Mobil Terbang


Sudah lama saya tidak nulis soal simple injiniring. Kali ini pikiran saya tergelitik dengan ide tentang mobil terbang. Yes some people take nek ora sabar maburo too seriously. Kejengkelan terhadap macetnya kota-kota car oriented di seluruh dunia memberi ide bagi inovator dan investor untuk membuat mobil yang bisa terbang sehingga bisa men-skip kesemrawutan jalan. 

Sudah ada beberapa yang membuat kendaraan seperti ini. Pada dasarnya konsepnya adalah membuat multicopter, atau simpelnya drone, yang punya gaya angkat (lift) cukup besar sehingga bisa mengangkat kabin beserta isinya yaitu manusia. Ini adalah contoh mobil terbang buatan NEC (Japan) dan EHang (China)

Bendanya sudah real bisa terbang ya, bukan model atau CGI lagi ini. Tapi apakah ide ini bakal step up ke level industry-ready dan mass production? Apakah pasarnya ada dan investor mau membiayai terus? Ataukah hanya akan menjadi kendaan konsep dan platform unjuk teknologi saja? Saya rasa kita perlu lihat beberapa hal.

Cara Kerja

Sesuatu bisa terbang karena mengikuti hukum fisika sederhana. Kalau gaya angkat lebih besar dari beratnya, dia akan naik. Kalau sama, dia mempertahankan ketinggiannya. Sedangkan kalau gaya angkat lebih kecil, dia akan turun. Propeller atau baling-baling lah yang bertanggung jawab untuk menghasilkan gaya angkat atau lift. Propeller ini diputar oleh mesin. Secara fisik gerakannya sama saja dengan kipas angin, tapi jauh lebih kuat dan cepat. 

Kipas angin kalau diputar di setingan tinggi bisa meniup benda-benda ringan. Ini karena blade kipas dibuat punya sudut sedemikian rupa. Bentuk ini, ketika berputar akan memindahkan udara dari satu sisi ke sisi yang lain sehingga menimbulkan udara bergerak alias angin. Baling-baling pada wahana terbang pun begitu, namun massa udara yang digerakkan jauh lebih banyak dan cepat, alias hembusannya kuat. 

Hembusan atau wash dari wahana terbang yang ingin take off vertikal seperti mobil terbang ini perlu besar. Kenapa? Karena wash yang ditimbulkan harus sama berat dengan kendaraannya. Inilah masalah pertama, downwash yang kuat akan mengacaukan apa yang ada di bawahnya. Tanah dan kerikil berterbangan, tanaman rusak, bahkan manusia bisa terpental. Semakin besar dan berat wahananya, semakin masif pula efeknya, dan ini terjadi setiap take off.

Makanya dibuatlah area khusus seperti helipad. Sebuah tempat yang permukaannya solid dan sekelilingnya luas bebas gangguan. Kalau di perkotaan padat, dibuatnya di atas gedung. Jadi pertanyaannya sebarapa praktis kendaraan dengan cara kerja dan requirement seperti ini?

Safety

Sertifikasi untuk kendaraan berpenumpang yang bisa terbang rumitnya luar biasa. Jadi kalau mobil terbang ini bisa terrealisasi, fitur safetynya seharusnya sudah cukup mumpuni. Tapi saya sendiri kok tetap ngeri kalau lihat penumpang duduk diapit 4,6, sampai 8 propeller seperti di gambar. Propeller itu kalau berputar bisa jadi tajam seperti pisau lho.

Dulu ada trend lampu pop-up di mobil. Tapi lalu dilarang sebab dianggap tidak safe karena membuat ada sesuatu yang tajam di bagian depan/kap mesin. Lha ini mobil terbang malah naruh propeller di dekat manusia, gede-gede pula. Pasti ada mekanisme fail-safe-nya sehingga kalau ada kegagalan atau error masih safe. Tapi apakah worth the risk untuk dinaiki?


Efisiensi dan Performa

Wahana seperti ini hampir pasti tenaganya dari baterai. Seolah 'green' ya, padahal konsumsinya sangat tinggi. Jadi tergantung setrumnya dihasilkan dari pembangkit listrik yang benar-bener hijau atau masih dari fosil. Secara biaya pemiliknya mungkin sudah tidak mikir, tapi secara lingkungan agak jadi concern.

Bicara performa wahana terbang, biasanya ada dua yang dinilai, yaitu endurance dan range. Endurance adalah seberapa lama waktu operasinya, range adalah seberapa jauh jangkauannya. Saya kok ragu mobil terbang ini bisa bersaing dengan teknologi transportasi yang sudah ada. Easy to say belum bisa menyaingi jet pribadi dan helicopter secara endurance, range, dan kecepatan.

