Cerita Cabut Gigi


Bukan saya yang cabut gigi, tapi istri, begini ceritanya..

Suatu hari di 2023 
Gigi paling belakang kanan atas sakit. Kami ke salah satu klinik gigi di daerah Ciledug dan gigi yang berlubang itu ditambal oleh dokter. Selama kurang lebih setahun tidak ada masalah dan tidak pernah kambuh. Sampai akhirnya di awal ramadhan kemarin kumat.

12 Maret 2024, Selasa
Sakit gigi kambuh saat awal puasa sekaligus libur cuti bersama nyepi dimana banyak klinik tutup dan dokter libur praktek. Akhirnya kami nemu dokter gigi si RS Mitra Keluarga Pamulang. Kebetulan rumah sakit ini juga berpartner dengan asuransi kantor yang akan kami pakai. Tidak ada antrian di poli gigi karena kalau tidak urgen rasanya orang tidak ingin periksa gigi saat puasa.

Menurut dokter, gigi yang bolong ini sudah seharusnya dicabut. Tapi karena kami prefer cabut gigi setelah lebaran jadi minta ditambal dulu sementara. 

14 Maret 2024, Kamis
Rasa ngilu di gigi sudah hilang. Kami jadi optimis bahwa bisa cabut gigi setelah lebaran. Di sisi lain kami juga prefer untuk cabut gigi di Bantul saja karena sudah ada dokter gigi langganan di sana. Plus BPJS istri kemarin ada problem jadi sepertinya perlu diurus dulu. 

17 Maret 2024, Minggu
Gigi kumat lagi. Kali ini malah lebih sakit sehingga tidak ada pilihan lain selain harus segera dicabut. Kami cek beberapa rumah sakit yang ada praktek dokter spesialis bedah mulut, mencocokkan dengan availability saya untuk mengantar, dan cari opsi tanggal terdekat, plus sedikit background check siapa dokternya.

Akhirnya kami putuskan untuk buat janji dengan drg Evy SpBM di RS Mitra Keluarga Kemayoran pada Selasa, 19 Maret. Kami juga buat janji dengan dokter lain di rumah sakit lain pada hari Rabunya in case dokter Evy cancel/reschedule. Untuk asuransinya otomatis tidak bisa pakai BPJS dan harus pakai asuransi kantor yang by rule coverage-nya 90%, jadi akan ada ekses. 

19 Maret 2024, Selasa
Kami ketemu dokter Evy di RS Mitra Keluarga Kemayoran. Proses pendaftaran cepat dan tidak ada antrian, ternyata hari itu kami adalah satu-satunya pasien. Istri ditanya keluhan dan diperiksa. Inginnya cabut gigi sesegera mungkin, tapi tidak bisa di hari ini karena baru konsul pertama, perlu rontgen dulu, dan perlu konfirmasi ke asuransi apakah biaya odontektomi dicover. 

Hari itu juga istri rontgen gigi. Dokternya baik sekali, mau menunggu sampai hasil rontgen keluar. Kesimpulannya selain gigi keropos yang sakit ini, ada satu lagi di kanan bawah yang perlu dicabut karena impaksi. Oke kebayang berapa kira-kira 10% ekses yang perlu dibayar, itupun jika dikonfirmasi oleh asuransi bahwa masuk benefit. Tindakan dijadwalkan Kamis, 21 Maret, subject to konfirmasi dari pihak asuransi yang menurut RS biasanya butuh waktu 1-2 hari.

20 Maret 2024, Rabu
Belum ada konfirmasi dari pihak asuransi jadi kami prepare untuk tindakan giginya mundur ke minggu depan.

21 Maret 2024, Kamis
Alhamdulillah pagi-pagi ada telepon dari admin rumah sakit bahwa asuransi mengcover odontektomi, tapi limitnya diambilkan dari rawat inap. Okelah saya pikir, mestinya skemanya sama, 90% dibayar asuransi, 10% dibayar sendiri. Siang harinya kami berangkat ke RS Mitra Keluarga Kemayoran lagi.

