Bola Sepak Plastik



Ada dua kebiasaan masa kecil yang masih saya syukuri sampai sekarang. Pertama adalah akrab dengan permainan puzzle. Kalau tidak salah dulu ada yang dibelikan dan ada yang bonus sebuah produk susu. Hasilnya masa kecil saya akrab dengan teka-teki. Saat rumah kami dibangun, mainan puzzle tambah seru. Sisa-sisa kabel kaku dan potongan kayu limbah kusen dan jendela tidak dibuang tapi dikasih ke saya untuk mainan. Jadi seperti lego, referensinya bukan gambar tapi imajinasi sendiri.

Kebiasaan kedua adalah bermain bola hampir tiap sore hari. Saat itu tidak ada gadget diantara anak-anak di kampung kami. Saya pertama kali punya handphone pribadi kelas 6 SD, menjelang masuk SMP. Itu pun hanya untuk telepon dan SMS, belum ada internet. Sepulang sekolah kami bermain di luar rumah. 

Kami bisa bermain bola di mana saja. Mulai dari halaman rumah, sawah, jalan (harus berhenti ketika kendaraan lewat), lapangan voli kampung, sampai yang paling mewah halaman sekolah. Tanpa perlu buat janji, semua sudah tahu kalau sore hari adalah waktunya bermain. Tidak perlu angka-angka jam berapa, yang penting hari sudah tidak terlalu panas kami berangkat. Ketika jumlahnya dirasa cukup, pembagian tim dilakukan dengan pingsut.

Permainan kami sederhana. Gawang dibuat dari tumpukan sandal atau pecahan batu bata. Lebarnya menyesuaikan dimana kami bermain dan berapa orang yang datang. Menjadi masalah ketika bola melewati bagian atas tumpukan gawang, gol atau tidak biasanya diselesaikan dengan kekeluargaan. Khusus di lapangan sekolah agak lebih mewah, ada gawang betulan yang dibuatkan oleh sekolah.

SD saya dulu, entah gawangnya ditaruh mana, gambar dari google street view

Kami bermain tanpa alas kaki. Sayang sepatunya kalau dipakai main bola. Sebenarnya ada sepatu bola, tapi dalam permainan kami satu nyeker semua nyeker. Kasihan kalau ada yang telanjang kaki lalu terinjak sepatu, tentu sakit sekali. Kaki berdarah adalah sebuah keniscayaan. Kami bermain di sembarang tempat. Di sana ada batu, sisa akar pohon, bekas pondasi bangunan, dan lain sebagainya. 

Bola yang dipakai tentu saya bola plastik seharga 3000an. Sebuah barang yang saat itu saya anggap mewah. Dibelinya dengan cara patungan 500 rupiah. Tidak semuanya, yang merasa punya sisa uang jajan saja. Sebenarnya bisa minta orang tua, tapi entah kenapa cara seperti ini yang biasanya terjadi. Ada rasa tidak enak kalau membeli sendiri bola itu, takut teman-teman menganggap kita bos yang ingin berkuasa dalam permainan, ingin selalu dimenangkan, dan menentukan kapan mulai dan berhenti bermain.

Sampai di warung terjadi musyawarah lagi. Ada beberapa jenis bola yang dijual, 2500 warna abu-abu tipis, 3000 bola belang-belang yang seperti permen alpenleibe, atau 4000 untuk bola yang dilapis spon. Mau pilih bola yang mana, anak yang iurannya paling banyak biasanya berhak menentukan. Bola 4000 bagus tapi karena ada sponnya jadi berat ketika kena air masuk sungai. Bola 3000 lebih disukai karena agak tebal jadi ketika sudah bocor masih bisa dipakai.

Bola baru akan bocor dalam 4 atau 5 hari setelah dibeli, paling lama seminggu. Biasanya karena kena tanaman berduri. Tapi selama bola tidak sobek, bola itu akan tetap dipakai sampai sebulan lebih sebelum beli lagi yang baru. Itupun terpaksa beli karena bolanya hilang terbawa sungai, nyangkut di genteng, atau disembunyikan entah oleh siapa.

Saya masih ingat ketika Piala Dunia 2002, demam bola semakin menggila. Tidak ada hari tanpa sepak bola. Saat itu saya naik kelas 2 dan jaman itu masih jarang yang namanya les, kursus, segala macam seperti jaman sekarang. Aktivitas anak-anak hanya tiga: sekolah, tidur, dan bola.

Bola adalah benda paling menyenangkan saat itu. Bahkan ketika gempa melanda Jogja dan sekitarnya, bola adalah hiburan bagi kami. Bola itu hanya seharga 3000 namun cukup untuk menghadirkan kebahagiaan dan kebebasan di benak anak-anak. Dulu membeli sebuah bola bukanlah hal yang sederhana. Ada uang jajan yang harus disisihkan untuk mendapatkannya. Sekarang anak-anak itu sudah beranjak dewasa. Sekarang mereka bisa membeli bola sejumlah yang mereka inginkan. Tapi kegembiraan itu sulit untuk diulang.

Apa yang kita pengen di masa lalu kalau sekarang ada duitnya kita bisa beli barangnya tapi nggak bisa beli kebahagiannya.

Adzan maghrib berkumandang, saatnya untuk pulang.




Wisuda




Pertengahan tahun begini kampus-kampus mewisuda mahasiswanya. Para mahasiswa yang sudah 4,5,6 tahun berada di bawah tekanan akhirnya menemukan hari dimana mereka berhak bersuka cita. Untuk sebagian mahasiswa mungkin hari itu pertama kalinya mereka bertemu rektor dan bersalaman dengannya. Bagi sebagian orang tua bisa jadi itu kali pertama datang ke kampus anaknya. Intinya banyak cerita dalam sebuah acara wisuda.

Kami wisuda di Sasana Budaya Ganesha alias Sabuga. Di setiap acara wisuda, selalu ada pemandangan sebuah keluarga besar menunggu cucu, ponakan, atau kakak adiknya dengan membentangkan tikar di lapangan samping Sabuga. Sambil makan bekal layaknya mereka menunggu wisudawan keluar dari gedung, kadang-kadang sampai menjelang sore. Karena yang boleh menemani masuk ke dalam hanya dua orang, biasanya bapak ibu wisudawan.

Di sepanjang jalan Tamansari berjejer penjual bunga dan boneka gajah. Semakin mendekat ke Sabuga barisannya semakin rapat. Mereka menunggu teman sesama mahasiswa atau keluarga membeli dagangannya untuk diberikan pada orang yang wisuda. Profesi lain yang tidak ketinggalan ketiban rejeki sibuk adalah penjahit selempang dan mamang balon di Balubur.

Dari pintu Sabuga sampai gerbang depan ITB panitia arak-arakan yang kebanyakan mahasiswa tingkat satu berjejer mengamankan jalan yang akan dilalui massa himpunan. Ya, di kampus kami selesai prosesi tidak langsung pulang, semua (benar-benar semua) himpunan mahasiswa akan mengarak wisudawannya keliling jalan-jalan kampus. Entah dulu inisiatif siapa, tapi sekarang ini jadi agenda resmi kampus.

Untuk agenda yang sama massa masing-masing himpunan bergerombol di berbagai tempat. Begitu wisudawan keluar akan disambut dengan mars atau minimal salam himpunan. Berdasarkan warna jaket para pengaraknya kita bisa tahu itu wisudawan dari jurusan apa. Teman-teman lain dan saudara silakan datangi mereka jika ingin foto bersama.

Sementara anaknya diarak, orang tua kembali ke rumah atau penginapannya. Tapi bagi yang merasa masih bertenaga dipersilakan untuk ikut mengarak. Tentu dengan resiko terkena cipratan air, telinga perih karena pekikan yel-yel, dan kaki pegal berdiri lama. Keluarga besar yang datang biasanya makan-makan karena menunggu itu melelahkan.

Wisuda juga momen bagi wisudawan untuk memamerkan gandengannya, bagi yang punya. Sebagian kecil sudah resmi suami istri, tapi yang lainnya sih datang wisudaan tapi belum tentu sampai pelaminan. Pendamping ini dipastikan ikut mengarak. Sebagai sebuah deklarasi hubungan di depan seluruh warga kampus. Lagian sudah dandan, sayang kalau nggak dipamerkan.

Yang belum punya gandengan atau masih ragu mau mengajaknya ke wisudaan tidak perlu khawatir. Ada adik tingkat yang ditugaskan oleh himpunan untuk membantu segala kebutuhan wisudawan. Mulai dari memandu orang tua, membawakan bunga dan, sampai jadi fotografer dadakan. Kalau wisudawannya peka, biasanya LO begini diajak makan-makan sekalian.

Tidak banyak yang tahu di kampus kami ada tunnel (terowongan). Tunnel ini jadi saksi mbak Nyoman Anjani memimpin yellboys para mahasiswa mesin. Ini di bawah saya kasih linknya silakan dibuka. Dia role model ketika angkatan kami baru masuk ITB. Sekarang dia sudah menikah, berhijab, dan kalau tidak salah akan melanjutkan studi di MIT.

Nyoman Anjadi Pimpin Yellboys

Dibuka ya, menghargai seriusnya anak sini merayakan wisudaan sampai rela mukanya dicoreng-coreng seperti itu. Kadang-kadang ada yang disuruh potong gundul dan mau.

Wisuda meninggalkan kesan yang beraneka warna bagi setiap yang terlibat di dalamnya. Para wisudawan wisudawati memanfaatkan hak berbahagia yang berlaku untuk beberapa hari saja sebelum menyadari tanggung jawab selanjutnya. Para orang tua melangitkan syukur anaknya telah berhasil menyelesaikan studinya. Para penjual bunga, selempang, dan balon berharap segera tiba pekan wisuda berikutnya.