Helicopter

Kalau saja kita tidak punya fetish bahwa mobil terbang harus berbentuk seperti mobil dan tidak boleh menyerupai capung, mungkin kita bisa sepakat bahwa untuk kita sudah punya mobil terbang berupa helicopter. Helicopter memenuhi semua yang ingin dicapai dengan mobil terbang, tapi dengan teknologi yang sudah mature. Tapi namanya manusia kan tidak pernah puas dan kadang overcomplicate things. Satu hal, secara cuteness memang menang mobil terbang sih.

Conclusion

Mobil terbang ini lebih cocok untuk jadi concept dan barang pameran saja sih menurut saya. Dia tidak memberikan nilai tambah yang berarti untuk moda transportasi eksisting. Meski begitu, sebagai bahan riset ini sangat menarik. Bukan tidak mungkin part of its technology bisa diambil dan diterapkan di wahana terbang lain. Mobil terbang tetap sebuah inovasi yang positif.


Chandra

Kabar Baik



Meskipun brandnya identik dengan kapitalisme barat, setidaknya McDonalds yang ada di Indonesia adalah franchise fastfood yang punya standar mushola paling tinggi dan konsisten menurut saya. Kalau sedang dalam perjalanan dan ingin salat namun tidak ketemu masjid, saya lebih memilih mampir di gerai McD daripada SPBU sekalipun. Bahkan kalaupun saya belum pernah singgah ke gerai McD yang itu, saya bisa cukup yakin bahwa musholanya layak.

Sementara itu franchise lain belum sereliable itu. Saya nggak sebegitu yakin untuk berhenti di KFC misalnya, karena ada yang musholanya bagus, ada yang seadanya, dan ada yang tidak menyediakan sama sekali. Ini berlaku untuk gerai-gerai dari brand lokal maupun luar lainnya. Masih ada restoran atau warung makan yang menganggap mushola setara dengan toilet, hanya pelengkap, bukan fasilitas untuk pelanggan melakukan ibadah sakral.

Kabar baiknya, saya rasa kita sedang menuju ke arah yang benar. Semakin banyak owner bisnis yang sadar bahwa sebagian besar target pasarnya melaksanakan salat, dan dengan memberikan fasilitas ibadah yang layak kemungkinan semakin banyak orang datang dan yang datang akan singgah dalam waktu yang lebih lama. Dengan naiknya volume order online/delivery, dua tiga table dapat dihilangkan dan diconvert jadi mushola. Apalagi menjelang musim buka puasa nanti, keberadaan tempat untuk salat maghrib jadi pertimbangan banyak orang untuk memutuskan mau berbuka dimana.

Dalam ukuran yang lebih besar, setidaknya di Jakarta, kini mall-mall juga meremajakan tempat salatnya. Bahkan beberapa ada yang membuat masjid. Mall-mall yang relatif baru telah dibangun dengan memasukkan mushola sebagai bagian desain direktori/arsitekturnya, tidak lagi asal taruh ruangan kotak di parkiran dan memisahkan mushola pria wanita di lantai yang berbeda. Coba ke PIM 3, Blok M Plaza, Mall of Indonesia, atau Senayan City, di sana mushola diperlakukan sama bersih dan baiknya dengan area komersil yang menghasilkan revenue untuk pengelola. Kalau Blok M Square jangan ditanya, masjid di rooftopnya mungkin punya agenda lebih padat daripada banyak masjid tapak di Jakarta, plus ada ka'bahnya pula.

(..brand new Sarinah left the chat..)

Beberapa tahun yang lalu saya baca buku Generation M karya Shelina Janmohamed. Disana dibahas contoh-contoh di berbagai penjuru dunia bahwa besarnya pasar anak muda muslim (dan peningkatan power ekonominya) telah membuat produsen menghadirkan produk yang ramah islam. Contohnya adalah munculnya bir dengan kandungan 0% alkohol. Meskipun di Indonesia (re: MUI) masih jadi polemik, tapi di luar negeri ini adalah salah satu keberhasilan kolektif pasar anak muda muslim. Bir punya image keren, anak muda muslim juga suka tampak keren namun tidak bisa minum alkohol, tapi yang seperti ini jumlahnya banyak, solusinya adalah 'bir' dibuat tanpa alkohol.