Jam 2 tepat kami tiba, namun dokter sedang ada pasien lain. Jam 2.40 kami masuk ruangan dan istri langsung naik kursi tindakan. Saya diijinkan masuk ruangan dan duduk di pojok. Sebenarnya nggak bisa lihat secara jelas juga karena terhalang berbagai peralatan dokter gigi. Saya juga sambil meeting online karena itu masih jam kerja.

Tindakan selesai jam 3.40. Kami agak berburu dengan waktu karena jam 5 saya ada agenda offline di daerah Kuningan. Saya ke bagian admin untuk mengurus pembayaran, namun info dari admin sedang diproses dengan asuransinya dan kemungkinan akan memakan waktu 2 jam. Tapi karena pasien butuh obat secepatnya, obat bisa diambil dulu di farmasi. Karena yang jam 5 ini agenda penting dan tidak bisa telat, setelah salat saya pergi duluan naik gojek sementara istri menunggu obat. Pikiran saya kemana-mana antara istri yang nunggu obat dalam kondisi tidak bisa buka mulut, asuransi yang saya khawatirkan tidak jadi mengcover (total biaya 13 juta++), dan meeting yang akan saya jalani. It's a loooong day.

Di tengah perjalanan istri WA bahwa sudah dapat obat dan sudah bisa tiduran di mobil. Satu kekhawatiran selesai. Saya mulai meeting jam 5 dan tidak buka HP sampai jam 6. Karena buru-buru terus dari tadi saya belum sempat beli makan untuk berbuka, untung di jalan saat naik gojek tadi ada bagi-bagi takjil jadi setidaknya saya punya sebotol teh manis. Jam 6 ketika buka hp lagi ternyata ada masalah berikutnya, istri ngabarin kalau alergi dengan obatnya sampai muka bentol-bentol dan gatal sekujur tubuh. Saya yang tadinya mau beli makanan dulu jadi harus segera pesen gojek balik ke RS. Can't catch a break.


Sampai di parkiran kondisi istri sudah membaik, tapi tentu tidak bisa dibiarkan alergi seperti ini. Mosok tiap minum obat harus bentol-bentol dan gatel-gatel. Setelah tanya pada teman yang seorang apoteker, disarankan balik ke farmasi untuk minta tukar antibiotik yang lain. Ada untungnya posisi kami masih di RS, tidak langsung pulang setelah dapat obat. Kami maghrib bareng lalu saya masuk ke dalam, istri nunggu di parkiran.

Sesampainya di farmasi saya diminta untuk ke poli ketemu perawat. Saya ceritakan masalahnya dan dokter by phone mengganti antibiotik dengan jenis yang lain. Saya diminta untuk mengurus ke administrasi, yang mana saya okekan karena saya juga belum bayar untuk tindakan tadi siang. Di luar dugaan saya, percakapan di administrasi begini:

Saya: Sore mas, untuk pasien a.n. Erlinda sudah ada konfirmasi belum ya dari Meditap?
Admin: Baik sebentar dicek dulu Pak.
Admin: Ini kami cek sudah dibayarkan oleh asuransinya kok Pak
Saya: He, semuanya? 100%?
Admin: Iya sudah Pak, jadi sudah selesai.
Saya: Oh baik, terimakasih banyak.

Saya baru tahu kalau pakai limit rawat inap bisa dicover sampai 100% selama limitnya ada. Beda dengan rawat jalan yang 90%. Alhamdulillah, Allah Maha Baik, setelah sehari kebanting-banting akhirnya dikasih hiburan dengan tagihan yang nol. Hemat 1.5 juta bahkan mungkin lebih, karena satu gigi 6.8 juta belum termasuk obat dan admin. Akhirnya saya hanya bayar untuk antibiotik pengganti sebesar 74 ribu, saya pilih pembayaran pribadi karena ingin cepat selesai dan pulang.

Next thing is kami mampir Family Mart dalam perjalanan pulang karena dokter menyarankan untuk makan eskrim. Sekalian saya makan nasi bekal yang sejak siang dibawa dari rumah.

