Up, Never Back Down, Never Lose Faith - Facing the Giants


Chandra

Keburukan yang (Harus) Terjadi



Saya termasuk orang yang setuju bahwa terkadang kita perlu merelakan terjadinya mudarat kecil untuk mencegah mudarat yang lebih besar.

Suatu ketika kita berada dalam sebuah perjalanan darat dari Jogja menuju Jakarta yang memakan waktu semalam suntuk. Kita berangkat dari Jogja bermobil, berangkat ba'da Ashar karena besok ada meeting di Jakarta jam 8 pagi. Di sisi lain kita tidak bisa berangkat lebih awal karena beberapa anggota rombongan baru ready sore hari itu. Di tengah perjalanan muncul masalah bahwa di mobil itu hanya ada 1 orang yang capable untuk nyetir mobil. Satu jam sebelum masuk Bandung dia tampak sangat lelah karena memang sejak hari sebelumnya sudah banyak acara. Rombongan itu dirundung dilema. Mereka galau antara meneruskan perjalanan dengan sopir mengantuk atau memberikan kesempatan beristirahat dulu dengan resiko akan telat sampai di Jakarta dan merugikan rekanan yang akan ditemui.

Dalam hal seperti ini, tampaknya tidak ada pilihan yang sepenuhnya baik. Kita harus memilih antara was-was disopirin sopir nggliyer sepanjang tol Bandung-Jakarta 150 km atau was-was kehilangan klien karena kita mengecewakannya.

Mau tidak mau kita harus memilih salah satu dari 2 opsi itu. Sekarang kita harus menimbang-nimbang. Kalau saya, yang akan saya lakukan adalah memberikan kesempatan driver beristirahat dulu lalu menghubungi klien untuk minta reschedule dari jam 8 pagi jadi jam 11 siang. Menghubungi orang jam 3 dini hari untuk mengatakan bahwa kita akan telat menghadiri pertemuan bukanlah ide yang bagus. Tapi itu masih lebih baik daripada terjadi apa-apa di jalan yang mungkin menyebabkan kita tidak bisa menghadiri pertemuan itu sama sekali.

Itulah yang saya maksud dengan mudarat kecil dan mudarat besar. Menjadwalkan ulang pertemuan adalah mudarat kecil. Terjadi musibah di jalan adalah mudarat besar. Tentu di sini dengan catatan bahwa kita tahu bahwa si sopir benar-benar ngantuk berat, mata melek sudah susah, apalagi untuk konsentrasi.

Pengambilan keputusan memilih yang mana dalam kasus seperti ini dipengaruhi oleh banyak hal. Salah satunya ini adalah fungsi dari kedewasaan. Semakin dewasa seseorang, semakin banyak pengalaman dan oleh karena itu semakin banyak pula sudut pandang yang dia miliki. Pengambilan keputusan akan menjadi lebih bijaksana, atau setidaknya lebih cepat.

Kasus lain, misalnya kita berada di antrian toilet mall yang sedang ramai. Kita berada di antrian pertama, di belakang kita ada seorang pemuda, dan di belakangnya lagi baru datang kakek-kakek yang sudah tua, untuk berdiri lama sudah tidak kuat. Bagaimana ?

Kalau saya, saya lebih memilih memenangkan penghormatan saya kepada orang tua itu daripada norma tentang ketertiban antrian. Itu di mall, lingkungan yang "beradab", tertib antri adalah nilai yang dijunjung, bukan stadion sepakbola yang loketnya memprihatinkan dan harus bersaing dengan calo kalau mau dapat tiket. Tapi saya dan pasti banyak dari Anda, memilih menyalahi aturan itu demi memudahkan orang yang sudah sepuh.

Coba ingat lagi klien dan pemuda yang ikut antri di toilet tadi. Dari sana kita tahu bahwa dalam keputusan memilih mudarat besar-kecil itu bisa saja ada unsur "merugikan orang lain". Mungkin itulah salah satu komponen "tidak ada manusia yang sempurna". Karena bahkan pilihan yang tampak lebih baik pun bisa berimbas buruk bagi orang lain.

Kita itu lebih sering bingung memilih mudarat daripada memilih manfaat. Ketika terjebak diantara 2 pilihan manfaat, kita masih mudah mengambil keputusan karena manapun yang diambil masih ada kebaikan yang diraih. Tapi kalau memilih mudarat ? Apapun yang diambil bisa saja merugikan orang lain. Kita punya beban harus mampu memilih mudarat yang lebih kecil.

