Akseyna


Setelah 6 tahun peristiwa duka itu terjadi, berita tentang Akseyna kembali melintas di timeline twitter saya. Keluarganya sampai saat ini masih terus berusaha mencari keadilan atas kasusnya. Ketika peristiwa itu terjadi Maret 2015 silam dan langsung menjadi headline berita, saya termasuk yang terkejut karena secara pribadi saya kenal Akseyna.

Almarhum Akseyna Ahad Dori adalah siswa SMAN 8 Yogyakarta angkatan 2013, satu angkatan dengan saya. Karena DIY adalah provinsi yang kecil namun padat akan event pendidikan, menjadi hal yang wajar waktu itu ketika seorang siswa punya kenalan dari berbagai sekolah lain seprovinsi. Bisa jadi ketemu di lomba, seminar, try-out, jambore, dan semacamnya. Begitu juga dengan saya kenal dengan Ace, panggilan Akseyna.

Kami sempat mewakili Provinsi D.I.Yogyakarta dalam OSN tingkat nasional tahun 2012 di Jakarta. Bersama sekitar 35an siswa lainnya dari SMA-SMA di DIY kami sempat nge-camp dan mendapat pelatihan di salah satu hotel kawasan Malioboro. Pelatihannya sekitar satu bulan dan karena dikarantina harus ijin tidak ikut pembelajaran di sekolah.

Meskipun beda cabang sehingga kelasnya terpisah (saya matematika, dia biologi), aktivitas lain seperti makan sahur dan buka, salat, tarawih, dan lain-lain dilakukan bersama-sama. Tidak bisa tidak lama-lama kenal juga, beberapa diantaranya bahkan berteman akrab sampai sekarang. Sayang waktu itu belum jamannya cekrek upload jadi saya tidak berhasil menemukan dokumentasi yang bagus.

Akseyna adalah siswa yang brilian. Tahun sebelumnya ketika masih kelas 10 dia sudah lolos OSN 2011 Manado. Jadi di 2012 dia jadi ujung tombak tim biologi DIY dan salah satu yang paling berpengalaman di kontingen OSN Jogja. Mengingat prestasinya di bidang biologi wajar jika dia meneruskan studinya di Biologi UI. 

Selepas SMA saya sudah tidak keep in touch dengan Ace memang. Tapi ketika tiba-tiba berita yang muncul adalah berita duka saya tentu ikut merasa kehilangan. Ace adalah anak muda dengan potensi yang sangat besar, di masa depan dia pasti jadi 'orang'.

Tentu kesedihan saya tidak ada apa-apanya dengan apa yang dirasakan keluarganya. Apalagi sampai sekarang peristiwa ini masih jadi misteri dengan banyak dugaan dan teori-teori. Sampai lebih dari 6 tahun kepergiannya belum ada penjelasan gamblang tentang apa yang sebenarnya terjadi, tidak banyak kasus kriminal yang bisa 'tersembunyi' sampai se-lama ini. 

Keluarga, terutama sang ayah, Pak Mardoto terus mengusahakan keadilan untuk anaknya. Kalau kamu baca ini yuk ikut tandatangani petisi ini: Sudah 6 Tahun, Segera Ungkap Pembunuh Putra Kami Akseyna!

Terima kasih!


Chandra

Gimana Kondisi Sekitarmu, Lur?


Memasuki tahun kedua pandemi masyarakat di sekitar tempat tinggal saya tampaknya mulai abai. Banyak orang sudah secara mantap gantung masker. Di beberapa masjid sekitar rumah jamaah yang pakai masker hanya 10-20% saja, kadang kurang. Dari beberapa masjid yang saya datangi untuk tarawih sejauh ini, hanya masjid An-Nashr Bintaro yang masih konsisten menerapkan distancing dan wajib masker. Maklum lokasinya di tengah peradaban maju dan makmur. Kawasan dengan penduduk yang relatif tidak risau urusan dapur dan terbiasa berprokes ditempat aktivitas sehari-hari terbukti lebih gampang diatur. Minimal kalau kita masih ikhtiar menuju kaya, bermental kaya dulu aja.

Saya tinggal dekat kawasan pasar yang ramai hampir 24 jam. Ada pasar induk buah, pasar tradisional, dan terminal bis di satu lokasi. Tambah ramai dengan adanya pasar kaget tiap menjelang buka puasa. Masker agak lumayan karena sepertinya di pasar ada satgasnya, tapi masalah distancingnya hmmm...

Geser sedikit dari pasar ada deretan tempat ngopi dan nongkrong anak muda. Heran saya tiap malam sabtu dan minggu parkirannya penuh. Saya belum pernah masuk karena selain malas berkerumun saya memang tidak suka kopi. Di beberapa sudut jalan dan muka perumahan masih ada banner-banner waspada covid, tapi sepertinya itu catakan 2020 saat orang-orang masih respek sama corona. 

Pagi dan sore hari jalanan dipenuhi orang-orang yang mau masuk dan keluar Jakarta untuk bekerja. Nampaknya bisnis mulai menggeliat lagi diikuti peningkatan volume orang-orang WFO. Transjakarta yang bulan-bulan lalu nyaman mulai penuh sesak, perubahan terasa sebulan terakhir.

Beberapa kali saya lihat Pol PP dan satgas merazia kerumunan warga. Tapi yang dirazia kebanyakan hanya tempat-tempat umum dan terbuka saja. Sementara gang-gang sementara ini sering luput dari pengawasan. Razia juga masih sporadis, diusir sekali besoknya balik lagi.

Secara aturan mudik dilarang (tapi wisata dan belanja didorong). Untuk kali kedua saya ngalamat tidak merayakan idul fitri di kampung halaman. Tapi mengingat di Indonesia bangjo saja ditrabas dan separator busway dipencoloti saya kok ragu masyarakat akan taat. Minim penggedhe yang lead by example saat ini. Motif yang manjur untuk bangsa kita ini sepertinya hanya takut mati (seperti lebaran 2020 waktu corona masih dianggap sangat mematikan) dan urusan perut. Kalau ada kebijakan dimana yang nggak mudik dapat insentif jutaan saya yakin akan efektif. Masalahnya kita bukan negara kaya, dan jumlah penduduknya segunung.

Efek dari euforia vaksinasi juga mungkin membuat sebagian orang lengah. Saya sendiri belum ada kabar berita kapan akan dapat jadwal vaksin. Selama pandemi sudah tiga kali pilek tapi semoga itu flu biasa saja. Dengan segala kesimpangsiuran ini sepertinya kita memang harus menjaga diri dan keluarga masing-masing. Hormati orang yang masih memasang standar tinggi penjagaan diri terhadap covid. Semoga pandemi segera berakhir. Aamiin


Chandra