Adik tingkat termotivasi mengikuti jejak kakak-kakaknya untuk segera lulus dari sini. Panitia arak-arakan bersyukur akhirnya bisa istirahat setelah berminggu-minggu persiapan demi pagelaran yang membanggakan. Mayarakat menyaksikan lahirnya sarjana-sarjana baru. Sambil bertanya-tanya apa yang akan dikontribusikan oleh mereka.

Wisuda datang dengan berbagai ceritanya. Wisudawan pergi untuk meneruskan cita-citanya. Selamat wisuda!

Disneyland!



Tahun 2016 silam, alhamdulillah saya mendapatkan kesempatan untuk mengikuti sebuah konferensi mahasiswa di Hong Kong. Keberangkatan dibiayai full oleh fakultas FTMD ITB sebagai sebuah hadiah atas keikutsertaan saya dalam kontes mahasiswa berprestasi di tingkat fakultas.

Pada periode itu, mapres1 tingkat fakultas berhak mewakili FTMD ke pemilihan mahasiswa berprestasi tingkat ITB sekaligus diberangkatkan ke Jepang untuk suatu short course. Saya alhamdulillah menjadi mapres 2 diberangkatkan untuk konferensi di Hong Kong University Of Science and Technology (HKUST). Mengenai perjalanan ini saya sudah pernah menulis, silakan klik pada label "hong kong" atau tulis pada kolom pencarian.

Mumpung film Toy Story 4 sedang booming, saya ingin throwback ke November 2016 ketika saya bersama dua orang teman berkesempatan jalan-jalan ke Disneyland. Kami menambah satu hari di HK setelah acara selesai karena ingin pergi ke tempat ini, walaupun harus nambah sedikit uang pribadi untuk sewa hotel.


Memang cocok kalau Disneyland ini disebut sebagai theme park karena wahana permainan yang ada di dalamnya disusun dengan tema kisah atau tokoh karakter Disney. Inilah yang membedakan Disneyland dengan Dufan misalnya. Dufan adalah taman dengan berbagai jenis wahana permainan dari yang lucu-lucu sampai yang bisa bikin muntah. Secara variasi wahana sebenarnya Dufan tidak kalah, tapi secara jumlah wahana Disneyland lebih banyak dan terkonsep.

Masuk ke Disneyland seperti benar-benar masuk dunia fantasi Disney. Banyak kru menggunakan kostum karakter Disney menyambut pengunjung sejak pintu depan. Pengunjung seperti membaca cerita atau menonton film-film Disney ketika berpindah dari satu lokasi ke lokasi berikutnya.


Di bagian depan ada Park Entrance yang dimulai dengan gapura bertuliskan Disneyland Hong Kong. Gapura berlanjut dengan boulevard serta pohon-pohon di sisi kanan dan kirinya. Penyambutan berujung pada sebuah air mancur yang menampilkan Donald Duck dan Mickey Mouse. Bagian ini tepat berada di depan stasiun MTR sehingga bisa dicapai tanpa harus berjalan jauh setelah turun kereta. Oh ya, ada jalur dan kereta khusus yang menyambungkan jaringan MTR Hong Kong dengan Disneyland.





Setelah melewati gerbang ticketing dan pemeriksaan barang, pengunjung disambut dengan Stasiun Kereta Disneyland. Ya, ada kereta yang keliling taman, jadi jika ingin melihat keseluruhan taman dulu sebelum mencoba wahana bisa menaiki kereta ini.

Masuk sedikit lebih jauh dan kita akan menjumpai toko-toko yang menjual segala macam pernak pernik Disney. Setiap toko punya konsep dan jualan masing-masing. Zona ini disebut Main Street USA. Disebut Main Street karena toko-toko itu berjejer di sepanjang jalan yang menghubungkan gerbang depan dengan kastil Disney sebagai titik pusat Disneyland. Sebuah spot yang sempurna untuk mengambil gambar.



Dari istana ini pengunjung bisa memilih ke zona mana akan menuju. Di sebelah kanan adalah Tomorrowland, surganya anak-anak yang suka berfantasi tentang masa depan. Ada roller coaster di dalam ruangan yang ketika melesat lampu-lampu di atas akan terlihat seperti bintang dan meteor berjatuhan, keren sekali. Ada juga  beberapa wahana lain serta toko-toko cenderamata.

Kalau masuk menembus kastil, pengunjung akan sampai di Fantasy Land. Jika Tomorrowland anak laki-laki banget, Fantasy Land sebaliknya sangat feminim. didominasi warna ungu, pernak pernik, boneka, istana, dan carousel dengan segala dekorasinya. Belok sedikit ke kiri, pengunjung akan sampai di bagian Toy Story.



Daya tarik utama Toy Story adalah tokoh karakter yang ada di film Toy Story, ya iyalah. Tidak banyak wahana bermain di sini. Tapi bagi yang suka berfoto tersedia beberapa spot menarik. Woody ada di sana, puluhan orang ingin berfoto dengannya.



Jika berjalan memutar berlawanan arah jarum jam dan kita sampai di Mystic Point dan Grizzly Gulch. Mystic Point berisi replika bangunan-bangunan fantasy yang ada di Disney, yang nuansanya mistis tentu saja. Tapi tempat ini ramai karena di sini ada tempat makan, termasuk restoran halal. Selanjutnya Grizzly Gulch berisi hal-hal yang berbau beruang dan gua-gua. Ada roller coaster juga di sini namun tidak terlalu besar.


Satu lagi zona menarik adalah Adventure Land. Atraksi utama di sini adalah rumah tarzan dimana pengunjung harus agak memanjat-manjat serta merasakan sensasi keliling sungai dengan perahu. Ada sungai buatan di dalam Disneyland yang di kanan kirinya rimbun seperti hutan dan kadang-kadang ada hewan robot yang tiba-tiba muncul mengagetkan.


Selesai melalui itu semua, pengunjung punya pilihan untuk pulang atau menunggu sampai jam 8 malam. Setiap hari jam 8 malam ada parade dan pesta kembang api di kastil, ya setiap hari. Jadi ada semacam kurikulum bagi pengunjung, atraksi terus menerus berganti dari jam 10 pagi hingga 8 malam, setiap hari. Jadi kalau mau ke Disneyland luangkan waktu sehari biar nggak rugi.

Dengan ini pengalaman jalan-jalan di Disneyland Hong Kong selesai. Age is just a number, usia berapapun bisa menikmati Disneyland. Fasilitas penunjang seperti toilet, food stall, restoran, hingga bangku untuk duduk beristirahat tersedia dimana-mana. Pun tidak ada istilah terlalu dewasa untuk menikmati Disneyland, tempat ini untuk semua usia , bukan hanya anak-anak.

Kalau ada kesempatan lagi ingin kembali ke tempat seperti ini, mungkin di kota yang lain, aamiin


Ora Menang Ora



Saya berharap hari ini 27 Juni 2019 adalah hari terakhir gonjang-ganjing pemilu ini terjadi. Setelah berbulan-bulan penuh dengan saling sindir antara 01 dan 02 akhirnya hari ini MK akan ketok palu perkara perselisihan hasil pemilihan umum 2019. Secara prosedural, ini adalah tahap terakhir pemilihan presiden 2019. Semoga tidak ada kejadian inskonstitusional setelah putusan MK ini.

Saat tulisan ini dibuat, MK tengah bersidang dan belum mengeluarkan putusan. Sehingga saya juga belum tahu apakah MK akan mengabulkan permohonan dari pihak Prabowo-Sandi atau tidak. Sudah empat jam sejak sidang dimulai dan pembacaan putusan oleh hakim-hakim MK belum selesai.

Indonesia adalah negara yang sangat besar. Tidak kurang dari 260 juta penduduk tinggal di wilayah ini dengan kurang lebih 180 juta diantaranya terdaftar sebagai pemilih di pemilu 2019. Indonesia punya lebih dari 17 ribu pulau membentang dari Sabang sampai Merauke sejauh lebih dari 5000 kilometer dari ujung ke ujung.

Ketika negara sebesar ini berhasil menjalankan pemilihan presiden dan legislatif secara langsung, itu adalah sebuah prestasi. Kondisi fisik Indonesia sebenarnya tidak menguntungkan untuk menjalankan sistem demokrasi dimana setiap orang harus ditanya apa pilihannya. Tapi setiap lima tahun sejak 2004 kita telah melaksanakan pemilihan presiden secara demokratis.

Bahwa pihak yang dinyatakan kalah memperkarakan KPU adalah hal yang normal. Sudah ada aturan dan alur yang disepakati. Yang terpenting tidak ada pertumpahan darah dan kekerasan dalam perpindahan kekuasaan. Bukankah itu alasan dipilihnya demokrasi dan bukan kerajaan?

Sifat yang harus dikesampingkan ketika suatu masyarakat ingin menganut demokrasi adalah sikap ora menang ora. Mungkin banyak yang belum terbiasa dengan frasa ini, ora menang ora artinya tidak menerima jika tidak menang. Ketika seseorang atau kelompok terlanjur memiliki sikap ini, maka ketika punya sesuatu yang dikejar dia akan menghalalkan segala cara untuk meraihnya. Bahkan dengan merugikan orang lain jika diperlukan.

Keputusan pasangan 02 untuk melayangkan gugatan ke MK adalah angin segar setelah beberapa hari sebelumnya ada kejadian tidak diinginkan di depan Bawaslu dan beberapa titik di Jakarta pasca pengumuman rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara. Artinya pihak 02 punya itikad baik untuk tetap menempuh jalur yang konstitusional meskipun dalam kondisi tidak diuntungkan.

