Cek Fisik Kendaraan Luar Daerah di Bantul Jogja

Tahun 2018 saya sempat menulis tentang cara cek fisik kendaraan bermotor di luar kota asal. Waktu itu saya mengurus motor plat AB di Samsat Bandung. Ceritanya ada di sini.

Kali ini saya ada pengalaman serupa yang ingin saya tuliskan sebagai tambahan. Singkat cerita karena drama-drama PPKM saat ini, saya WFH dari rumah di Bantul. Kebetulan waktunya pas dengan habisnya masa berlaku STNK motor budhe yang tinggal di Lombok namun punya motor di sini. Jadi saya ke Samsat Bantul mengurus cek fisik motor plat DR. Karena prolog sudah ada di tulisan sebelumnya jadi saya langsung masuk ke teknisnya saja.

Samsat Bantul berlokasi di Jalan Badegan no 25, Nyangkringan, Bejen, Kecamatan Bantul, atau gampangnya dekat pom bensin Gose, warga Bantul pasti tahu. Tentu kantor ini melayani segala macam urusan per-samsat-an. Lokasi strategis, parkir luas, gedung masih baru, beberapa nilai plus kantor ini. Kalau ada yang berniat titip urus pun ada beberapa biro jasa buka lapak di kanan kirinya.

Begitu memasuki gerbang, ada petugas yang melakukan pengecekan suhu sekaligus menanyai keperluan. Sifatnya sih adhoc sepertinya, kalau sudah tidak darurat pandemi mungkin sudah tidak ada. Tapi untuk saat ini keberadaannya membantu karena bisa langsung tahu mesti menuju kemana untuk urusan tertentu. Setelahnya ada portal parkir seperti biasa lalu masuk ke area parkir atau layanan drive-thru, sesuai keperluan apa yang mau diurus.

Untuk cek fisik, pendaftaran dilakukan di gedung sebelah barat dekat masjid. Sayang saya lupa tidak ambil gambarnya, tapi mudah dicari kok. Ruangan cukup nyaman dan waktu saya datang tadi tidak terlalu ramai. Layanan yang dilakukan disini antara lain pendaftaran cek fisik, mutasi masuk dan keluar, balik nama, pengambilan BPKB, serta ada teller bank. Berikut penampakan loketnya.

Syarat yang perlu dibawa STNK dan BPKB asli dan fotokopi. Kalau BPKB tidak bisa bawa yang asli, cukup fotokopiannya boleh. Setelah memasukkan syarat itu ke bagian cek fisik dan bilang untuk pajak lima tahunan, kita akan diberi blanko cek fisik oleh petugas. Kita akan diminta mengisi data-data kendaraannya sesuai STNK, untuk ini sebaiknya bawa pulpen sendiri.

Setelah blanko diisi kita bisa menuju ke parkiran tempat akan dilakukan penggosokkan nomor rangka. Jadi penggosokkan ini dilakukan di parkiran ya, tempat untuk motor dan mobil bersebelahan, kalau truk atau kendaraan besar agak misah. Blanko yang sudah diisi data kendaraan kemudian ditumpuk di meja petugas gosok.

Btw buat yang belum tahu maksudnya gosok disini, jadi untuk memastikan nomor rangka dan mesin kendaraan sama dengan yang ada di surat-surat dilakukan proses gosok ini. Prinsipnya memanfaatkan bentuk nomor rangka dan mesin yang dibuat 3D di kendaraan, petugas menempelkan kertas khusus, lalu digosok menggunakan pensil hingga menghasilkan pola hitam putih dimana bagian putihnya menunjukkan nomor rangka dan mesin, jadi normalnya nomor ini sulit direkayasa.

Yang perlu jadi catatan adalah lokasi pencetakan nomor rangka dan mesin ini beda-beda di tiap kendaraan. Kalau mobil sih relatif dengan buka kap mesin sudah cukup untuk mengakses nomornya, tapi kalau motor ada yang mudah diakses ada yang tidak. Sebagai contoh di motor yang saya urus ini harus buka plat nomor dan tutup bodi depan. Mana disuruh bongkar pasang sendiri pula wkwk


Proses gosok tidak lama, paling cuma 10 menit (tidak termasuk bongkar pasang). Setelah nomor rangka dan mesin selesai digosok, kertas khusus tadi ditempel pada blanko. Blanko ini kemudian difotokopi bersama STNK dan BPKB sebanyak dua kali kemudian dimintakan pengesahan di loket pendaftaran. Proses cek fisik selesai dan dokumennya sudah bisa untuk perpanjang pajak di daerah asal.

