Hari yang Berat? Sama


Dalam sepakbola ada yang namanya statistik expected goal (xG). Sekarang angka xG inilah yang sering dipakai pengamat untuk menilai apakah suatu tim bola bermain dengan baik. Jumlah asli gol mulai dipinggirkan dalam hal analisis karena kadang-kadang memuat unsur keberuntungan. Statistik xG mengeliminasi faktor-faktor itu sehingga penilaian lebih akurat.

Dalam suatu pertandingan suatu tim bisa saja mencetak gol lebih banyak daripada xG-nya. Misal xG 1,5 tapi berhasil membuat 4 gol. Artinya tim ini antara beruntung, penyerangnya terlalu jago, atau bek lawan yang lawak. Menang sih, tapi dari kacamata pengamat atau data scientist tim hal macam ini kurang disukai, menangnya karena bejo.

Sebaliknya bisa saja jumlah gol tercipta kurang dari xG. Ini bisa terjadi karena tim ini kurang beruntung atau pertahanan lawan terlalu rapat. Dalam jangka panjang, kejadian ini lebih diinginkan. Kalau kalah sesekali nggakpapa, kalau menang berarti karena kualitas.

Sama bola sama pula sekolah. Rangking yang diberikan di kelas-kelas adalah jumlah gol, belum tentu mencerminkan kualitas sebenarnya. Bisa jadi orang ranking teratas tapi karena beruntung, nyontek, atau memang punya bakat jadi bisa juara tanpa usaha. Dalam jangka pendek bagus, tapi pondasinya rapuh.

Orang seperti ini belajar secara sporadis, pokoknya yang penting hasil akhir. Gol dianggap lebih penting karena itu yang dilihat kebanyakan orang. Tanpa sadar jumlah golnya jauh melebihi xG. Pada saatnya ketika xG lebih diperhitungkan, dia tumbang.

Sebaliknya ada orang yang tidak selalu terdepan tapi mampu mempertanggungjawabkan hasil dengan proses yang dilakukan. Tidak tampak spesial di luar, tapi pondasinya kuat. Orang lurus pasti ada saatnya bersinar.

Hmm..namanya juga hidup, kadang-kadang kudu dipithes

Ridwan Kamil




Saat ramai-ramai aksi menentang pengesahan UU Ciptaker kemarin, sejauh penglihatan saya Ridwan Kamil adalah gubernur yang pertama menemui peserta aksi dan bersuara menyatakan diri berpihak pada pihak pekerja/buruh/mahasiswa. Ada yang mengapresiasi tindakan tersebut, namun tidak sedikit pula yang mengatakan RK hanya cari panggung, colongan kampanye untuk 2024. Good gesture, questionable motives katanya.

Hanya Ridwan Kamil dan orang-orang terdekatnya yang tahu motif sebenarnya. Sama seperti ketika beliau mengajukan diri menjadi volunteer untuk ujicoba vaksin Covid-19. Ada yang nyinyir bahwa itu tipu-tipu dan RK tidak benar-benar divaksin, sampai-sampai harus di-debunk oleh Ridwan Kamil sendiri lewat instagram beliau. Not sure if it is a campaign, but it works. 

Pilpres 2024 masih lama dan banyak plot twist masih bisa terjadi. Tapi andaikata pemilu diadakan tahun ini (dan tidak ada pandemi), saya akan pilih Ridwan Kamil. Bahkan kalau apa yang terjadi beberapa waktu terakhir dinihilkan, saya sudah punya cukup alasan untuk memilih beliau.

Throwback ke tahun 2013. Ridwan Kamil terpilih menjadi Walikota Bandung setelah mengantongi lebih dari 45% suara. Angka yang menakjubkan dan langka mengingat saat itu ada 8 pasangan calon, iya delapan, empat berpartai empat independen. Peringkat kedua dan ketiga hanya mendapat 17 dan 15 persen suara. Edan.

Yah siapa yang nggak silau dengan CV Ridwan Kamil waktu itu. Tergolong angkatan muda, track record bersih, nonpartisan, golongan profesional, dan yang paling penting orang bandung aseli. Angin segar untuk Bandung setelah pemimpin sebelumnya terjerat kasus korupsi.

Tahun 2013 itu pula saya menginjakkan kaki di Bandung untuk kuliah. Waktu daftar ulang ITB di Bulan Mei, spanduk cawalkot ada dimana dimana, Agustusnya ketika masuk kuliah Ridwan Kamil sudah jadi calon walikota terpilih. Saya yang baru datang sekalipun merasakan optimisme yang tumbuh di tengah masyarakat Bandung bahwa kota ini bisa maju. Apalagi di jagad dunia maya, barudak bandung merasa punya walikota yang bisa dipamerkan pada teman-teman dari kota lainnya. 