Ini juga membuktikan bahwa 02 tidaklah menganut ora menang ora. Mereka menghormati tata aturan dan undang-undang yang berlaku. Yang mana aturan itu disusun salah satunya oleh DPR yang secara matematis adalah perwakilan dari seluruh elemen masyarakat, termasuk seluruh partai politik (yang mencapai ambang batas parlemen).

Perkara seberapa representatif DPR kita ini, itu pertanyaan lain. Perjalanan pilpres 2019 ini juga menjadi warning pada partai-partai politik untuk tidak membuat aturan asal jadi dan pada akhirnya menyulitkan pihak mereka sendiri. Parpol harus berpikir jangka panjang, bukan hanya kepentingan-kepentingan sesaat. Semoga menjadi pelajaran bagi wakil rakyat yang selama ini mendapat sorotan dari masyarakat.

Apapun keputusan MK nanti, marilah kita memberi penghargaan setinggi-tingginya kepada semua yang terlibat dalam penyelenggaraan pemilu mulai dari komisioner KPU pusat dan daerah, PPK, PPS, relawan, pemantau, linmas, hingga hakim MK, panitera, petugas MK, kepolisian, dan lain lain terutama yang meninggal dunia karena kelelahan dalam penyelenggaraan pemilu.

Pihak yang diputuskan menang jangan sombong dan pihak yang diputuskan kalah jangan ora menang ora. InsyaAllah masih ada kesempatan dalam kontes-kontes pemilihan yang akan datang. Baik menang ataupun kalah lebih baik segera melakukan sesuatu yang berguna untuk masyarakat. Bukan hanya berbicara, menyombongkan diri, berontak, mencaci, dan mengutuk yang akan merusak nama baik sendiri.

update setelah putusan MK:
MK telah menolak permohonan kubu Prabowo Sandi. Dengan ini pasangan Jokowi-MA terpilih menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2019-2024. Selamat untuk Pak Prabowo dan Pak Jokowi yang telah menjalani proses yang sangat panjang dan melelahkan. Semoga kesatuan dan persatuan tetap bisa dijaga.

Aamiin

Zonasi



Saya akan jadi orang yang berbeda andaikata sistem zonasi dalam penerimaan siswa baru diterapkan sejak sepuluh tahun yang lalu. Jarak rumah ke SMP dan SMA tempat saya belajar lebih dari 10 kilometer. Secara region kecamatan juga jauh dan tidak berbatasan. Mau aturan seperti apapun jika menyangkut jarak maka saya sangat tidak diuntungkan.

Sedikit banyak saya bisa membayangkan patah hatinya orang tua dan calon murid yang gagal masuk ke sekolah impiannya karena sistem zonasi. Jika zonasi ini konsisten dilakukan dan sukses, dalam 5 atau 10 tahun ke depan embel-embel sekolah favorit akan hilang.

Siswa dan orang tua yang melek informasi paham itu. Tapi sebagian masyarakat, simbah, pakde, bude, terlanjur menganggap bahwa yang terbaik itu SMA satu, misalnya. Hanya karena selama puluhan tahun sekolah itu adalah sekolah terbaik di kota dengan banyak alumninya berhasil jadi orang.

Tidak mudah mengubah paradigma masyarakat seluruh Indonesia bahwa atribut sekolah favorit itu fana. Bahkan dalam beberapa tahun awal penerapan zonasi, menurut saya sekolah favorit masih akan lebih unggul karena terlanjur memiliki fasilitas dan budaya lebih baik. Setuju atau tidak pada kebijakan zonasi, harus diakui beberapa angkatan pertama yang mengalami ini seperti ditumbalkan.

Perlu diketahui bahwa sistem zonasi ini bisa berbeda di tiap daerah. Kota Bandung malah sebenarnya sudah punya sistem zonasi sejak tahun-tahun lalu namun peraturannya sedikit berbeda. Saya tidak begitu paham detailnya. Informasi yang saya gali untuk menulis ini lebih banyak bersumber dari daerah asal saya, Kabupaten Bantul.

Pertanyaan yang muncul adalah adilkah kebijakan ini? Dengan pemberian poin lebih bagi pendaftar yang bertempat tinggal di wilayah tertentu tentu sebuah keuntungan bagi keluarga yang sejak dulunya tinggal dekat dengan sekolah negeri favorit. Bahkan menurut kabar harga tanah di dekat SMA saya dulu sampai naik gara-gara kebijakan zonasi ini.

Sebenarnya zonasi tidak menutup kemungkinan untuk bersekolah jauh dari rumah. Hanya saja tidak diuntungkan karena tambahan poin tidak sebanyak yang rumahnya dekat. Di Bantul, orang yang tinggal di grup yang sesuai dengan sekolah tujuan mendapat nilai tambahan 40, sedangkan di luar itu hanya 20.

Konsekuensi dari perbedaan bonus poin ini adalah si calon siswa harus mendapat nilai ujian yang lebih tinggi. Di sisi lain pemberian nilai dari jenjang sebelumnya juga agak rancu. Tidak seperti 10 tahun yang lalu dimana nilai UN itu sakral dan murni tanpa campur tangan pihak sekolah. Namanya aja NEM alias nilai ebtanas murni.

Jalan lain masih ada yaitu melalui jalur prestasi. Namun jalur ini juga terjal sebab mensyaratkan nilai tinggi dan kepemilikan piagam kejuaraan/prestasi. Belum lagi kuota terbilang kecil hanya sekitar 5% dan piagam yang diajukan harus dikurasi di tingkat dinas. Sekolah tidak berhak menentukan bobot nilai masing-masing piagam.

Sebaliknya, pendaftar yang rumahnya berjarak kurang dari 500 meter dari sekolah punya jalur cepat yang namanya jalur lingkungan. Kata teman saya nilainya sejelek apapun harus diterima oleh sekolah. Domisili ditunjukkan oleh KK dan sudah ada daftarnya siapa yang boleh masuk jalur ini. Ubah KK bisa jadi solusi? Jangan salah, syarat pindah KK paling lambat 6 bulan sebelum pendaftaran.

Mengubah kompetisi jadi kolaborasi
Ketika saya masih SMP, yang namanya ujian itu kejam. Hasil ujian akan diranking dari pertama sampai terakhir lalu daftarnya dicopy dan dibagikan ke seluruh siswa. Komplit nilai setiap mata pelajaran, rata-rata, ranking per kelas, dan ranking paralel. Semua siswa dan orang tua bisa lihat siapa yang ranking 1 dan siapa ranking terbawah. Kejam kan? dan ini terjadi setiap semester.

Ketika saya masuk SMA, sekolah lebih berperasaan. Di akhir semester yang dibagikan hanya raport. Daftar ranking hanya guru yang pegang, boleh lihat tapi tidak boleh dibawa pulang. Kalau pandai merayu guru boleh difotocopy tapi tetap tidak boleh disebarkan. Lama kelamaan malah tidak diranking, hanya nilai saja yang diberitahukan.

Entah ini inisiatif guru, kepala sekolah, kepala dinas, atau kebijakan dari menteri, tapi rasanya akhir-akhir ini kecenderungannya perankingan semakin dihilangkan. Penghargaan untuk yang berhasil juara tetap ada, namun tidak ada pengumuman siapa yang ada di bawah. Walaupun kebijakan yang menggunakan klasifikasi masih ada, misalnya kuota SNMPTN.

Setelah pada tataran siswa, tingkat selanjutnya adalah sekolah. Kebijakan zonasi bertujuan salah satunya untuk meratakan mutu sekolah. Sehingga perangkingan antar sekolah menjadi tidak relevan lagi. Selama ini sekolah bersaing menjadi yang terbaik di suatu kota atau provinsi, tapi dengan adanya zonasi sepertinya praktek seperti ini pelan-pelan akan hilang, berganti dengan usaha membentuk siswa siswinya mencapai level tertinggi yang mungkin dicapai. Tanpa harus dibandingkan dengan sekolah lain.

Sekarang sekolah favorit harus mau menerima murid yang tidak favorit. Sedangkan sekolah yang selama ini agak tertinggal berpotensi mendapat bibit unggul. Peta kompetisi antar sekolah akan berubah, bahkan hilang. Jika semua komponen mendukung, termasuk masyarakat, bukan tidak mungkin malah kolaborasi-kolaborasi antar sekolah yang akan terbentuk, entah seperti apa bentuknya.

Sekolah Swasta
Tidak semua keluarga di Indonesia melihat sekolah swasta sebagai solusi menanggapi zonasi. Biaya yang lebih mahal dan terbatasnya sekolah swasta berkualitas (terutama di daerah) adalah alasannya.

Namun keluarga yang mampu membiayai putra putrinya sekolah di swasta mungkin akan mengambil ini daripada masuk sekolah negeri yang kurang diminati. Perlu diingat bahwa urusannya bukan hanya kualitas pendidikan, tapi tekanan dan bisikan kanan kiri juga menjadi pertimbangan orang tua memasukkan anaknya di sekolah mana.

Kalau bicara pembangunan manusia secara keseluruhan, rasanya sekolah swasta tidak banyak berpengaruh jika dibandingkan dengan sekolah negeri. Swasta hanya subur di kota-kota besar saja, sedangkan di daerah tidak banyak sekolah swasta yang dibina dengan baik. Secara jumlah juga kalah dengan sekolah negeri yang tiap kecamatan ada.

Namun pada event-event tertentu, misalnya olimpiade dan kejuaraan serupa, sekolah swasta bersuara lantang. Mulai dari keluarga Pasiad, Penabur, Insan Cendekia, Sutomo, dan lain sebagainya setiap tahun mendominasi perolehan medali Olimpiade Sains Nasional. Hanya ada beberapa sekolah negeri yang bisa menembus sampai jajaran elit ini.