Layanan cek fisik di Samsat Bantul buka dari pagi sampai jam 11.00 saja (pendaftaran ditutup 10.30). Kebetulan saya tadi datang agak siang dan dapat urutan paling buncit. Secara keseluruhan prosesnya tidak lama, maksimal 1 jam sudah selesai. Saya meninggalkan samsat sekitar pukul 11.30, karena sudah agak siang di perjalanan pulang mampir dulu cari yang seger-seger. Rujak eskrim Pak Tony dekat perempatan klodran, langganan sejak SMA pas harganya masih 3000 per mangkok.



Sekian.

Chandra


Time Capsule

Siang tadi buka-buka lemari nemu tablet samsung lawas yang saya beli tahun 2013 dengan uang refund UKT semester 1. Baterai jelas tekor karena sudah lebih dari 3 tahun nggak nyala, untung masih ada kabel charger yang cocok buat tab ini. Butuh waktu agak lama sampai baterainya cukup untuk dia bangun. Begitu nyala makdeg wallpapernya masih gambar Imperial College, cita-cita yang dulu pernah ada wkwk

Ada dua tablet lagi di tumpukan yang sama, satu merk 'cina' hasil tryout sbmptn TO Bareng Teknik (Tobat) UGM 2013, satu lagi Ipad 3 saya beli seken steal-deal dapat dari FJB ITB tahun 2016. Sayang sudah nggak punya charger yang bisa masuk. Mungkin nanti cari di Jakarta, lumayan kalau nyala bisa buat istri ngajar.

Kembali ke tablet samsung, meskipun tidak semua tapi sebagian perjalanan awal kuliah saya terekam di gadget ini. Waktu itu HP saya tidak cukup powerful untuk menghandle semua keperluan akademik dan nonakademik. Sebagian file saya transfer ke tab terutama video-video praktikum dan aplikasi berat. Senangnya dulu pas ospek mau masuk jurusan bisa bikin glider yang sekedar bisa terbang dengan imbang.

Galeri adalah yang paling banyak menyimpan kenangan. Ada foto-foto slide kuliah yang akhirnya nggak dibuka lagi, dokumentasi anak robotika waktu KRI, meme tentang engineering dan aerospace, foto jalan-jalan yang agak bikin malu kalau dilihat lagi sekarang, beberapa foto tugas tour kosan waktu osjur, sampai screenshot-screenshot yang banyaknya minta ampun. Tentu konten yang berpotensi mengganggu ketentraman segera dihapus demi kemaslahatan :p

No no no, jangan berpikir itu konten berhubungan sama porn, drug abuse, atau human trafficking ya. Senakal-nakalnya yo nggak segitunya. Lagi pula semua bisa dijelaskan karena file-file disitu semua bertanggal 2016 ke bawah...gimana ya jelasinnya...ya tahulah maksudnya wkwk

Saya pernah bilang bahwa kalau punya mesin waktu yang hanya bisa dipakai satu kali, saya memilih balik ke tahun 2013. Disanalah banyak keputusan-keputusan diambil yang membuat saya berada di state yang sekarang. Tidak boleh berandai-andai berlebihan, tapi saya merasa jika bisa kembali ke tahun itu dengan bekal pengetahuan yang sekarang, rasanya banyak keputusan bisa saya perbaiki sehingga jadi orang yang lebih benyak berguna dan lebih sedikit merepotkan. 

Mesin waktu mungkin tidak akan terjadi, tapi ketemunya tab lama ini mengembalikan sebagian ingatan saya tentang diri saya 7-8 tahun lalu, bagaimana saya berpikir, apa yang saya cita-citakan saat itu, siapa teman saya, apa yang saya lakukan, siapa inspirasi saya, apa kebaikan yang dulu ada dan kini saya tinggalkan, apa yang berubah dan apa yang tidak. 

Terpenting dari itu semua adalah setelah beberapa jam menyusuri folder dan aplikasi-aplikasi yang sudah vakum beberapa tahun saya mendapat gambaran bahwa saya dulu pernah punya api. Di satu sisi ekpresi dari api itu adalah sifat naif, sombong, keminter, dan merasa berada di puncak dunia. Padahal puncak adalah tempat paling mungkin untuk jatuh. After all, api itu terlalu besar buat saya yang sempit, hingga tanpa sadar membakar beberapa hal yang seharusnya dipelihara.