22 Maret 2024, Jumat
Saatnya minum obat lagi, dan ternyata meskipun antibiotik sudah diganti alergi yang sama muncul kembali. Saya yang belum lama sampai kantor langsung otw pulang lagi. Sampai rumah saya menemukan istri bukan hanya gatal-gatal namun juga sesak. Kami telpon saudara yang nakes dan menyarankan untuk dikasih obat alergi dan cortidex sambil oles minyak kayu putih di perut karena perut juga sakit. Ini lebih parah dari kemarin, akhirnya disimpulkan bahwa yang membuat alergi bukan antibiotik tapi obat anti nyerinya. Setelah masuk obat alergi dan cortidex gejala berangsur menurun, sejak saat itu tidak minum obat nyeri dari dokter lagi. Alhamdulillahnya bekas dicabut juga tidak terlalu sakit. Esok harinya tanggal 23 sudah bisa ikut buka bersama.

28 Maret 2024, Kamis
Seminggu setelah tindakan dijadwalkan ketemu dokter lagi untuk cabut jahitan. Prosesnya cepet banget ternyata, hanya lima menit. Sedikit kebas namun setelah itu tidak terasa apa-apa lagi.


Alhamdulillah sekarang sudah normal dan aktivitas puasa bisa berjalan seperti seharusnya. Dua gigi berpotensi masalah itu sudah selesai dicabut.


Thanks,
Chandra

Time Dilation


Masih jadi perdebatan apakah time travel mungkin untuk dilakukan. Salah satu keyakinan yang saat ini banyak dipegang adalah time travel ke masa lampau tidak bisa, tapi ke masa depan mungkin bisa. Dasarnya adalah teori time dilation atau dilatasi waktu, dimana dikatakan orang yang bergerak dengan kecepatan sangat tinggi akan mengalami waktu lebih lambat daripada orang yang diam. 

t: waktu menurut orang diam di bumi
to: waktu menurut orang yg terbang kec tinggi
v: kecepatan si orang yang bergerak
c: kecepatan cahaya (dalam vacuum)

Misal ada dua anak umur 10 tahun, salah satunya diajak keliling luar angkasa dengan pesawat berkecepatan 0.8 kecepatan cahaya lalu balik lagi ke bumi. Coba kita hitung, komponen di bawah akar jadi akar(1-0.64c^2/c^2) = akar(0.36) = 0.6. Maka t = to / 0.6, atau to = 0.6t. Maka jika menurut orang bumi penerbangan itu memakan waktu 10 tahun, orang yang pergi hanya menua 6 tahun. Ketika anak yang di bumi umur 20 tahun, anak yang baru balik dari terbang itu baru berumur 16 tahun.

Jika definisi time travel ke masa depan adalah menjalani suatu masa pada usia yang lebih muda, maka skenario di atas masuk. Si anak ini bathi 4 tahun. Tapi apakah beneran mungkin? Masih sangat jauh kalau mau sampai seekstrem itu. Saat ini masih lebih ke thought experiment. Tapi kalau maju sepersekian detik, sudah terjadi pada orang-orang yang bekerja di ISS (International Space Station). Tapi...ambil hikmahnya aja..

===

Walaupun mungkin jarang, kita pasti pernah sesekali salat dengan khusyuk. Khusyuk yang benar-benar khusyuk. Tuma'ninah dan pelan bukan karena secara fisik dipelan-pelankan, tapi memang ingin berlama-lama bertaut sama Allah. Posisi hati sedang sangat terbuka, mungkin karena sedang ada beban, masalah, kedukaan, kecewa, atau justru harapan yang sangat. Momen ibadah yang benar-benar nikmat, tak peduli dimana, di sekitar ada apa, betapapun banyak suara di sana.

Kalau ada waktu dimana momen macam itu lebih mungkin terjadi, ya di Ramadhan begini. This month is just built different.

Kalau diijinkan dapat momen seperti ini, ibadah yang dirasa hanya sebentar ternyata sudah berlangsung lama. Terasa hanya 20 menit, tapi ternyata waktu sudah maju satu jam. Sama saja dengan ilustrasi 6 tahun vs 10 tahun tadi. Time dilation? Don't know, silakan persepsi masing-masing. Tapi fakta bahwa ini bisa dirasakan sendiri, meyakinkan bahwa banyak hal bukan magic, cuma kita yang belum mengerti.