Bisa dibayangkan jika bibit-bibit unggul memilih masuk sekolah-sekolah itu daripada sekolah negeri dekat rumah, maka mereka berpotensi semakin berkuasa. Di sisi lain SMA 8 Jakarta, SMA 3 Semarang, SMA 1 Jogja, SMA 5 Surabaya, SMA 3 Bandung, dan sebagainya terancam kehilangan penerus dinasti emasnya karena masalah zonasi.

Perguruan Tinggi
Satu lagi hal yang perlu dicermati terkait zonasi adalah bagaimana perguruan tinggi melihat kebijakan ini. Di tahun saya masuk bangku perkuliahan, salah satu pertimbangan dalam seleksi SNMPTN adalah indeks sekolah yang mencerminkan kualitas umum sekolah asal. Dengan ada zonasi, faktor ini tentu jadi tidak relevan lagi.

Sekolah yang selama ini indeksnya tinggi belum tentu tetap lebih baik dalam 5 tahun ke depan dibandingkan yang sebelumnya punya indeks lebih kecil. Variasi kemampuan siswa dalam satu sekolah yang melebar dengan adanya zonasi juga membuat indeks ini tidak valid lagi.

Tapi sebagai sebuah kebijakan skala nasional rasanya tidak mungkin perguruan tinggi tidak tahu akan hal ini. Dengan kebijakan yang biasa berubah dari tahun ke tahun semoga adik-adik yang sekarang menjadi generasi kena zonasi bertemu kebijakan yang menguntungkan ketika ingin masuk jenjang pendidikan berikutnya nanti.

Manurut saya kebijakan zonasi yang terlanjur diberlakukan ini harus dijalankan dengan konsisten dalam waktu yang panjang. Sehingga tujuan pemerataan benar-benar bisa tercapai. Jika tidak maka sungguh malang calon siswa dan orang tua serta guru dan kepala sekolah yang sekarang dipusingkan oleh efek samping zonasi.

Jajaran pengambil kebijakan mesti tahu bahwa di bawah, di sekolah-sekolah, banyak orang tua melayangkan protes. Kepala sekolah dan guru adalah yang pertama kena, padahal beliau-beliau hanya menjalankan perintah. Jangan sampai pengorbanan yang telah diambil sia-sia dan hanya untuk coba-coba.

Ing ngarsa sung tuladha
Ing madya mangun karsa
Tut wuri handayani

Tayap


Lebaran kemarin ada teman pulang kampung membawa oleh-oleh cerita yang luar biasa. Hidupnya berubah banyak ketika mendapat pekerjaan di sebuah tempat di Kalimantan Barat. Dia bercerita bagaimana ia 'tertipu' oleh jasa wrap koper di bandara, kekagumannya pada orang-orang yang kuat hidup bertahun-tahun di tempat yang jauh dari mana mana, hingga cerita tentang warga lokal termasuk hal-hal mistisnya.

Begini ceritanya,

Tayap atau Nanga Tayap adalah sebuah kecamatan di Kalimantan Barat dimana holding raksasa Sinarmas menanamkan modalnya dalam bentuk perkebunan sawit di sana. Ukurannya cukup besar sehingga perusahaan perlu mendirikan perkampungan di daerah itu. Saking besarnya, perkampungan harus dilengkapi segala fasilitas umum, bukan hanya pondokan tempat tinggal. Lapangan, tempat ibadah, sekolah, dan lain sebagainya didirikan sehingga pegawai sawit dapat hidup dan menghidupi keluarganya di sana.

Kawan saya ini bekerja sebagai guru di sekolah yang dimiliki perusahaan. Sekolah ini masih muda dan baru meluluskan tidak lebih dari 3 angkatan. Meski demikian sekolah ini punya ranking yang lumayan di wilayah Kalbar. Jumlah siswanya sekitar 150 orang untuk jenjang SMP. Semua siswa bersekolah di sini secara gratis tis.

Sekolah ini dikhususkan untuk anak pegawai perkebunan Sinarmas saja sehingga gratis karena merupakan fasilitas dari perusahaan. Yang bersekolah di sini bervariasi dari anak staf tinggi hingga anak buruh pekerbunan. Kondisinya memang tidak memungkinkan untuk bersekolah di sekolah lain karena jaraknya terlalu jauh dari pemukiman. Jadi kalau bicara superblok, ini benar-benar superblok yang segala-galanya ada di satu tempat.

Sebagai pegawai, tempat tinggal juga telah disediakan. Sayangnya profesi guru ini abu-abu apakah sebaiknya tinggal di perumahan staf atau di perumahan buruh. Saat ini kawan saya ini masih ditempatkan di perumahan buruh. Namun jika dikastakan, guru adalah profesi paling tinggi di blok yang dia tempati.

Sebagai guru pula dia mendapat fasilitas seperti bis sekolah untuk transportasi hingga beras untuk kebutuhan sehari-hari. Jadi kebutuhan dasar untuk hidup dipenuhi oleh perusahaan. Bahkan kata teman saya ini kalau masih jomblo akan diusahakan untuk dicarikan calon misalnya dengan menempatkan guru perempuan sebaya di sekolah yang sama. Kalau menemukan jodoh di Tayap diharapkan bisa betah dan lebih lama bekerja di sana.

Tinggal, bekerja, dan beraktivitas di tempat yang sama membuat interaksi antar warga lumayan intensif. Kebanyakan pegawai sawit bukan penduduk lokal tapi datang dari Jawa dan Sumatera. Banyak diantara mereka yang sudah berkeluarga dan tinggal di sana bersama keluarganya. Rasanya saya ingin merasakan tinggal di masyarakat yang agak terisolasi seperti ini. Ingin tahu bagaimana budaya bercampur di dalamnya. Untuk kegiatan sosial atau volunteering jangka pendek saja tapi, bukan bekerja hehe

Satu hal yang paling menjadi masalah di Tayap adalah akses. Bayangkan kita berasal dari Jawa dan ingin ke Tayap. Selain fakta bahwa tiket pesawat domestik sedang mahal, bandara terdekat dari Tayap yaitu Bandara Ketapang masih berjarak 4-5 jika ditempuh dengan mobil, yang artinya biaya lagi. Kalau ingin yang lebih murah dan pilihan penerbangannya lebih banyak bisa melalui Pontianak. Tapi setelah itu masih harus menumpang travel selama 12 jam dengan biaya lebih dari 300 ribu rupiah.

Jangan dibayangkan jalan lintas Kalimantan itu sebaik jalan di Jawa, beda jauh. Banyak bagian jalan masih berpermukaan tanah. Bisa dipastikan medan semakin susah ketika hujan karena berlumpur. Bahkan jalan milik perusahaan kadang lebih baik daripada jalan nasional. Perjalanan dari Tayap ke Jogja atau sebaliknya bisa memakan waktu total hampir 24 jam via udara dan lebih lama lagi jika lewat laut. Sungguh sebuah ujian kesabaran.

Akses ketika sudah di Tayap juga tidak bisa dibilang mudah. Beberapa kampung tidak bisa ditempuh dengan jalur darat saja tetapi harus menyeberang sungai. Namun untuk yang satu ini sepertinya teman saya ini tidak keberatan sama sekali. Jiwa petualangnya keluar ketika harus menempuh rakit menyeberang sungai.

Akhir-akhir ini sepertinya dia semakin bahagia setelah menemukan makanan favoritnya: mie ayam. Walaupun untuk mendapatkannya harus menempuh perjalanan lumayan jauh. Tapi asal nggak sendiri nggak masalah lah ya wkwk

Cukup sekian saja ceritanya, saya sampaikan beberapa kiriman gambar dari Tayap









Anak Asrama


Selama hampir dua tahun bekerja, mayoritas klien yang saya hadapi berasal dari kalangan militer. Beberapa kali pula saya masuk ke lingkungan pendidikan militer untuk urusan pekerjaan. Saya pernah melihat barak tempat siswa beristirahat, melihat tentara lari untuk menjaga berat badan tetap ideal, dan menyaksikan betapa hirarki pangkat dan jabatan begitu dijunjung tinggi di angkatan.

Saat mengerjakan suatu alat di Pusdikkav Padalarang, setiap pagi saya melihat siswa yang akan masuk kelas berjalan  ke komplek pendidikan dengan berbaris sambil menyanyikan lagu-lagu. Begitu pula sore harinya ketika selesai kelas. Hanya langkah biasa, bukan langkah tegap, tapi lagu-lagu itu membuat mereka tidak bicara satu sama lain dan terpisah pisah di jalan. Sangat berbeda dengan suasana pendidikan sipil.

Saya gagap saat pertama kali berpapasan dengan siswa lalu mereka hormat pada saya. Saya tidak mengira akan mendapat sikap hormat karena waktu itu hanya sendirian. Ternyata itu semacam kode etik mereka untuk hormat kepada tamu sipil siapapun itu. Siswa di lingkungan pendidikan militer hampir tidak punya waktu untuk bersikap suka-suka, bahkan ke masjid pun mereka datang dengan berbaris dan mengenakan pakaian pesiar. Meskipun tidak semua karakter ketentaraan saya suka, tapi menyaksikan kedisiplinan di tingkat siswa berkesan untuk saya.


Lalu saya punya teman yang semasa kuliah dulu tinggal di sebuah pondok pesantren mahasiswa di daerah Tubagus Ismail Bandung. Kalau tidak ada keperluan yang mendesak di kampus, dia akan pulang sebelum maghrib karena bada salat maghrib ada taklim yang harus diikuti. Kegiatan berlanjut sampai menjelang malam.