Tapi di sisi yang lain api itulah yang membuat saya tetap kuat menjalani masa-masa penuh tempaan sambil tetap menjaga asa menolak menjadi sekedar rata-rata. Bahkan saya yang sekarang merasa malu bagaimana dulu jiwa raga ini mampu bekerja nyaris 24/7 hingga akhirnya menemukan bentuk nyamannya. Di masa-masa itulah paling sering saya merasa batas saya diuji.

Semakin mendewasa, rasanya api itu tidak sepanas dulu. Bisa jadi karena saya tidak memeliharanya dengan baik, atau hakikatnya memang api itu teredam seiring pemahaman soal realita kehidupan. Tapi sebagai manusia yang ditugaskan untuk selalu berusaha, setidaknya dari time capsule ini saya jadi tahu ada hal yang perlu saya coba.

Saya harus menjaga nyala api itu sama atau bahkan lebih berkobar daripada 7 tahun lalu. Tapi di saat yang sama harus memastikan bahwa api itu tidak membuat apapun dan siapapun di sekitar saya tidak nyaman. Syukur kalau api itu bisa menyalakan beberapa api lainnya yang mulai padam. Tapi setidaknya saya harus cukup amba untuk menjadikan segalanya seimbang. 

Kalau mau lebih baik dari 7 tahun lalu mungkin saya harus lebih presisi, sisanya biar mengikuti.

Maaf atas segala kesalahan

Chandra

Tokyo 2020

Olimpiade adalah tempat dimana kita bisa menyaksikan olahraga-olahraga 'aneh' yang selama ini tidak mendapat akses broadcast mainstream. Dayung, anggar, menembak, panahan, triathlon, dan lain sebagainya. Buat saya cabang-cabang ini jadi refreshment diantara rutinitas nonton bola dan balapan. Di sepakbola kadang kita perlu menunggu puluhan menit sampai terjadinya sebuah goal dan balapan F1 bisa memakan waktu sampai hampir 2 jam.

Sementara itu olahraga olimpiade menjanjikan excitement-excitement rapid yang hadir beberapa menit sekali. Atlet angkat beban butuh kurang dari 1 menit untuk tiap angkatan, satu set dalam panahan selesai sekitar 3 menit, balap dayung dan renang berlangsung hanya beberapa menit tiap heat. Belum lagi setelah satu cabang atau partai selesai penonton bisa switch ke tayangan lain hanya dengan beberapa klik. Menyenangkan sekali.

Olimpiade adalah tempat dimana lebih dari 200 negara mengirimkan wakilnya. Dalam cabang badminton kita bisa lihat pemain Indonesia bertanding lawan wakil dari sebuah negara di Afrika atau Timur Tengah. Hal yang jarang terjadi dalam kompetisi World Tour biasa dimana didominasi beberapa negara Asia saja. 

Pernahkah kamu dengar negara Aruba? Comoros? Sao Tome and Principe? Saint Lucia? Kemungkinan besar belum, sama seperti saya. Tidak semua negara lolos karena qualified, ada yang mendapat tempat di olimpiade karena 'undangan'. Bahkan ada tim bentukan IOC yang diperuntukkan bagi refugee yaitu Refugee Olympic Team (EOR). Di satu level Olympic adalah ajang bagi atlet papan atas untuk mengejar medali tertinggi, tapi lebih dari itu Olympic memberi ruang bagi semua negara untuk berpartisipasi.

Kebanyakan orang Indonesia tahu pasangan ganda putra Indonesia Kevin/Gideon serta Hendra/Ahsan karena namanya sudah sering lalu lalang di media sosial dan berita ketika mereka berprestasi di ajang badminton dunia. Sebagian dari kita juga mungkin tahu lifter Eko Yuli Irawan atau masih ingat sprinter muda Lalu Mohamad Zohri yang sempat trending beberapa waktu lalu.