Thanks,
Chandra


Rajin Ngaji, Jangan Lupa Belajar



Saat belajar puasa dulu, ibadah ramadhan adalah ibadah yang sangat fisik. Sebagai anak-anak tantangan beratnya adalah bangun jam 3 pagi untuk sahur, memaksa melek untuk subuhan, lalu menahan lapar dan haus sampai maghrib dengan siang harinya tetap sekolah dan TPA, malamnya salat minimal belasan rakaat. Itu diulang selama 29 atau 30 hari. 

Sementara kini setelah dewasa orang secara fisik sudah lebih kuat. Lapar dan haus sudah bukan tantangan terberat, kecuali memang punya aktivitas yang sangat menguras tenaga. Masalah tidak makan di luar ramadhan pun orang berkreasi dengan intermittent fasting dengan alasan kesehatan. Bangun dini hari mestinya biasa kalau sering bangun nonton bola. Tarawih kalau sampai ngos-ngosan berarti orangnya yang kurang olahraga atau salatnya kecepetan.

Untuk orang dewasa ramadhan itu game-nya bukan di fisik tapi di prioritas. Mau pilih mana,  perbanyak ibadah sunnah atau kembali bekerja, buka puasa di masjid atau buka bersama di rumah saudara, usai tarawih tadarusan atau nge-gym, pulang kerja buka di luar atau dengan keluarga, baca buku umum atau nyimak video kajian, safari masjid atau main dengan anak, kajian sore atau menyiapkan makanan berbuka,  belajar atau mengejar target bacaan, dll. Keputusan akan lebih mudah diambil kalau pilihannya yang satu baik yang satu tidak, tapi dalam ramadhan sering harus memilih di antara dua yang baik. Ramadhan banyak baik-baiknya. Alhamdulillah.

Ramadhan jadi makin spesial karena terbatas, hanya 1 bulan saja. Karenanya semestinya ramadhan dijalani dengan prioritas yang berbeda. Teringat sebuah pesan:

̶R̶̶a̶̶j̶̶i̶̶n̶ ̶b̶̶e̶̶l̶̶a̶̶j̶̶a̶̶r̶, ̶j̶̶a̶̶n̶̶g̶̶a̶̶n̶ ̶l̶̶u̶̶p̶̶a̶ ̶n̶̶g̶̶a̶̶j̶̶i̶
Rajin ngaji, jangan lupa belajar

Selamat menjalankan ibadah Ramadhan, semoga Allah SWT menerima amal baik dan mengampuni kesalahan kita. Mohon maaf lahir dan batin, jika saya punya hutang atau janji mohon diingatkan.


Thanks,
Chandra

Hidup Gue Baru Dimulai Lagi 2003


'Hidup gue baru dimulai lagi 2003', kata Abdel. 



Abdel Achrian memulai karir sebagai penyiar radio tahun '89. Sambil kuliah di FISIP UI, dia siaran di radio Suara Kejayaan (SK) dan ketemu banyak pegiat komedi seperti Grup Bagito, Mat Solar (Bajaj Bajuri), dan partner abadinya Temon. Kedekatannya dengan Bagito membuatnya direkrut Pak Dedi Gumelar alias Miing untuk menjadi manajer. Saat itu Bagito sedang gede-gedenya, show dimana-mana, dan dapat banyak penghargaan. Tentu seorang manajer juga kecipratan rejekinya. Namun Abdel malah resign.

Abdel resign karena takut ditangkap polisi dan keamanan bandara. Bukan karena dia nyolong atau bawa bom, tapi karena narkoba. Saat itu kalangan entertainer sedang marak terjerat narkotika, Abdel termasuk di dalamnya. Sementara itu Bagito pasti lewat bandara ketika show di luar daerah atau luar negeri. Dia bisa ketahuan kapan saja kalau bawa barang, walaupun cuma sedikit dan untuk pemakaian pribadi. Dia resign supaya bisa kerja di tempat yang nggak perlu pergi-pergi jauh.