Jadi maafkan saya jika kadang merugikan, menyakiti, bersikap tidak dewasa, dll. Itu adalah output dari utak-utik timbangan mudarat di balik layar pikiran saya. Lebih dari itu, kita semua harus saling menerima dan memaafkan bahwa keputusan buruk yang diambil orang lain pasti didasari pertimbangan akan sesuatu yang kita tidak tahu.

Everyone you meet is battling with something you'll never understand about, be kind.

Oh ya tentang perjalanan ke Jakarta tadi kelanjutannya bagaimana ?

Jadilah keputusannya beristirahat, mlipir mampir ke sebuah mesjid lalu si driver tidur. Tidak terjadi apa-apa sampai adzan subuh berkumandang. Ketika adzan si driver terbangun, minta kopi, turun dari mobil, dan ambil wudhu. Ternyata setelah itu dia sudah segar kembali, siap meneruskan sisa perjalanan. Selepas salat subuh mobil kembali melaju. Di luar dugaan ternyata sepanjang tol traffic-nya lancar, hijau semua. Draft chat meminta reschedule yang tadi sudah disiapkan tidak jadi di kirim karena menurut perhitungan dengan traffic lancar jarak Bandung-Jakarta bisa ditempuh dalam waktu cukup 2 jam. Benar saja, jam 7 rombongan sudah sampai di tujuan. Masih ada waktu untuk mandi dan menyiapkan diri demi pertemuan yang penting itu.

.....

Lalu apa hubungannya dengan gambar Zidane ?
Final Piala Dunia 2006, Berlin, 9 Juli 2006, Zidane dikartu merah setelah menanduk Materazzi.
Bagi Zidane, martabat ibunya lebih besar daripada trofi Piala Dunia.

Terkadang keburukan kecil harus dibiarkan terjadi


Chandra




Generasi Ke-Aku-an : How to Minimize Negative Effects of Sosmed



Dulu saya pikir orang-orang yang anti sosial media itu aneh. "Come on dude, you just afraid can't control yourself". Saya tahu menggunakan sosmed berlebihan itu tidak baik. Yah, yang namanya berlebihan yang baik pun bisa jadi nggak baik.

Tapi apa sih susahnya mengontrol penggunaan sosial media, pikir saya begitu. Menggunakan asas "menghindari hal yang sia-sia" pun saya kira masih valid jika dikatakan bahwa sosial media itu punya manfaat. Bagaimana menjadikan sosial media sebagai sumber manfaat itulah poinnya.

Kemarin saya nemu sebuah video bagus di YouTube, tentang seseorang yang menceritakan pengalamannya off sosmed selama 1 tahun penuh. Dari sana saya menemukan jawaban untuk premis di kalimat pertama di atas.

Walaupun sama-sama dalam konteks sosialisasi, ada perbedaan sangat besar antara interaksi langsung dan melalui sosial media. Dalam interaksi langsung, rata-rata orang berbicara tentang dirinya sebanyak 30-40%, sisanya bicara tentang orang lain, atau lawan bicaranya. Sedangkan pada interaksi sosial media, orang bicara tentang 'Aku' jauh lebih sering, hingga 80%. Wow

Coba buka grup chat kita, berapa banyak keluar frase "kalau aku", "kalau gw", "gw biasanya", "ada kenalan gw", "aku pernah tuh bla bla bla", dll. Itu baru yang eksplisit, masih banyak kalimat-kalimat atau post yang secara tidak langsung mencitrakan cerita tentang diri sendiri.

Didukung pendapatnya, posting foto lalu banyak yang like, difollow banyak orang, blog viewernya banyak, dll katanya merangsang produksi dopamin, zat yang bertanggung jawab atas rasa bahagia, motivasi, dan semangat. Generasi ke-aku-an barangkali memang haus akan pengakuan. Entah kurang bahagia atau apa, banyak dari kita mencari kebahagiaan dari dunia maya.

Dari sana terjawab pertanyaan saya mengapa ada orang yang kecanduan sosmed tapi ada yang nggak doyan. Pertama tentu usia dan generasi. Misalnya instagram yang penggunanya kebanyakan berusia sekitar 20 tahun. Orang yang ketika instagram meledak sudah berusia di atas 30 tahun mungkin tidak terlalu berminat. Terlihat sekali, ketika menghadapi momen yang sama, anak 20 tahunan panik mengeluarkan handphone untuk upload instastory, tapi yang sudah bapak-bapak santai saja.