Pagi hari dia bangun jam 3 untuk memulai kegiatan pondok. Dia baru punya waktu untuk mempersiapkan kuliah selepas ceramah subuh. Hari-hari tertentu ada piket untuk membersihkan asrama, masjid, dan kamar mandi. Siang hari tidak ada kegiatan karena santri disana sebagian besar mahasiswa dan ada beberapa anak SMA.

Saya beberapa kali datang ke pondok tempat teman saya ini tinggal. Di sana saya juga merasakan suasana yang berbeda dibandingkan lingkungan anak kos pada umumnya. Meskipun tidak mencolok, tapi teman-teman yang tinggal di sana memiliki tingkat disiplin di atas rata-rata. Terutama dalam hal bangun pagi dan prioritas aktivitas.

Militer dan pondok pesantren adalah dua tempat dimana kedisiplinan dipaksakan. Kata dipaksakan mungkin kurang tepat dan kesannya agak negatif. Tapi itu saya gunakan untuk membedakan dengan kebanyakan institusi pendidikan lain dimana kedisiplinan hanya sebatas himbauan.

Dalam sekolah-sekolah umum siswa tertib di dalam kelas. Namun ketika jam istirahat atau bel pulang sekolah dibunyikan mereka bebas melakukan yang ingin dilakukan. Berbeda dengan militer dan pondok dimana di luar jam pelajaran mereka masih berada dalam sistem dan aturan. Hasilnya mereka punya ketahanan lelah lebih panjang terhadap peraturan.

Mereka tidak mudah lelah ketika diminta melakukan sesuatu yang tidak disukai, tidak rewel, dan tidak menuntut kenyamanan. Nilai-nilai lain seperti kejujuran, ketegasan, toleransi, dan lain sebagainya tergantung pada bagaimana masing-masing siswa belajar. Tapi bisa dipastikan kedisiplinan yang dipaksakan tadi tertanam.

Sekarang ini makin banyak institusi yang sadar dengan pentingnya kedisiplinan untuk ditekankan, bukan hanya dikatakan. Beberapa lembaga membangun sekolah berasrama untuk memastikan kehidupan murid-muridnya terpantau 24 jam. Di tempat lain berdiri asrama yang membina siswa atau mahasiswa di luar jam sekolah atau kuliah normal seperti PPM tempat teman saya tinggal tadi.

Tapi institusi pendidikan hanyalah  penyedia layanan. Yang lebih penting  adalah bahwa generasi yang sedang belajar sadar bahwa kedisiplinan itu penting dan kadang harus dipaksakan untuk masuk. No pain, no gain. Default-nya orang tidak suka melakukan apa yang dia tidak suka. Tapi jika orang itu diberi pengertian bahwa kebaikan jangka panjangnya lebih besar daripada kesulitan yang diderita, bisa diharapkan orang itu akan menerima.

Disiplin tidak sesempit taat aturan. Mematuhi rambu-rambu lalu lintas dan marka jalan adalah taat aturan. Tapi sadar untuk tidak menggunakan bahu jalan, mengalah pada ambulan, dan tidak melebihi batas kecepatan bahkan ketika terburu-buru itu adalah disiplin. Aturan bisa diajarkan, tapi disiplin harus ditanamkan.

Cangkang



Ketika seorang anak pertama kali memasuki sekolah, dia keluar dari cangkang pertamanya. Dia mulai belajar bersosialisasi di dunia yang lebih luas daripada keluarganya. Di dunia yang mungkin tidak mentolerir kesalahannya sebagaimana dilakukan orang tuanya. Ketika di rumah anak kecil ini menjadi raja, di sekolah dia bertemu dengan anak-anak lain yang di rumahnya sama-sama menjadi raja. Dia harus menerima bahwa ada sosok bernama guru yang harus didengarkan selain orang tuanya.

Lalu dia tumbuh dan masuk sekolah dasar, kemudian menengah. Dia mulai mengerti bahwa ilmu tidak bisa dikuasai secara alami tetapi harus dipelajari. Dewasa nanti mungkin dia akan lupa pada detail pelajaran matematika atau bahasa. Tapi dia mendapatkan kesadaran bahwa orang hidup dalam tingkatan-tingkatan. Setiap tingkatan memberikan tanggung jawab dan ujian. Waktu berjalan dan tingkatan-tingkatan ini tidak bisa dihindari, seberat apapun masalahnya harus tetap ikhlas ia jalani. Dia berproses keluar dari cangkangnya yang kedua.

Kemudian ia masuk ke bangku universitas, simulasi menjadi orang dewasa seutuhnya. Dia mungkin akan berada jauh dari orang tua, atau kalaupun tidak ia akan bertemu dengan orang jauh berbeda dengannya. Dia akan mengerti bahwa dunia tidak terbatas pada suku dan budayanya saja dan mulai belajar menerima perbedaan. Proses wisuda menyimbolkan keberhasilannya lepas dari cangkang yang ketiga.

Setelah itu dia akan menghadapi masalah yang lebih nyata. Dia tidak lagi berada dalam simulasi. Belum tentu ada guru, belum tentu ada teman yang mengambil jalan hidup serupa, dan merasa sudah bukan waktunya bergantung pada orang tua. Dia menemukan dirinya bersama masalah dan pilihan-pilihan yang semakin dihindari semakin menjadi-jadi. Tapi pertumbuhan yang dialami sambil memecahkan cangkang-cangkang tadi membantunya untuk keluar dari proses yang satu ini.

Meskipun ini jalan yang ditempuh rata-rata orang, tidak semua orang begitu. Banyak hal yang dapat membelokkan jalan sehingga seseorang menemukan yang tidak ditemukan orang lain. Pun itu hanyalah cangkang-cangkang utama. Jika melihat lebih dalam kita akan tahu bahwa hari ke hari setiap manusia bergelut dengan takdirnya masing-masing.

Ada yang mampu keluar dalam hitungan jam, namun ada pula yang minggu bahkan bulan. Ada fasilitas dan priviledge yang menjadikan memecah cangkang menjadi lebih gampang, atau rintangan yang membuatnya memakan waktu lebih panjang.

Walaupun tidak tepat secara ilmiah, tapi saya susah lupa pada cerita di buku dongeng hadiah susu Dancow jaman saya kecil dulu. Di sana diceritakan seekor siput yang sibuk berjalan mencari rumah baru yang cukup untuk menampung tubuhnya yang terus tumbuh.

Sepertinya kita juga harus begitu, istiqomah naik kelas dari satu batasan ke batasan yang lebih besar. Mungkin kita tidak akan menjadi manusia terbaik di dunia, tapi kita bisa menjadi versi terbaik yang kita bisa.

Mr Klopp



Jordan Henderson adalah kapten sekaligus satu diantara dua tarting line-up Liverpool pada final Liga Champions 2019 kemarin yang sudah bermain untuk tim utama Liverpool sebelum kedatangan Jurgen Klopp sang pelatih. Satu pemain lagi adalah Roberto Firmino. Sementara yang lainnya adalah pemain yang didatangkan selama masa Klopp dan sebagian lagi dipromosikan dari tim junior.

Ketika Klopp datang ke Liverpool pada Oktober 2015, dia mengatakan kata-kata ini



Dan Klopp memenuhi janjinya dengan membawa Liverpool memenangi laga melawan Spurs malam itu. Gelar UCL ke-6 Liverpool setelah yang terakhir diraih tahun 2005 di era Steven Gerrard menjadi kapten. Gelar yang menjadi pembuktian bahwa rencana jangka panjang Klopp berjalan sebagaimana mestinya dan kesabaran fans Liverpool menunggu tim ini stabil tidak sia-sia.

Liverpool pernah hampir juara ketika diperkuat Fernando Torres, kemudian Luis Suarez, keduanya sebagai penyerang membuat LFC sangat tajam di depan. Tapi tim ini belum pernah benar-benar stabil dalam 10 tahun terakhir. Masalahnya adalah kualitas pemain bertahan yang kurang serta perginya pemain terbaik kedua setelah tim ini gagal juara, sebut saja Sterling dan Coutinho.

Klopp datang tidak untuk langsung menyulap tim ini jadi tim yang capable untuk juara. Liverpool bukan tim ultra-kaya yang bisa semena-mena mengeluarkan uang untuk pemain 'jadi'. Klopp datang dengan misinya untuk membangun tim ini sedikit demi sedikit. Tapi kejelian tim scouting dan analisis statistik rumit membuat persentase transfer gagal bisa ditekan.

Saking terstrukturnya rencana rebuild Liverpool, perkembangan squadnya berpola setiap tahunnya.

2016 - Balanced
Klopp datang saat lini depan Liverpool diisi oleh Benteke dan Firmino. Namun Firmino juga baru bergabung dua bulan lebih awal. Maka yang dilakukan Klopp adalah mencari pemain depan yang cocok dengan strateginya: tidak perlu besar, yang penting cepat dan lincah. Klopp memboyong Sadio Mane dari Southampton sehingga di bisa disusun trisula Mane - Firmino - Coutinho.

Klopp juga membeli pemain bertahan yaitu Klavan (bek) dan Karius (kiper) serta pemain tengah Wijnaldum dan Grujic. Klavan dan Karius mampu mengisi kekosongan di pertahanan Liverpool meskipun pada akhirnya harus tergeser setelah datang pemain yang lebih reliable. Sementara itu Wijnaldum dan Grujic beda nasib. Wijnaldum bermain di UCL 2019 sedangkan Grujic dijual.

Tahun 2016 kebijakan transfer Liverpool balance. Klopp ingin menaikkan taraf permainan Liverpool secara menyeluruh.