Opini pribadi saya soal ini, kalau saya baca-baca MUI belum mengeluarkan sertifikat halal untuk bir 0%, salah satu alasannya karena namanya masih 'bir'. Tapi saya pikir ini karena tujuan kemaslahatan sosial saja, karena bagaimana dengan bir pletok yang dideclare halal, atau bakmi bakpao bakcang yang mengandung 'bak'.

Masih banyak contoh serupa mengenai perubahan komoditas yang disebabkan naiknya pasar muslim baik secara kuantitas maupun kualitas. Saya tahu dari istri saya bahwa sekarang banyak busana muslim seperti gamis dan jilbab yang harganya mencapai ratusan ribu bahkan jutaan rupiah. Jilbab naik kelas dari pakaian untuk menutup aurat menjadi sebuah mode fashion. Bank-bank dan jasa keuangan semakin banyak yang membuka segmen syariah sebagai upaya menarik lebih banyak nasabah muslim. Banyak lagi, you name it, kadang perubahannya gradual jadi nggak terlalu kelihatan tapi tetap bisa dirasakan.

Di saat bersamaan muncul banyak influencer yang secara langsung maupun tidak langsung mempromosikan gaya hidup ala islam. Ustadz yang mengajari ilmu agama tetap perlu as always. Tapi kini kita punya banyak sosok yang menjalani hidup dengan aktivitas yang beragam sambil tetap menunjukkan nilai islam secara keren dan berkelas. Halal is the new cool.

Perubahan-perubahan ini menaikkan kehormatan dan bargaining power komunitas Islam. Jika momentum ini dijaga semoga ke depan kita ada di posisi yang lebih baik lagi. Tujuannya bukan untuk mengintimidasi atau mengalahkan yang lain, tapi untuk membawa perubahan positif bagi dunia. Faktanya sekarang banyak orang barat mulai mempopulerkan zero alcohol lifestyle karena membuat mereka jadi lebih sehat dan lebih baik dalam bekerja. Halal lifestyle sejatinya memang bukan untuk orang islam saja, melainkan untuk seluruh manusia.

Semoga ramadhan kali ini membawa banyak keberkahan dan menjadikan kita jadi manusia yang lebih baik. Selamat menunaikan ibadah puasa. Mari berbahagia menyambut datangnya Bulan Ramadhan. Barakallah.


Chandra
saya tulis ini di pinggir jalan depan masjid pagi-pagi, saya perhatikan masjid ternyata banyak yang mampir salat dhuha.

gambar dari website Blok M Square

Ibu




Ini mungkin salah satu konten YouTube paling menyentuh yang pernah saya tonton. Cek video ini terutama dari timestamp 1:16:30 sampai 1:25:00.



Banyak dari kita merantau ketika mulai bekerja, kuliah, bahkan ketika masih sekolah menengah. Sepertinya ini sudah jadi norma yang umum, bahwa suatu hari anak akan keluar dari rumah untuk meneruskan sekolah atau bekerja. Konsekuensi dari merantau adalah munculnya jarak fisik antara kita dengan orang tua, keluarga, dan saudara. Tapi tanpa disadari kesibukan untuk sekolah atau bekerja yang direstui orang tua itu, justru jadi sebab munculnya jarak batin dengan mereka.

Saya menemukan video itu bertepatan dengan masa dimana saya merasa sedang jauh dengan orang tua. Saya hanya menelepon orang tua seminggu sekali, itupun hanya 20-30 menit. Sementara itu kalau tidak urgen ibuk sangat jarang menelepon duluan karena berpikir saya sedang bekerja. Video ini jadi wake-up call bahwa saya harus lebih sering menelepon mereka, atau minimal menghidupkan group chat keluarga. Ibuk tidak akan protes sesedikit apapun anaknya menghubungi, semata-mata karena kebesaran hatinya. Tapi kita sebagai anak yang sering lupa pada mereka.

Akhir tahun kemarin bapak ibuk berkunjung dan menginap. Tempat tidur ready, tapi saya berinisiatif membelikan dua buah bantal baru. Saya belikan dua bantal itu dengan merk yang berbeda, karena iseng saja. Agar tetap baru, bantal ini baru saya buka ketika mereka mau datang dan tidak saya coba lebih dulu. Betapa menyesalnya saya karena setelah bapak ibuk pulang, saya pakai bantalnya ternyata yang satu sama sekali tidak enak dipakai. Untuk saya saja tidak nyaman, apalagi ibuk, tapi beliau sama sekali tidak berkomentar, blas nggak ada. Menyesalnya luar biasa. Penyesalan ini nggak bisa ditutup pakai keberhasilan apapun di pekerjaan atau lainnya.

Pendek saja, sisanya silakan lihat videonya.
Chandra