Abdel pakai putaw (heroin) dari tahun '95 dan baru bersih di 2000/2001. Berbagai macam pengobatan dan rehabilitasi dia jalani tapi begitu keluar relapse lagi. Kata dia bullshit kalau ada junkies yang bilang udah sembuh karena nggak pakai selama 2 tahun direhab, yaiyalah orang nggak ada barangnya, begitu keluar juga langsung beli lagi karena tahu BD(bandar)-nya dimana. Sembuh itu kalau kamu meninggal dalam keadaan clean, itu sembuh, rehab itu proses seumur hidup.

Selama masa itu kerjaan nggak ada, teman menjauh, duit habis, bahkan divorce. Tapi menurut Abdel ia masih masuk kategori 'beruntung' karena masih hidup. Rata-rata pemakai outputnya cuma dua, kalau nggak meninggal ya masuk penjara. Abdel sembuh setelah dikurung di dalam rumah selama 1,5 tahun oleh orang tuanya. Sakaw-sakaw ditahan karena nggak bisa keluar untuk beli barang, akhirnya lama-lama bersih juga.

Itulah kenapa dia bilang hidupnya baru dimulai lagi tahun 2003. Dia mulai merintis lagi pada usia 33 tahun ketika sudah bersih dari narkoba. Bayangkan beratnya memulai hidup dari nol di usia segitu, ketika teman-teman seumuran sudah banyak yang punya karir bagus dan keluarga yang harmonis. Setelah sembuh Abdel balik lagi ke radio, ketemu lagi dengan Temon, menjadi host Mamah dan Aa, gabung stand-up comedy, dan seterusnya. Dia berkeluarga lagi, nabung lagi, bangun koneksi lagi. 


Kalau ada time traveller dari 2020 datang ke 1996 dan bilang ke orang-orang bahwa Abdel yang sedang pakai narkoba ini bakal jadi host acara religi selama belasan tahun rasanya nggak akan ada yang percaya. Yet it happens. Kini dia juga dipercaya menjadi wakil ketua Paski (Persatuan Seniman Komedi Indonesia) dan dianggap bapaknya anak-anak di antara pegiat-pegiat stand up comedy.

Sekarang Abdel lumayan aktif di YouTube dan punya satu acara berjudul Wawancanda dimana dia ngobrol dengan banyak orang. Kebanyakan dari kalangan entertainer, tapi ada juga ustadz-ustadz sampai politisi. Yang menarik adalah dia juga ngobrol dengan sesama eks-pemakai seperti personel Slank. Karena sama-sama pernah pakai, dari sisi pewawancara maupun yang diwawancara bisa bercerita dengan sangat lepas. Narasumbernya tidak terlihat terintimidasi dan jokes-jokes tentang narkoba yang keluar jadi lucu-lucu banget. 


On top of that tentu pesannya adalah bahwa jangan sekali-sekali mencoba narkoba, narkoba bukan barang buat dicoba. Jangan melihat bahwa Abdel dan Slank bisa tetap sukses setelah sembuh lalu menganggap narkoba tak seberbahaya itu, karena faktanya jauh lebih banyak pemakai yang meninggal atau sakit permanen daripada yang survive sehat walafiat. Belum lagi rusaknya hidup yang disebabkan narkoba. Kalau kata Slank, duit yang mereka habiskan untuk narkoba kalau dikumpulkan bisa kebeli 2 atau 3 rumah di Pondok Indah.

Balikin oh oh balikin, kehidupanku yang seperti dulu lagi...