2017 - Attack
Tahun berikutnya tampak jelas bahwa Klopp ingin mempertajam lini serang Liverpool dengan membeli winger Mohammed Salah dan attacking midfielder Chamberlain. Salah tak terbantahkan adalah salah satu pemain terbaik Liverpool dalam 10 tahun terakhir. Dia menjadi top skorer sekaligus pemain terbaik liga Inggris 2017-2018. Pembelian yang sangat brilian. Sementara itu Klopp juga mempromosikan Origi dan mempertahankan Sturridge sehingga pilihan di lini depan Liverpool sangat melimpah.

Tanpa mengeluarkan banyak uang, Liverpool beruntung bisa memperkuat lini belakangnya juga tahun itu. Alexander-Arnold muncul dari tim junior sehingga tidak perlu ada dana keluar, sementara Robertson dibeli murah dari Hull yang terdegradasi. Arnold dan Robertson jadi duet full-back paling sukses di Inggris bahkan Eropa musim ini.

Alexander-Arnold (kiri) dan Robertson (kanan)

2018 - Defence
Selanjutnya Klopp fokus pada pertahanan yang belum semewah lini depan. Uang hasil penjualan Coutinho ke Barca langsung dibelanjakan untuk dua pemain bertahan fenomenal Virgil van Dijk (bek) dan Alisson Becker (kiper). Van Dijk disebut-sebut sebagai calon pemain terbaik dunia. Sementara Alisson adalah penjaga gawang terbaik liga Inggris musim ini.

Virgil van Dijk dan Alisson Becker

Fabinho dan Keita di lini tengah menjadi tambahan kekuatan dalam bertahan. Sementara sebagai sampingan Liverpool mendatangkan Shaqiri dengan harga murah dari Stoke yang terdegradasi. Tahun 2018 tidak ada lagi ketimpangan antara lini depan dan belakang Liverpool. Tim ini siap untuk level permainan yang lebih tinggi.

Liverpool sebelum Klopp

Liverpool setelah Klopp

Kebijakan transfer Liverpool disebut dengan istilah Moneyball, yaitu transfer yang berdasarkan statistik dan data, bukan hanya isu-isu media. Keputusan apakah pemain layak dibeli atau tidak tergantung pada performanya. Jika memang berkualitas tinggi, Liverpool tidak segan membayar mahal untuk pemain bertahan sekalipun, ambil contoh van Dijk dan Alisson.

Pembelian Salah yang pernah gagal di Premier League bersama Chelsea, promosi pemain muda Arnold, serta tikungan maut untuk mendapatkan Fabinho dari sergapan Man United juga hasil dari scouting yang brilian. Tidak ketinggalan Robertson dan Shaqiri dibeli dengan harga murah dari tim yang terdegradasi.

Firmino, Milned, Mane dan Salah (sujud)

Perencanaan matang dan eksekusi yang konsisten telah membawa Liverpool naik kelas dari tim yang kesulitas masuk empat besar liga Inggris menjadi salah satu yang terbaik di Eropa. Sungguh sekarang ini sedang berada dalam fase bangga-bangganya menjadi fans si Merah.

Kamu Ngerokok Nggak?



"Kamu ngerokok nggak?"

Pertanyaan yang saya cukup enjoy menjawabnya karena alhamdulillah seumur hidup belum pernah ngrokok. Bapak nggak ngrokok, mosok saya ngrokok. Tapi saya juga tidak sampai alergi asap rokok. Di kantor yang lama mayoritas coworker-nya perokok. Saya jadi perokok pasif dan akibatnya sempat kena bronkitis. Hati-hati ya sama asap rokok dan asap jalanan.

Waktu makan malam tadi saya sempat wawancara teman saya yang perokok. Ada beberapa insight yang saya dapat setelah ngobrol dengan beberapa perokok.

Yang pertama adalah bahwa tidak semudah itu untuk berhenti merokok bagi orang yang terlanjur terbiasa. Orang yang nggak merokok sering bilang, "hey gak usah ngrokok, mending ditabung nyicil beli rumah", "gak ngrokok setengah tahun duitnya udah bisa dipake buat beli Nmax lho", dll. Tapi bagi orang yang merokok, mereka lebih memilih menghemat biaya makan daripada berhenti membeli rokok jika alasannya karena uang.

Kita harus paham bahwa hampir setiap orang punya kecanduan terhadap sesuatu. Saya kecanduan game Football Manager misalnya, atau ada yang kecanduan game online, bahkan video porno. Ada juga yang kecanduan kopi, teh, gula, soda, dan segala macamnya. Biasanya yang namanya kecanduan konotasinya negatif. Selain sesuatu yang berlebihan tidak baik, jarang orang yang punya candu kepada hal-hal positif. Lebih banyak mana, orang yang kecanduan fitness atau kecanduan Mobile Legend?

Kita pun sering tidak sadar bahwa kita juga mengeluarkan uang untuk memenuhi candu kita itu. Setiap hari minum kopi lebih dari kebutuhan, emang kopi gratis? enggak. Kecanduan drama korea, emang paket internet gratis? enggak. Jadi memakai argumen uang untuk menyuruh orang berhenti merokok tidak praktis.

Cara paling efektif membuat orang berhenti merokok adalah membuatnya malu untuk merokok. Rasa malu adalah pengendali sikap manusia yang paling luar biasa. Ada dua cara mengondisikan agar orang malu mau menyalakan rokoknya.

Pertama adalah membuat larangan tegas. Larangan memang bisa dianggap angin lalu dan dilanggar begitu saja. Tapi ini yang penting:
Jika larangan itu cukup tegas untuk menekan jumlah perokok sehingga perokok di suatu lingkungan jumlahnya sangat sedikit atau bahkan tidak ada, maka larangan itu menjadi efektif. Karena orang punya kecenderungan untuk malu menjadi berbeda. Merokok seorang diri di keramaian membuat si perokok tidak nyaman.
Saya yakin dari 500++ penumpang satu rangkaian kereta, jumlah perokok yang ada di dalamnya setidaknya berkisar antara 100 hingga 150 orang. Diantara itu pasti ada yang menahan diri untuk tidak merokok bukan karena takut diturunkan petugas tapi karena malu kalau dilihat orang. Bisa malu dilihat merokok, atau malu ditegur petugas.

Cara kedua berdasarkan wawancara saya ini agak sulit dikondisikan dan biasanya terjadi secara alami. Tapi dasarnya sama, rasa malu. Kawan saya ini cerita kalau dia sampai saat ini belum pernah merokok di depan teman yang perempuan, malu katanya. Artinya sama seperti kita semua, kalau punya kebiasaan yang sekiranya memalukan kita cenderung menyembunyikannya.

Lalu saya tanya, "kalau ada cewek yang nanya kamu ngrokok atau enggak jawabnya apa". "Kadang-kadang", kata dia.



gambar: vapingdaily.com

Review Film MIB International




Kalau kalian seperti saya dalam hal belum nonton film-film MIB sebelumnya, nggak usah khawatir film ini tetap bisa dinikmati. Dari desain posternya sudah bisa dilihat bahwa duet Thor dan Valkyrie adalah jualan film ini. Sudah pernah bermain bersama sebelumnya di MCU membuat mereka tampak klop walaupun secara komedi masih kurang jenaka. Genre action-comedy yang ditawarkan film ini baru mulai nyala setelah munculnya Pawny.

Agent H digambarkan Thor banget. Ini bukan keputusan yang buruk mengingat persona Chris Hemsworth sudah sangat melekat dengan Thor. Mungkin daripada mau menjadi orang yang berbeda tapi Thor-nya kebawa-bawa mending dibuat sangat Thor sekalian. Lagian bisa dipastikan sebagian besar yang nonton MIB juga nonton Endgame kemarin, jadi tidak mungkin tidak tahu siapa itu Thor.

Untuk Agent M, salah satu yang saya suka dari film ini adalah cerita perjalanan Molly hingga bisa bergabung dalam Men In Black. Pas, tidak membuang durasi, dan heroiknya dapat. Ketika mengenakan setelan jas MIB Agent M juga tampak punya wibawa.

Justru yang kurang adalah pengenalan konflik manusia-alien dan mata-mata di MIB. Seperti belum panas tahu-tahu tokoh protagonisnya sudah menang. Main battle-nya juga terlalu singkat dan straight forward. Padahal kalau dieksplor lebih jauh hubungan manusia-alien ini bisa menjadi premis yang menarik. Selain itu kebebasan untuk 'mendesain' alien juga bisa dimanfaatkan dengan membuat creature yang menarik perhatian dan adorable seperti Tarantian kecil. Sayangnya di MIB hal ini kurang dibuat nendang.

MIB International menggunakan template film action comedy yaitu dua tokoh utama berusaha menyelesaikan kasus tetapi usahanya terganggu oleh adanya musuh dalam pihak sendiri. Jadi teringat Rush Hour-nya Jackie Chan, persis. Bedanya kalau Lee dan Carter mengandalkan bela diri, Agent H dan Agent M menggunakan senjata-senjata canggih. Senjatanya keren-keren imho.

Sebagai penggemar film action comedy tentu saya tidak akan melewatkan film MIB ini. Walaupun secara cerita tidak matang-matang amat tetapi cukup menghibur. Sebuah film ringan yang cocok ditonton untuk mengisi waktu libur, Plus supaya kita tahu MIB itu apa jadi kalau ngobrol tentang MIB lama tidak benar-benar buta.


