Posting Jangan Sering-Sering


Beberapa minggu yang lalu saya dan istri jalan-jalan ke Jakarta. Sudah jadi rutinitas setidaknya satu hari di akhir pekan kami keluar rumah. Waktu itu kami janjian dengan seorang kerabat untuk ketemu di daerah Sudirman. 

Kami janjian ketemu pas makan siang di foodcourt dekat stasiun Sudirman, disana ada mie ayam enak katanya. Karena kepagian dan merasa perlu ke toilet saya putuskan untuk mampir di kantor dulu di daerah Mega Kuningan. Ini adalah kali pertama istri saya menginjakkan kaki di tempat itu. 

Reaksi pertamanya persis dengan ketika saya onboarding dulu, wah wah wah mulu, khas anak daerah yang pertama kali masuk gedung perkantoran di ibukota. Ada mungkin 30 menitan dia asik foto-foto, beberapa ada yang dipost di instagramnya. Sementara itu satpam tampak mengawasi karena penampilan kami tidak seperti orang mau ngantor, nggak bawa tas, nggak bawa nametag, hanya modal bilang kantor saya di lantai berapa.



Akhirnya istri saya tanya, kamu kok nggak pernah update soal kantormu?

Saya ceritakanlah bawa saya seperti punya janji pada diri sendiri bahwa saya akan membatasi mengekspos pekerjaan saya kepada audience luas. Selain karena beberapa hal memang lebih baik dirahasiakan, back to 2018 saya punya pengalaman yang agak berkesan.

Oktober 2018 kantor tempat saya bekerja pertama kali tutup dan semua pegawainya dirumahkan. Saya tiba-tiba menjadi jobless yang masih ngekos. Awalnya nggak masalah karena kosan saya masih jalan dan sudah dibayar tahunan serta saya punya tabungan. Tapi tabungan yang nggak seberapa itu akhirnya habis juga karena saat bekerja saya terlanjur mengeset gaya hidup saya lebih tinggi daripada ketika masih mahasiswa.

Beban sebagai alumni so called kampus favorit yang menganggur cukup berat. Peluang pekerjaan di bidang penerbangan terbatas, skill coding juga belum mumpuni untuk melamar sebagai software engineer profesional. Alhamdulillah saya akhirnya tertolong karena ada kesempatan menjadi asisten riset di kampus.

Meski begitu rasa menjadi orang yang gagal tetap ada karena pekerjaan asisten riset ini seperti bukan full job. Sementara ig story dipenuhi update-an teman-teman soal pekerjaan barunya, saya masih bingung mau ngapain. Saya uninstall instagram dan untuk pertama kalinya mengerti bahwa mental health itu sesuatu.

Saya coba memikirkan kesalahan-kesalahan yang saya lakukan di masa lalu. Hingga akhirnya saya sadar bahwa selama ini ketika masih bekerja sangat mungkin saya menyakiti banyak orang dengan apa-apa yang saya posting di media sosial.

Karena bantuan orang dalam, setelah lulus saya langsung bekerja di sebuah perusahaan IT di Bandung. Lokasinya premium di kawasan Lembang dekat villa-villa. Pemandangannya hijau semua plus bisa lihat kota Bandung dari atas, lokasi 10/10. Kantornya start-up sekali, saya dapat gear dengan spek yang tinggi. Kantor itu punya gym, meja pingpong, lapangan panahan, mess, kamar mandi air panas, shuttle dari bandung kota, internet kenceng, komputer boleh buat ngegame, makan siang dan sore gratis, dll. Pokok'e perfect untuk pekerjaan pertama.

Tidak bisa tidak saya sering mempostingnya di media sosial, ketika banyak diantara audience saya yang belum bekerja atau belum selesai TA. Saat itu saya merasa biasa saja, penyesalannya terjadi ketika akhirnya saya tidak bekerja disana lagi.

Sejak saat itu saya membuat komitmen untuk sangat membatasi postingan berbau pekerjaan. Alhamdulillah saya masih bisa menjaga komitmen itu sampai saat ini. Beberapa orang tahu saya bekerja dimana tapi tidak tahu detail tempat kerjanya seperti apa atau apa yang saya lakukan sehari-hari. 

Saya masih posting soal makan richeese, nongkrong di dunkin, pulang kampung, atau jalan ke luar kota, tapi hanya satu dua kali posting tentang meja kerja. Beberapa momen chat lucu juga saya screenshot dan unggah di twitter. Tapi kayanya chat dari coworker belum pernah ada yang saya post. Selain jarang lucu juga ngapain orang lain harus tahu?

Btw soal mie ayam tadi, namanya Mie Keriting Luwes, ancer-ancernya foodcourt dekat pintu tengah stasiun KRL Sudirman. Harganya 25k dan porsinya guedhe. Masih belum seperti mie ayam manis yang saya inginkan tapi ini OK.


Salam,

Chandra


0 comments :

Post a Comment