---

How low can you fall. Mengikuti cerita Cing Abdel ini membuat saya ketika bingung kadang mikir 'apa sih kemungkinan terburuknya, enggak lah kalau sampai harus mereset hidup', lalu maju dan berani mengambil keputusan. Kalau ternyata meleset dan outputnya tidak sesuai harapan ya dikoreksi dan bangun lagi, tapi kan tidak sampai jatuh ke nol. Ini juga membantu saya memaafkan keputusan-keputusan saya di masa lampau yang saya merasa tidak puas. Misal saya mau menyalahkan diri kenapa dulu milih belajar penerbangan yang industrinya nggak terlalu perform. Kenapa nggak ambil IT aja yang lulus langsung bisa freshgrad gaji gede, atau kedokteran yang bonafide, atau masuk STAN lalu lulus langsung kemensultan tanpa repot cari kerja. Dalam skenario lain saat terbersit penyesalan kenapa dulu buru-buru ingin kerja dapat uang, andai fokus belajar mungkin sekarang sedang ambil PhD. Tapi who knows, belum tentu sesimpel itu juga.

Satu keputusan mengantarkan ke pilihan-pilihan berikutnya. Tapi cerita Cing Abdel itu membuat bersyukur dari sisi 'aku nggak perlu sampai harus memulai dari nol kok'. Kemarin mungkin pernah salah belok, tapi alhamdulillah nggak sampai ketemu jalan buntu, cuma agak muter aja. 

Saya percaya kita semua akan ketemu momen '2003'-nya masing-masing, InsyaAllah. Mungkin sudah terjadi tujuh tahun lalu, empat tahun lalu, tahun ini, tahun depan, atau tiga tahun lagi, tapi eventually ketemu. Cing Abdel lebih berat karena di 2003 itu dia baru mulai jalan lagi pelan-pelan, sementara kita yang beruntung tidak sejatuh itu cuma perlu get our sh#t together, naik gigi, dan pindah dari jalur lambat ke jalur cepat. 

Ada beda antara ngasih tahu dan menginsipirasi. Abdel Achrian tidak secara eksplisit ngasih tahu kiat sukses dan cara bangkit dari titik terendah harus dengan begini begitu, tapi dengan karya yang dia buat audience bisa memetik sendiri buah apa yang cocok untuk mereka. Buat saya ini menginspirasi.

Tentu tak lupa jasa lain Cing Abdel adalah memperkenalkan Bubur Ayam Palapa, bubur terenal sedunia fana, no debat!

Thanks,
Chandra

Lampu Baca


Saya dulu heran kenapa di bis dan pesawat ada tombol yang kalau ditekan akan menyalakan lampu sorot yang mengarah ke kursi, ternyata itu lampu baca. Nyalanya cukup terang untuk menerangi pembaca yang ada di bawahnya tapi tidak berlebihan sampai mengganggu orang di dekatnya. Yang sulit saya pahami saat itu adalah emang ada ya orang yang sempat baca buku dalam perjalanan, dan kalaupun ada sebanyak apa sih sampai perlu dibuatkan fitur khusus seperti ini.

Keheranan serupa saya alami waktu pertama tahu ada teknologi bernama Kindle, gawai yang almost exclusively hanya digunakan untuk baca buku. Saya akrab dengan koran karena dulu sering baca Kedaulatan Rakyat, tapi buku tidak. Bagi saya dulu buku yang perlu dibaca hanya yang dipakai untuk sekolah dan kerja. Jadi bisa diperkirakan buku yang saya baca tidak terlalu banyak, dan jelas tidak bisa men-justify pengeluaran uang jutaan untuk beli Kindle. 

Keheranan berikutnya adalah pameran buku, banyak dulu di Jogja. Saya heran kok ada ya yang datang, semenarik apa sih buku sampai ada event-nya. Pameran komputer saya bisa terima, karena bisa dipakai untuk kerja, game, dan internet, tapi buku kok saya belum minat sama sekali. But..


Here I am menyalakan lampu baca di bis menuju Jogja. Sama seperti sebelumnya, pakai bis carteran. Kalau dua sebelumnya lomba robot, kali ini outing kantor. Ingin mudik pakai bis tapi belum dapat momennya, dan kasus tukar laptop dengan keramik yang marak kemarin cukup mengkhawatirkan. Soal pameran buku sudah mau datang walaupun dengan tujuan dapat buku impor murah saja, belum ikut event-event baca. Kalau Kindle saya masih belum tertarik beli.


Thanks,
Chandra