Film : Minggu Pagi di Victoria Park (2010)




Judul : Minggu Pagi di Victoria Park
Tahun : 2010
Sutradara : Lola Amaria
Produser : Sabrang Mowo Damar Panuluh (Noe Letto) dan Dewi Umaya Rahman
Durasi : 97 menit


Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri menyumbang lebih dari 6,5 milyar USD pada 2009. Tapi nyatanya kehidupan mereka tidak sehebat sebutan yang disematkan, pahlawan devisa. Hidup jauh dari Indonesia, menjadi warga negara kelas dua, dan kurangnya pengetahuan soal legal dan finansial memaksa negara untuk lebih hadir mendampingi mereka. Barangkali itu pesan yang ingin disampaikan film ini.

Sebagian orang yang mengadu nasib menjadi pekerja kasar di luar negeri berhasil. Mereka rutin mengirim uang untuk keluarganya di kampung, membelikan sawah orang tuanya, lalu setelah beberapa tahun pulang membawa tabungan untuk modal usaha. Tapi tidak begitu yang dialami oleh Sekar, seorang TKW yang 'hilang' hingga sang kakak, Mayang terpaksa berangkat ke Hong Kong untuk bekerja sambil mencari adiknya.

Film ini menyajikan drama tentang dua orang kakak beradik ini. Semua orang berusaha membantu. Tapi tidak ada yang tahu apa yang terjadi antara Mayang dan Sekar di masa lalu.

"Semua orang punya masalah, bukan cuma kamu", bentak Sari, seorang TKW lainnya, kepada Mayang. Ya, film ini bukan cuma menjual cerita kakak beradik itu. Tapi juga sebuah dokumenter kehidupan wanita-wanita Indonesia yang bekerja di Hong Kong. Film ini mempresentasikan bahwa ada sebagian dari mereka yang teraniaya, fisik maupun psikis. Ada penderitaan di balik kemajuan dan gedung-gedung megah Hong Kong.

Baca juga : Pengalaman di HK, nemu masjid dan ibu-ibu Indonesia jualan rendang dan gorengan

Hampir semua bagian film ini gambarnya diambil di Hong Kong, tidak artificial sama sekali, seperti kehidupan TKW yang sebenarnya. Selain itu para pemeran TKW menjalankan tugasnya dengan baik mulai dari cara ngomong yang medok, cara berpakaian, dan guyonannya yang Indonesia/Jawa banget. Tokoh-tokoh utamanya pasti dilatih untuk berbicara ala orang Jawa, sementara sebagian pemeran pembantu hingga cameo mungkin asli TKW.

Alasan saya baru nonton film ini adalah karena baru tahu ini produsernya Sabrang MDP, orang yang menurut saya pemikirannya menarik. Film ini sendiri, saya menduga idenya datang dari bapaknya, Cak Nun (Emha Ainun Najib) yang sering berkunjung ke Hong Kong dan beberapa negara lain untuk menemui orang-orang Indonesia di sana, terutama golongan pekerja dan mahasiswa.

Saya baru nonton dan langsung menulis ini, biar nggak kelewat momennya, Minggu pagi. Semoga tulisan ini bermanfaat, minimal menjadikan yang membaca kalau belum nonton jadi ingin nonton. Semoga semakin banyak film sejenis ini, potret realitas sekaligus drama berkelas bukan cinta-cintaan yang gampang ditebak.


Chandra.

0 comments :

Post a Comment