Tapi barangkali belum banyak yang dengar nama Windy Aisah yang kemarin menyumbangkan medali pertama untuk Indonesia, atau tim panahan Indonesia yang cukup impresif setidaknya di level Asia, lalu atlet Rio Waida dari surfing, duet Mutiara-Melani dari dayung, Vidya Rafika dari menembak, dan anggota kontingen lainnya. Olimpiade memberi kesempatan bagi atlet di cabang yang belum begitu populer untuk berdiri di panggung yang sama dengan atlet media darling. Tidak semuanya berprestasi, tapi bisa tampil di Olympic saja sudah sebuah pengalaman tak terlupakan pasti.

Saya sebagai penonton merasa sangat dimanjakan dengan tayangan olahraga tanpa henti yang disajikan Tokyo 2020. Tinggal pilih mau nonton di TV atau ambil gadget untuk buka Vidio. Tidak harus Indonesia yang main tetap saya tonton karena kapan lagi nonton tayangan live olahraga-olahraga tak biasa. Masa tunggu datangnya musim bola berikutnya jadi terasa lebih ringan. Mantap dan terimakasih #Tokyo2020

Citius Altius Fortius

Faster Higher Stronger, Together 

Vettel to Aston Martin ;-)



I used to rule the grid
Fans would rise when I took the win
Now in the garage I feel alone
Spin on tracks I used to own

I used to scrap for miles
Feel the fear in Alonso's eyes
Listened as the crowds would chant
As I matched Senna, Nikki, Jack, and Alain

One minute I held the crown
Next the media tried to drown me in critique and doubt
And now, I think my confidence's down, that's why I spin 'round

I see the blue flags the stewards are waving
But this time it is I who's paving
The road for the winner like in Brazil
Where Schumacher handed me the wheel

There's some issues I can explain
I'll be gone but never
Never without a dream
Could I reach it with a new team?

I see the blue flags the stewards are waving
But this time it is I who's paving
The road for the winner like in Brazil
Where Schumacher handed me the wheel

There's some issues I can explain
I know Red Bull still regards my name
as though I still a king
Even without all the bling


Akseyna

Setelah 6 tahun peristiwa duka itu terjadi, berita tentang Akseyna kembali melintas di timeline twitter saya. Keluarganya sampai saat ini masih terus berusaha mencari keadilan atas kasusnya. Ketika peristiwa itu terjadi Maret 2015 silam dan langsung menjadi headline berita, saya termasuk yang terkejut karena secara pribadi saya kenal Akseyna.

Almarhum Akseyna Ahad Dori adalah siswa SMAN 8 Yogyakarta angkatan 2013, satu angkatan dengan saya. Karena DIY adalah provinsi yang kecil namun padat akan event pendidikan, menjadi hal yang wajar waktu itu ketika seorang siswa punya kenalan dari berbagai sekolah lain seprovinsi. Bisa jadi ketemu di lomba, seminar, try-out, jambore, dan semacamnya. Begitu juga dengan saya kenal dengan Ace, panggilan Akseyna.

Kami sempat mewakili Provinsi D.I.Yogyakarta dalam OSN tingkat nasional tahun 2012 di Jakarta. Bersama sekitar 35an siswa lainnya dari SMA-SMA di DIY kami sempat nge-camp dan mendapat pelatihan di salah satu hotel kawasan Malioboro. Pelatihannya sekitar satu bulan dan karena dikarantina harus ijin tidak ikut pembelajaran di sekolah.

Meskipun beda cabang sehingga kelasnya terpisah (saya matematika, dia biologi), aktivitas lain seperti makan sahur dan buka, salat, tarawih, dan lain-lain dilakukan bersama-sama. Tidak bisa tidak lama-lama kenal juga, beberapa diantaranya bahkan berteman akrab sampai sekarang. Sayang waktu itu belum jamannya cekrek upload jadi saya tidak berhasil menemukan dokumentasi yang bagus.

Akseyna adalah siswa yang brilian. Tahun sebelumnya ketika masih kelas 10 dia sudah lolos OSN 2011 Manado. Jadi di 2012 dia jadi ujung tombak tim biologi DIY dan salah satu yang paling berpengalaman di kontingen OSN Jogja. Mengingat prestasinya di bidang biologi wajar jika dia meneruskan studinya di Biologi UI. 

Selepas SMA saya sudah tidak keep in touch dengan Ace memang. Tapi ketika tiba-tiba berita yang muncul adalah berita duka saya tentu ikut merasa kehilangan. Ace adalah anak muda dengan potensi yang sangat besar, di masa depan dia pasti jadi 'orang'.