Agak jarang di jaman itu ada pejabat yang aktif di sosial media, padahal itu cara mudah dan murah untuk dekat dengan rakyat. Ada pimpinan daerah yang trending karena keberhasilannya memajukan wilayahnya. Tapi RK sudah jadi sensasi bahkan sejak hari pertama menjabat, sebelum benar-benar melakukan apapun untuk kotanya.

Saya masih ingat hal-hal yang awal dilakukan ketika mulai menjabat adalah memerintahkan seluruh pejabat Kota Bandung untuk aktif di twitter. Waktu itu twitter adalah sosial media terbesar dan banyak akun-akun macam JogjaUpdate, InfoBandung, dll yang menjadi tempat masyarakat sambat termasuk soal problematika kota. Di Bandung orang yang berwenang disuruh turun gunung memantau keadaan di sosial media. 

Selain itu, mudah ditebak bahwa Ridwan Kamil akan membangun dan mempercantik infrastruktur fisik kota sesuai latar belakang akademiknya, arsitektur dan urban planning. Disebut membangun saja tidak cukup karena faktanya fasilitas yang dibangun selalu memperhatikan estetika. Salah satu karya paling mahsyur ketika itu: Taman Jomblo.

Taman Jomblo | Tribun


Zebra cross Bandung | Merdeka.com


Dalam beberapa bulan muncul taman-taman baru di Bandung. Tanah kosong di tengah kota didandani, kolong jembatan layang dan bantaran sungai disulap jadi tempat bermain. Mural dan seni jalanan difasilitasi untuk menghasilkan karya yang bagus dan rapi. Slogan Bandung Creative City terus didengungkan. Anak-anak muda digerakkan untuk berkreasi, bahkan dibuatkan gedung sendiri yang dinamai Bandung Creative Hub.

Mobilisasi anak muda paling masif tentu ketika peringatan 60 tahun Konferensi Asia Afrika. Ribuan anak muda menjadi volunteer tanpa dibayar. Saya adalah satu diantaranya, rasanya senang sekali mendapat kesempatan berkontribusi untuk Kota Bandung dan bekerja di bawah kendali Ridwan Kamil.

Volunteer gathering Peringatan 60 tahun KAA | Svaradiva.id

Setelah proyek-proyek kreatif, infrastruktur fungsional mulai dikebut seperti perbaikan gorong-gorong, trotoar, jalan, dan jembatan layang. Infrastruktur yang flop tentu juga ada, misalnya Teras Cihampelas yang hangat hangat tai ayam, hanya rame di awal. Tapi jumlah yang gagal ini minor kalau dibandingkan dengan keseluruhan pembangunan. Overall Bandung tetap sebuah kota yang rapi dan nyaman, kota dimana saya bisa mengerjakan soal mekanika fluida di sebuah taman.

Taman Musik, pernah garap tugas disini | Phinemo.com

Ridwan Kamil mengakhiri masa jabatan sebagai Walikota Bandung pada 2018 tanpa meninggalkan record berbau dugaan korupsi atau semacamnya. Kalau dibilang kecolongan mungkin dalam hal pembangunan yang tetap berjalan di kawasan Bandung utara. Tapi ini pun tidak benar-benar dalam kontrolnya karena kawasan itu bukan hanya meliputi wilayah administrasi Kota Bandung saja tapi juga Kabupaten Bandung Barat.

Saat terpilih menjadi gubernur Jawa Barat saya sudah tidak terlalu merasakan influencenya seperti ketika menjadi walikota. Lagipula saya pindah dari Bandung tahun 2019. Tapi melihat keberhasilannya mengalahkan duo Dedi dan pasangan Asyik (bandwagon Prabowo-Sandi dan Anies Baswedan dengan pendukung super militan) rasanya bisa disimpulkan kalau masyarakat tetap percaya pada RK.

Apa yang saya rasakan ketika tinggal di Bandung plus beberapa sentimen lain seperti kesamaan almamater menjadikan saya punya penilaian yang tinggi pada seorang Ridwan Kamil. Andai saya masih sekolah, beliau adalah orang yang saya harapkan hadir menjadi pembina upacara di hari senin pagi.

Kembali ke Jogja?


