Mulai Dari Masjid


 

Bismillah..

Maybe some of you know, saya pindah domisili beberapa kali. Sebagai orang yang tidak terlalu pandai bergaul dan cenderung pemalu sebenarnya ini salah satu ketakutan saya waktu kecil dulu. Saya kurang nyaman masuk ke lingkungan baru yang belum dikenal. Kalau mau begitu harus ada teman orang dalam atau kenalan yang menyambungkan.

Tapi setidakmau-tidakmaunya saya tetap saja suatu hari harus mengalami. Yang paling serius tentu saja waktu saya pindah dalam posisi sudah menikah. Kali ini tanggung jawab sosial masyarakatnya beneran dan wajib, bukan opsional lagi. Waktu ngekos sebagai mahasiswa dulu, karena saya hanya satu diantara banyak yang lain, plus masih ada bapak/ibu kos sebagai interface dengan dunia luar, bergaul dengan tetangga rumah terasa nggak wajib-wajib amat.

Meski begitu, pengalaman ngekos itu membawa pelajaran yang ternyata berguna untuk sekarang. Bahwa kalau dasarnya kita tidak pandai bergaul, cara paling mudah untuk mengakrabkan diri dengan lingkungan adalah lewat masjid. Kebetulan kos saya di Bandung sebelahan dengan mesjid dan ada 2-3 teman yang rajin mengingatkan untuk salat jamaah.

Masjid adalah tempat paling strategis dimana kita bisa hadir menampakkan diri tanpa wajib bercengkrama dengan orang lain, diem tok wes gak masalah. Datang, salat, duduk sebentar setelah salat, lalu pulang, sudah cukup dan nggak akan jadi perhatian (teks ini untuk orang yang tidak nyaman jadi pusat perhatian). Beda dengan kerja bakti ahad pagi misalnya, nggak bisa diem aja, harus ngobrol, ya kalau nyambung, kalau enggak?

Melakukan hal diatas setiap hari membuat lama-lama muka kita dikenal, setidaknya orang tahu kita sebagai orang baru yang tinggal di daerah itu. Untuk mempercepat proses bisa ditambah mengajak salaman orang-orang, ini juga hanya butuh senyum tidak perlu skill basa-basi. Datang lebih awal lalu pulang lebih akhir juga membuat lebih gampang dihafal minimal sama marbot masjid.

Next stepnya ketika jalan pulang dari masjid barengi jamaah yang lain. Ini memberikan beberapa keuntungan. Pertama, lebih gampang membuka obrolan privat daripada di forum yang ramai, saya lebih suka begitu. Kedua, kalau tidak nyambung pun kita cuma perlu bertahan paling lama 5 menit sampai salah satu sampai di rumah, exit plan jelas wkwk. Dengan melakukan ini kita juga jadi tahu rumah beliau dimana dan mungkin tahu hobi atau kebiasaannya.

Kalau sudah kenal dengan sejumlah warga, jauh lebih mudah untuk bergaul di aktivitas-aktivitas yang lebih variatif. Undangan-undangan semakin tidak menjadi beban, bahkan cenderung menyenangkan. Kerja bakti pun outputnya jadi seru karena masuk obrolan dan guyonannya, walaupun hanya bantu-bantu bebersih ranting atau nyapu jalan karena tidak terampil pakai alat-alat.

Buat orang yang supel dan pede jadi pusat perhatian mah nggak perlu repot-repot seperti ini, langsung aja nimbrung. Tapi baby step ini perlu untuk orang seperti saya karena menurut saya bergaul di masyarakat ini ada seninya sendiri, beda dengan di tempat kerja atau sekolah. Klasifikasi hal-hal yang bisa dan tidak bisa dibicarakan berbeda karena luasnya variasi latar belakang dan interes di masyarakat.

Saya nggak tahu ini urusan berkahnya masjid atau apa ya. Tapi ya begitulah, masjid bukan cuma urusan vertikal, efek horizontalnya pun besar. Masjid adalah pintu masuk ke sebuah tempat.