Jogja dan UMR-nya



Saya adalah orang yang mengapresiasi proses yang dialami oleh seseorang atau sesuatu daripada kondisi dimana dia memulai dan dimana dia sekarang. Bagi saya seberapa istiqomah seseorang memperbaiki diri lebih penting daripada bagaimana keadaannya sekarang. Saya pernah menulis soal ini di Posisi, Kecepatan, Percepatan

Posisi yang tinggi saat ini tidak berarti banyak kalau setiap hari trennya terus menurun. Sebaliknya orang yang awalnya diremehkan kalau dalam setiap waktunya selalu introspeksi diri dan melakukan perbaikan lambat laun (bahkan ada yang dengan cepat) akan naik. Itu yang membuat roda kehidupan terus berputar.

Bukan hanya dalam menilai seseorang. Pendekatan yang sama juga saya gunakan dalam melihat benda-benda mati, bahkan non-fisik. Salah satunya UMR Jogja yang selama ini dikeluhkan angkanya terlalu kecil
Jogja itu terbuat dari UMR terendah, kesenjangan ekonomi terparah (indeks gini tertinggi), tapi pembangunan manusia tertinggi (IPM tertinggi) dan paling bahagia (indeks kebahagiaan tertinggi di jawa). Jadi, cari materi yang gak gampang di Jogja. Carilah sehat, cerdas dan bahagia - @iqbal_kautsar 
Jogja adalah daerah istimewa dengan sejarah yang panjang. Jogja adalah kota yang besar sejak ratusan tahun yang lalu bahkan pernah menjadi ibukota sementara. Semua cerita-cerita manis masa kerajaan Mataram hingga penjajahan tentulah menunjukkan Jogja adalah kota yang maju sejak dulu. Foto-foto lama membuktikan bahwa infrastruktur kota ini modern pada masanya dengan jalan yang lebar dan bagunan-bangunan kokoh.

Jogja, atau DIY pada umumnya adalah daerah yang dihormati karena sejarah dan tradisinya. Sampai saat ini dalam benak saya Jogja sejajar dengan kota-kota besar macam Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, Palembang dan lain sebagainya. Sayangnya tidak begitu, setidaknya dari sisi ekonomi.

Budaya merasa cukup dan tidak banyak menuntut adalah salah satu yang lekat dengan masyarakat Jogja. Tapi seiring berjalannya waktu, ketika arus informasi kian tak terkendali, sebagian masyarakat Jogja tidak lagi menganggap itu cara hidup yang rasional.

Ekonomi cakupannya luas, saya ingin mempersempitnya menjadi kesejahteraan. Walaupun rejeki bukan hanya uang, tapi kalau mau mengukur kesejahteraan suatu wilayah salah satu parameternya adalah UMR daerah tersebut. Sebab, UMR ini diturunkan dari perhitungan Kebutuhkan Hidup Layak (KHL).

Biaya hidup di Jogja murah. Budaya gotong royong dan kerukunan antar warganya juga membantu menekan biaya hidup di atas kertas. Penghasilan 1,8 juta perbulan cukup untuk hidup layak di Jogja, tapi apa cukup untuk hidup nyaman dan aman? Untuk makan sehari-hari cukup, tapi bagaimana kalau pekerja dengan upah sekian ingin memiliki hunian?

Apakah angka 1,8 juta perbulan kecil? Iya. Mari jangan bicara dulu soal Surabaya dan Bandung, UMR Kota Yogyakarta (Rp1.846.000) yang tertinggi di Provinsi DIY bahkan lebih kecil daripada Banyuwangi (Rp2.132.779), serta jauh lebih kecil dari Kota Malang (Rp2.668.420), Denpasar (Rp2.553.000), dan Kota Semarang (Rp2.498.587), serta tidak sampai setengahnya Sidoarjo (Rp3.864.696). See?

Apakah sekarang Jogja sudah beda level dengan kota itu? Sekarang Jogja satu level dengan Kabupaten Garut, Majalengka, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Lumajang, dll kalau dilihat dari segi UMR yang di angka 1,8 juta-an.

Lupakan daerah-daerah middle class macam Cirebon, Kediri, Lombok, Bengkulu, dll karena mereka lebih tinggi dari Jogja. Fakta lain, UMK terendah di Jawa Timur adalah Ngawi (Rp1.763.267) masih lebih tinggi dari Kabupaten Sleman (tertinggi kedua di DIY setelah Kota Yogyakarta).

Mengenai angka-angka itu silakan dicari lebih jauh datanya banyak tersebar di internet. Saya coba bergerak sedikit lebih jauh dengan berbekal pertanyaan: angkanya memang kecil, lalu bagaimana dengan perubahannya dari tahun ke tahun?

Saya coba kumpulkan data UMR beberapa daerah tahun 2009 dan 2019. Namun untuk kota dan kabupaten di DIY saya hanya menemukan data dari tahun 2014.

Dari data yang berhasil saya dapatkan, angkanya saya tabulasikan dalam tabel berikut:


Dari tabel tersebut bisa dilihat bahwa selain nilai UMR yang rendah, pertumbuhan UMR di D.I.Yogyakarta juga alon-alon waton kelakon. Untuk Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Bantul saya melakukan ekstrapolasi linear sehingga angka persentase kenaikan di situ sudah dinormalisasi sesuai data yang lain yaitu kenaikan selama sepuluh tahun terakhir. Sementara untuk Provinsi DIY secara keseluruhan data tahun 2009 tersedia sehingga tidak perlu dilakukan ekstrapolasi serupa.

Hasilnya, dapat dilihat bahwa UMR DIY hanya naik 124% selama 10 tahun terakhir. Bahkan Kota Yogyakarta, Sleman, dan Bantul memiliki angka pertumbuhan yang lebih kecil. Peningkatan ini hanya sekitar setengah pertumbuhan UMR di kawasan Jabodetabek, Bandung, dan Semarang. Kota-kota besar di Jawa Timur bahkan tumbuh hingga 300% lebih.

Kita perlu berdiskusi tentang penyebab rendahnya rate kenaikan UMR di DIY dibandingkan daerah lain di Indonesia. Dalam pikiran saya, kondisi ini disebabkan oleh faktor dari dalam yaitu masyarakat DIY sendiri. Sebagai wilayah dengan sejarah yang panjang dan budaya yang melekat, warga DIY tampaknya mengambil posisi konservatif dalam menghadapi perkembangan jaman.

Nilai-nilai seperti sopan santun, gotong royong, dan lain sebagainya diturunkan dari generasi ke generasi dan membuat nilai ini terjaga sampai saat ini. Kerukunan dan kepedulian antar warga membuat cost hidup di Jogja menjadi jauh lebih murah daripada daerah-daerah lain.

Pada level pengambil kebijakan, dengan masih kuatnya supremasi Kraton, ditambah gerakan para SJW (social justice warrios) membuat Jogja tidak begitu friendly bagi pemodal besar yang ingin menanamkan investasi di daerah ini dalam bentuk usaha atau infrastruktur masif. Pada satu sisi ini menjadi penyebab tertinggalnya Jogja dibanding kota-kota macam Bandung, Semarang, dan Surabaya dalam hal pembangunan. Namun di sisi lain warga lokal Jogja tidak merasa perbandingan itu penting, yang penting mereka dapat hidup nyaman dan stabil di kota tercintanya.

Adanya Sultan Ground (SG)  yang tersebar di seluruh penjuru DIY membuat hampir tidak mungkin di DIY akan berdiri kota mandiri raksasa seperti BSD atau Kota Baru Parahyangan. Dalam pembangunan infrastruktur jalan tol juga Sultan tidak ingin tol dibangun di permukaan tanah tetapi harus elevated walaupun biayanya jauh lebih mahal. Hal ini membuat infrastruktur Jogja tidak semaju kota-kota besar lainnya di Indonesia.

DIY kurang menggiurkan bagi investor karena aksesnya yang terisolasi dari kota besar lain dan tidak memiliki infrastruktur penunjang produksi skala besar. DIY tidak (atau belum) terhubung jaringan tol, tidak punya pelabuhan untuk pengiriman logistik, dan operasi bandara baru belum maksimal. Akibatnya tidak banyak modal (uang) masuk ke Jogja. Hidup masyarakat Jogja adem ayem, namun kalau dihitung dengan uang kurang menggiurkan.

Tapi kebahagiaan tidak semata-mata uang. Kedamaian dan kemudahan hidup di Jogja adalah sesuatu yang menggoda bagi orang yang ingin tinggal di sana. Banyak pertimbangan orang ingin bekerja dimana dan tidak semuanya bisa kita pahami. Pertimbangan dekat dengan keluarga adalah sesuatu yang tidak bisa dinilai dengan angka.

Jogja dikenal sebagai kota pelajar dengan sekolah-sekolah dan perguruan tinggi yang namanya harum hingga tingkat nasional. Jogja juga kota yang mampu mempertahankan budayanya ditengah gempuran modernisasi. Tinggal di Jogja sama sekali bukan pilihan yang buruk.

Kita sebagai generasi milenial punya pertimbangan yang lebih besar dalam memilih dimana kita akan tinggal. Marilah kita bertanya dimana kita akan lebih bermanfaat, lalu tujulah tempat itu.
Khairunnas anfa'uhum linnas
Sebaik-baik manusia adalah yang berguna bagi manusia lainnya. Jika memang kita akan lebih berguna di ibukota, pergilah walaupun orang bilang ibukota kejam. Jika memang mampu mengembangkan daerah-daerah terdepan, berangkatlah, rangkul masyarakat di sana dan tingkatkan taraf hidupnya. Jika memang lebih baik di Jogja, pergilah dan rasakan kenyamanan hatinya.






Bukan Menghakimi, Hanya Sedikit Suudzan



Saya punya unpopular opinion yang kalau dituliskan di twitter atau instagram mungkin akan dihujat, atau minimal dirasani. Saya kok merasa susah untuk tidak suudzan ketika melihat teman berpasangan (sepertinya pacaran) pergi ke luar kota berdua saja untuk liburan selama beberapa hari.