Sekarang zoom-in ke generasi 20 tahunan. Ternyata di dalamnya orang-orang memiliki kebutuhan pengakuan yang berbeda-beda. Ini mungkin alasannya sebagian remaja santai saja tidak menggunakan sosmed. Bukan karena keputusan logis khawatir tidak bisa mengontrol diri, tapi karena memang tidak tertarik, tidak butuh.

Saya jadi paham kalau kebutuhan eksis orang berbeda-beda. Orang yang merasa hidupnya "indah" memiliki godaan yang besar untuk menunjukkannya pada dunia. Sampai-sampai dia lupa bahwa yang indah untuk dia belum tentu indah untuk orang lain.

Ini bukan kriminal, bukan, belum sampai pada benar atau salah. Ini cuma soal kesesuaian. Jadi titik beratnya adalah pada kesediaan untuk menyesuaikan diri.

Tidak ada orang bodoh di Twitter, tidak ada orang miskin di Instagram, semua punya teman di Facebook, Tidak ada pengangguran di LinkedIn, Tidak ada orang susah di Path - Anonim 
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Setidaknya ada beberapa tips untuk mengurangi dampak negatif dari sosial media :

1. Jika menginstal aplikasi sosmed di laptop/komputer kerja, matikan notifikasinya. Jelas ini akan mengurangi distraksi dan memudahkan kita untuk fokus dalam belajar atau bekerja. Tanpa notifikasi, kita membuka sosmed lebih karena alasan logis, bukan karena nafsu penasaran ingin melihat apa yang terjadi di luar sana. Kalau perlu, notif di device mobile juga dimatikan saja.

2. Follow orang yang membuat hidupmu lebih baik (saja). Di sosial media orang cenderung menonjolkan kelebihannya. Sedangkan kita tahu, pembunuh kedamaian hati paling mutakhir adalah membandingkan kelebihan orang dengan kekurangan kita. Jangan sampai image seseorang di sosmed itu kita jadikan acuan bahwa itulah dia sebenarnya. Gampangnya, kalau kita merasa gampang pengen sesuatu, jangan ikuti akun-akun yang suka pamer sesuatu itu. Make your life happier.

3. Ingat selalu bahwa : yang indah menurutmu belum tentu indah untuk orang lain. Semakin banyak upload konten tidak penting menunjukkan bahwa kita memiliki kebutuhan yang besar akan pengakuan.

4. Gunakan sosmed untuk sesuatu yang bermanfaat misalnya sharing pengetahuan dan informasi positif.

5. Kalau memang butuh sosmed nggak masalah pakai saja. Tapi jika memungkinkan uninstal-lah softwarenya dari hp secara berkala, misal selama seminggu 'puasa' instagram dan diulang setiap bulan. Ini baik untuk detoks dan menghindari kecanduan.

6. Sebaiknya jangan menggantungkan mata pencaharian pada sosmed karena sangat mungkin sebuah platform tiba-tiba sepi jika sudah ada yang baru dan lebih diminati.



Chandra

sumber gambar : pixabay

Pintu



Ada dua cara melihat dunia. Yang pertama, melihat dunia sebagai satu ruangan dengan banyak pintu, Yang kedua, melihat dunia sebagai banyak ruangan masing-masing dengan satu pintu.
Melihat dunia sebagai satu ruangan dengan banyak pintu artinya memiliki kesadaran bahwa dari mana pun kita berasal, bagaimana latar belakang keluarga dan pendidikan kita, kelompok dan paham apa yang diikuti, apa warna kulitnya, apa kelebihan dan kekurangannya, dll, pada akhirnya harus menyatu untuk mewujudkan kebaikan bersama dan saling menjaga.
Setiap orang masuk dari pintunya masing-masing. Tapi mereka berbaur, masuk ke ruangan itu dengan niat berkolaborasi. Mereka tidak lagi melihat pintunya lebih baik daripada pintu orang lain. 
Mungkin idealnya begitu, dibandingkan yang kedua..
Melihat dunia sebagai banyak ruangan masing-masing dengan satu pintu mengurung orang di kotaknya masing-masing. Dia bisa menjadi sangat ahli di bidangnya, tapi kehilangan kepekaan akan apa yang sebenarnya dibutuhkan oleh sekitarnya. 
Tapi tenang, ini cuma urusan waktu. Sama seperti butir-butir pikiran yang lain, pemahaman ini sangat mudah untuk berubah. Bahkan saya tidak tahu di sisi mana saya berdiri. Lebih dari itu, bahkan saya tidak benar-benar tahu mana sisi yang lebih baik. 
Setidaknya, kita tahu pintu mana yang harus kita masuki.

Chandra

sumber gambar : pixabay