Tentu kesedihan saya tidak ada apa-apanya dengan apa yang dirasakan keluarganya. Apalagi sampai sekarang peristiwa ini masih jadi misteri dengan banyak dugaan dan teori-teori. Sampai lebih dari 6 tahun kepergiannya belum ada penjelasan gamblang tentang apa yang sebenarnya terjadi, tidak banyak kasus kriminal yang bisa 'tersembunyi' sampai se-lama ini. 

Keluarga, terutama sang ayah, Pak Mardoto terus mengusahakan keadilan untuk anaknya. Kalau kamu baca ini yuk ikut tandatangani petisi ini: Sudah 6 Tahun, Segera Ungkap Pembunuh Putra Kami Akseyna!

Terima kasih!


Chandra

Gimana Kondisi Sekitarmu, Lur?

Memasuki tahun kedua pandemi masyarakat di sekitar tempat tinggal saya tampaknya mulai abai. Banyak orang sudah secara mantap gantung masker. Di beberapa masjid sekitar rumah jamaah yang pakai masker hanya 10-20% saja, kadang kurang. Dari beberapa masjid yang saya datangi untuk tarawih sejauh ini, hanya masjid An-Nashr Bintaro yang masih konsisten menerapkan distancing dan wajib masker. Maklum lokasinya di tengah peradaban maju dan makmur. Kawasan dengan penduduk yang relatif tidak risau urusan dapur dan terbiasa berprokes ditempat aktivitas sehari-hari terbukti lebih gampang diatur. Minimal kalau kita masih ikhtiar menuju kaya, bermental kaya dulu aja.

Saya tinggal dekat kawasan pasar yang ramai hampir 24 jam. Ada pasar induk buah, pasar tradisional, dan terminal bis di satu lokasi. Tambah ramai dengan adanya pasar kaget tiap menjelang buka puasa. Masker agak lumayan karena sepertinya di pasar ada satgasnya, tapi masalah distancingnya hmmm...

Geser sedikit dari pasar ada deretan tempat ngopi dan nongkrong anak muda. Heran saya tiap malam sabtu dan minggu parkirannya penuh. Saya belum pernah masuk karena selain malas berkerumun saya memang tidak suka kopi. Di beberapa sudut jalan dan muka perumahan masih ada banner-banner waspada covid, tapi sepertinya itu catakan 2020 saat orang-orang masih respek sama corona. 

Pagi dan sore hari jalanan dipenuhi orang-orang yang mau masuk dan keluar Jakarta untuk bekerja. Nampaknya bisnis mulai menggeliat lagi diikuti peningkatan volume orang-orang WFO. Transjakarta yang bulan-bulan lalu nyaman mulai penuh sesak, perubahan terasa sebulan terakhir.

Beberapa kali saya lihat Pol PP dan satgas merazia kerumunan warga. Tapi yang dirazia kebanyakan hanya tempat-tempat umum dan terbuka saja. Sementara gang-gang sementara ini sering luput dari pengawasan. Razia juga masih sporadis, diusir sekali besoknya balik lagi.

Secara aturan mudik dilarang (tapi wisata dan belanja didorong). Untuk kali kedua saya ngalamat tidak merayakan idul fitri di kampung halaman. Tapi mengingat di Indonesia bangjo saja ditrabas dan separator busway dipencoloti saya kok ragu masyarakat akan taat. Minim penggedhe yang lead by example saat ini. Motif yang manjur untuk bangsa kita ini sepertinya hanya takut mati (seperti lebaran 2020 waktu corona masih dianggap sangat mematikan) dan urusan perut. Kalau ada kebijakan dimana yang nggak mudik dapat insentif jutaan saya yakin akan efektif. Masalahnya kita bukan negara kaya, dan jumlah penduduknya segunung.

Efek dari euforia vaksinasi juga mungkin membuat sebagian orang lengah. Saya sendiri belum ada kabar berita kapan akan dapat jadwal vaksin. Selama pandemi sudah tiga kali pilek tapi semoga itu flu biasa saja. Dengan segala kesimpangsiuran ini sepertinya kita memang harus menjaga diri dan keluarga masing-masing. Hormati orang yang masih memasang standar tinggi penjagaan diri terhadap covid. Semoga pandemi segera berakhir. Aamiin


Chandra

Sushi Masa: Kisah dari Utara Jakarta

Di tengah komplek perniagaan ikan di Jakarta Utara ada sebuah bangunan yang mencolok karena deretan mobil-mobil yang terparkir di depannya. Tak kurang BMW, Mercedes, Lexus, dan MPV high end berderet di depan dan samping gedung tersebut. Saya coba cari di google tempat apa itu karena tidak ada tulisannya, ternyata itu adalah sebuah kedai sushi.