Saya jarang buka instagram akhir-akhir ini. Tapi beberapa waktu lalu saya tidak sengaja melihat insta-story salah satu teman lama yang berlibur berdua dengan lawan jenis. Saya jadi agak kepo, bukan karena ingin tahu mereka ngapain aja, tapi cuma penasaran mereka liburan kemana dan berapa lama?

Dari foto boarding pass yang diupload teman saya ini bisa diketahui kalau mereka liburan ke salah satu kota besar di Pulau Sumatera. Sebagai catatan, teman saya ini berdomisili di Jogja. Pertanyaan kemana sudah terjawab dari sini.

Selanjutnya saya iseng mengecek kelanjutan liburan teman saya ini. Kepo sekali ya, sorry. Saya pantau insta-story-nya dan ternyata mereka berdua ini liburan selama 5 atau 6 hari. Setelah dari Sumatera itu mereka ke Bandung by the way. Saya jadi mikir, di tengah mahalnya tiket pesawat liburan multi-kota masih affordable ya?

Begini, menjawab pertanyaan kemana dan berapa lama penting karena itu berkaitan dengan seberapa gampang untuk berprasangka baik. Kalau liburan atau jalan-jalan masih di kota domisili atau sekitarnya saja, masih bisa diharapkan malamnya pulang ke rumah masing-masing. Tapi kalau ke kota yang jauh kemungkinan nginap di hotel, right? Satu poin yang mendekatkan ke arah suudzan.

Saya tahu bahwa belum tentu mereka nginep bersama, saya juga masih punya keyakinan bahwa tidak semudah itu terjadi. Maka masuk ke pertanyaan kedua, berapa lama. Liburan 5-6 hari tentu beda dengan bertemu setengah hari pagi hingga petang. Belum lagi faktor 'melewati malam' yang membuat resiko berlipat tinggi.

Orang yang lebih 'kanan' dan polos dari saya tentu akan lebih muni-muni tentang liburan jenis ini. Tapi orang yang lebih 'kiri' dan liberal dari saya mungkin menganggap saya kolot dan ketinggalan jaman. Itulah alasannya saya menuliskan ini di blog bukan di twitter atau instagram. Alasan lain, takut ada yang merasa tersindir padahal belum tentu saya bicara soal dia.

Adik saya perempuan, yang artinya di keluarga saya ada anak perempuan. Orang tua tidak pernah mengijikan adik saya ini berlibur dengan model seperti ini. Syarat dan ketentuan untuk pergi liburan cukup ketat. Sebagian besar waktu saya juga dijalani di masyarakat yang 'hijau' dan menjunjung budaya ketimuran. Saya sendiri walaupun belum baik tapi mendapat kontrol sosial yang cukup untuk menjauhkan saya dari aktivitas seperti itu.

Saya suka dengan salah quote dari film Jomblo yang dibintangi Ringgo Agus, Christian Sugiono, dkk
Hal-hal kaya gini nih harus dilakukan dengan penuh persiapan, tapi juga . . . tanpa dosa
Eits saya bukan menghakimi, itu saya tulis dosa di situ karena memang dari filmnya begitu, silakan tonton di youtube. Link film jomblo https://www.youtube.com/watch?v=u1MSnIs0sx4

Saya punya pilihan melihat hal ini, untuk diam saja atau mencoba menasehati. Tapi saya tidak dalam posisi yang nyaman untuk berkomentar langsung di depannya. Maka untuk saat ini saya introspeksi ke dalam saja. Bahwa saya juga punya cara untuk dijalani, dan bukan cara ini.

Astaghfirullah, mudah sekali ya berprasangka buruk

Kepo



Sekarang kata kepo sudah masuk ke KBBI loh. Menurut KBBI kepo artinya rasa ingin tahu yang berlebihan tentang kepentingan atau urusan orang lain. Ada beberapa dalil, tapi yang paling kuat mengatakan kepo awalnya adalah singkatan dari Knowing Every Particular Object.

Hampir setiap kata punya nuansa, termasuk kepo. Sayangnya, konotasi yang disematkan padanya cenderung negatif. Seolah orang yang kepo selalu telah melanggar hak privasi orang lain. Padahal belum tentu, bisa jadi kitanya sendiri yang menaruh informasi itu untuk publik. Orang yang kepo hanya butuh sedikit usaha untuk tahu tentang kita, dengan scroling media sosial misalnya.

Saya akui saya juga orang yang sering kepo. Bukan karena ingin tahu privasi orang lain, tapi saya merasa ada beberapa keuntungan ketika kita tahu banyak tentang orang. Bukankah badan intelejen dibentuk dan dibayar untuk itu?

Dengan tahu apa yang seseorang suka atau benci misalnya, kita bisa membuatnya lebih positif hanya dengan mengajaknya berbicara tentang yang disukainya dan menghindari menyebut hal yang membuatnya tersinggung. Bayangkan bencana yang ditimbulkan dari pertanyaan sederhana "Bapak apa kabar?" kepada orang yang ternyata yatim.

Selanjutnya, dengan tahu seseorang itu berasal dari mana atau pernah sekolah dimana kita bisa memperbanyak bahan obrolan yang berbobot. Apalagi jika kita dan lawan bicara memiliki kesamaan dalam hal alumni sekolah atau kuliah di kampus yang sama, obrolan sederhana bisa jadi ajang nostalgia.

Sisi positif lain dari kepo adalah jika kita baru akan pertama kali ketemu dengan seseorang, kita bisa cek dulu wajah dan penampilannya seperti apa jadi mudah untuk mengidentifikasi. Operasi intelejen yang ini gampang dilakukan di jaman media sosial seperti sekarang.

Masih ada beberapa sisi positif dari kepo, tapi tiga alasan di atas adalah yang paling signifikan. Dengan melakukan itu, saya jamin kita akan lebih mudah masuk ke lingkungan baru atau mengenal orang baru. Apalagi untuk orang introvert macam saya.

First impression means more sekarang ini. Beberapa menit awal berkenalan atau bertemu kita sudah bisa menilai apakah orang/grup ini asik atau tidak, nyambung atau tidak, jodoh atau tidak, eh. Dengan kepo lebih dulu, kita bisa punya kendali lebih terhadap first impression diri kita di mata dia/mereka.

Jangan sampai kita salah ngomong hal-hal yang membuat mereka ilfeel. Mending kalau itu sekedar orang yang ketemu satu dua kali saja, tapi kalau itu klien bernilai ratusan juta gimana?

Agar tidak menimbulkan masalah tentu kepo harus dikasih batasan. Janganlah kita sampai ingin tahu segala urusan dan kepentingan orang. Kita cukup mengeksplor informasi-informasi yang sifatnya publik dan yang paling mudah adalah dengan memanfaatkan media sosial.

Kalau kita memang benar-benar ingin tahu tentang orang, kita bisa cek medsos orang tersebut mulai dari facebook, twitter, instagram, askfm, blog, linkedin, youtube, dan lain sebagainya. Memang tidak semua orang punya akun disana, tapi kita berharap saja bisa menemukan namanya di kolom pencarian.

Instagram memberi tahu kita tentang aktivitasnya sekarang, siapa teman-temannya, dan dimana dia beraktivitas. Facebook lebih ke melihat sejarah orang tersebut, dimana dia pernah bersekolah, siapa mutual friend kita, bahkan kita bisa lihat foto-foto masa lalunya kalau belum dihapus.

Twitter dan blog berguna untuk tahu seperti apa personal orang tersebut karena dua sosmed ini berbasis tulisan dan kata-kata. Di twitter lihat apa yang dia tweet, retweet, dan terutama like. Blog memberi informasi lebih dalam tentang orang tersebut karena lebih personal dan biasanya banyak curhatan

LinkedIn jika dikelola tentu menjadi sumber informasi komplit tentang karier profesionalnya, sangat sesuai untuk kepo urusan bisnis dan pekerjaan. Di youtube kita bisa cari akunnya, lihat liked video jika dipublish, dan terutama lihat video apa yang pernah diupload. Generasi milenial ini sering upload video untuk kepentingan lomba atau seleksi, sumber bagus untuk kita tahu lebih banyak tentang orang itu.

Sosial media lain punya metode kepo dan jenis informasi yang beragam sesuai dengan karakter sosmed masing-masing. Jangan lupakan juga cara paling mudah untuk kepo yaitu dengan search namanya di pencarian google, kalau banyak sepak terjangnya pasti keluar beritanya.

Selain kepo orang yang bersangkutan, kita juga bisa memanfaatkan sosial media milik teman atau keluarganya, ini juga bisa memberikan informasi lebih dalam jika dibutuhkan. Tentu seberapa dalam kita mencari tahu tergantung seberapa besar keperluan kita untuk tahu. Tetap jaga kesopanan, hanya lihat informasi yang memang dia ijinkan untuk diakses oleh publik.

Disini kita juga harus ingat bahwa kita juga bisa menjadi obyek kepo. Jika kita tidak ingin banyak diketahui orang lain pastikan kita membedakan mana informasi untuk publik dan mana yang untuk lingkaran dekat saja. Jika merasa terganggu dengan orang yang tahu banyak tentang kita jangan langsung menyalahkan dia kepo, cek juga apakah kita dengan mudahnya memberikan data.

Kita juga harus waspada di media sosial, jangan asal posting nomor hp pribadi atau orang lain tanpa ijin, jangan dengan mudah memberitahukan nama orang tua, kakak, adik, atau saudara lainnya, dan jangan melakukan diskusi sensitif atau rahasia di timeline media sosial.

Kepo dengan penuh tanggung jawab dan sopan santun ya!