Drama-drama 2020 menggariskan saya untuk test drive merasakan WFH yang benar-benar WFH karena dikerjakan dari rumah bukan kosan. Saya sudah pulang 2x, masing-masing satu bulan dan dua minggu. Pulangnya karena ada keperluan, tapi extend-nya karena belum perlu ke kantor dan rasanya lebih aman tetap disana.

Untuk teman-teman yang memang ada kepentingan atau sudah sangat rindu pulang, pulang saja nggakpapa. Pastikan badan dalam kondisi sehat dan bugar. Seminggu sebelum tanggal perjalanan jaga diri baik-baik dan tingkatkan standar prokes minimal di diri sendiri. Siapkan masker, face shield, hand sanitizer dan jangan lupa dibawa pas jalan. Jangan lupa tes rapid atau swab dan tetap berdoa semoga diberi keselamatan. 

Saya khawatir kalau menunggu pandemi selesai atau vaksin valid bakal sampai tahun depan. (P.S. tanggal 9 Desember masih ada rame-rame pilkada...)

Total 1,5 bulan kerja dari Jogja membuat saya menyimpulkan: kerja di Jogja itu enak banget asal gaji tetap ngikut Jakarta wkwkw

Saya mungkin ada bias sebagai orang Jogja. Masyarakat Jogja adalah masyarakat yang kebanggaan akan daerahnya tinggi. Jadi mohon dimaklumi kalau orang Jogja bias dalam menilai sesuatu tentang kotanya. Kadang disengaja, kebawa romantisme daerah istimewa.

Kembali ke WFH, rumah saya tidak ada WiFI karena pernah mau pasang tapi jaringannya belum sampai. Tethering dari HP jadi andalan ketika kerja dari rumah. Kuota lebih boros tapi nutup karena nggak perlu transport dan jajan. Beranjak sedikit dari laptop di meja makan sudah ada pisang goreng anget.

Kalau butuh internet yang kencang dan bisa diandalkan, sesekali saya ke kota. Pernah saya tuliskan di sini: https://www.chandranurohman.id/2020/08/45-menit-di-jalan.html

Keluar rumah = kulineran. Self reward afterwork jadi sangat menyenangkan karena dimana mana makanan murah dan enak. Makanan mahal dan enak ada juga sih, tapi mahalnya Jogja tetep bukan tandingannya ibukota. Kalau yang mahal dan gak enak jarang. Mie ayam 12 ribu udah sama minumnya dan enaknya gak kira-kira (re: Karman). 

Faktor lain yang membuat betah kerja dari Jogja adalah orang-orangnya. Walaupun sebagian sudah merantau, tapi masih banyak teman dan saudara yang tinggal di Jogja. Nggak tau ya, tapi di Jogja itu sering kalau mau main nggak usah janjian dulu, langsung datang aja ke rumah atau tempat nongkrongnya. Kalau ke rumah dan nggak ketemu, ya ngobrol aja sama bapaknya. Berasa orangnya selo selo gampang dicari, nggak kemrungsung dikejar dunia.

Jujur saya jadi kepikiran untuk kerja dari atau di Jogja. Tapi syarat dan ketentuan berlaku, offer harus cocok dulu. Di sisi lain sekarang banyak bermunculan kantor-kantor teknologi dan startup di Jogja. Bahkan kemarin ketemu seorang teman dan dia mem-forward info lowongan software engineer. 

Jogja punya banyak kampus dengan keilmuan teknik yang bagus, banyak anak muda lokal dan pendatang, biaya sewa tempat dan sumber daya murah, dan akses makin mudah dengan bandara baru dan tol. Kayanya 3-5 tahun yang akan datang bakal makin banyak bermunculan kantor digital di Jogja. Secara ladang ada kemungkinan untuk balik kesana.

Tapi di atas itu semua alasan terkuatnya adalah keluarga. Orang tua di Jogja dan sepertinya memilih untuk tetap disana. Bersama mereka satu bulan lebih menyadarkan saya bahwa ketika kita sibuk mengejar cita-cita kadang kita lupa mereka juga menua. 

Opsi untuk dalam tahun-tahun ke depan berkarir di Jogja kembali saya buka. Filter job vacancy sekarang tidak hanya DKI Jakarta tapi juga D.I.Yogyakarta. Saya belum tahu jalannya akan bagaimana jadi tidak mau mengkhayal di awang-awang. Tapi kalau niatnya untuk menemani orang tua, semoga Allah berikan rute paling mulusnya. Aamiin

Finally, hari ini tanggal 2 Oktober selain hari batik adalah hari ulang tahun ibu saya. Mohon doanya beliau sehat dan bahagia. 

Thanks!