Saya sebut Sushi Masa ini hidden gem bukan karena saya baru tahu tapi memang lokasinya tersembunyi di tengah pasar ikan Muara Baru, Jakarta Utara. Untuk mencapainya saja harus melewati jalan akses Pluit yang saingannya truk-truk kontainer besar khas kawasan utara Jakarta. Begitu masuk kawasan pasar ikannya aroma amis ikan tercium tajam. 

Sushi Masa berada di sebuah bangunan tingkat 6 di samping ATM center kawasan pasar ikan Muara Baru. Selain tidak ada banner nama, tempatnya pun tidak tampak dari luar, saya harus bertanya ke satpam memastikan bahwa restonya benar disana.

Bisa ditebak tempat seperti ini menjual eksklusivitas, tidak mengharapkan banyak tamu, dan mematok harga tinggi untuk sajiannya. Saya dan istri beruntung bisa datang langsung dan dapat tempat duduk karena ternyata tamu yang datang kesana harus melakukan reservasi lebih dulu. Tamu walk-in hanya diterima jika masih ada meja yang belum terbooking.

Begitu keluar dari lift lantai 3 kami langsung disambut oleh resepsionis dan ditanya apakah sudah reservasi. Selanjutnya kami diarahkan ke tempat duduk yang masih tersedia. Kebetulan ada kursi kosong untuk dua orang di bagian bar sehingga kami bisa melihat langsung proses pembuatan sushi oleh para chef dengan pakaian khas chef sushi dari Jepang dan tampak sudah sangat berpengalaman.




Meski kemasannya high-class, cara pesan makanannya ternyata cukup sederhana. Cukup memanggil waiter lalu pesanan kami ditulis di kertas. Kami juga diberi tahu bahwa waktu menikmati sushi dibatasi sampai jam 7 malam saja. Ternyata selain memakai reservasi, restoran ini juga menggunakan sistem shift. Shift 1 pukul 11.00-14.00, shift 2 pukul 17.00-19.00, shift 3 pukul 19.00-21.00, di luar itu tutup.

Secara harga Sushi Masa memang agak mahal. Tapi ada harga ada rupa, rasa sushinya memang sangat enak, bahan-bahan laut yang digunakan tampak sangat segar. Untuk makan sushi casually saya mungkin prefer sushi Aeon untuk saat ini, tapi Sushi Masa ini bolehlah sekali-sekali untuk selebrasi. Untuk dinner di tempat ini, per tamu perlu merogoh kocek 75 sampai 250 ribu.


Kalau ingin sajian yang lain, di lantai 5 (1 lantai diatas, tidak ada lantai 4 fyi) gedung yang sama ada Shabu Masa dengan berbagai tawaran self grill. Sementara itu ada patisserie di lantai 2 dan toko seafood beku di lantai 1-nya. Kalau ingin berfoto dengan background sunset dan kapal-kapal bisa naik ke rooftopnya. 

Apakah saya merekomendasikan restoran ini? Ya, cocok untuk selebrasi dengan keluarga atau teman-teman. Kalau Anda tidak berkeberatan spending ratusan ribu per orang boleh saja datang kesini berkali-kali dalam seminggu. Paling enak kesini pakai kendaraan pribadi mobil atau motor (masih ada parkiran motor walaupun kecil). Tapi kalau mau pakai angkutan umum bisa pakai taksi online dari rumah atau naik KRL, TJ, MRT (kalau sudah jadi) sampai kawasan Kota Tua/Jakarta Kota lalu nyambung taksi.

Jika dirasa terlalu niat kalau sampai pucuk utara Jakarta hanya untuk makan sushi, bisa sekalian eksplor spot-spot menarik di sekitarnya. Opsi tempat wisata utama selain komplek Kota Tua adalah Ancol dan PIK. Kalau mau yang lebih adventure bisa masuk-masuk ke kawasan pelabuhan tradisional Muara Angke, Muara Karang, Muara Baru, dan Sunda Kelapa.


Chandra