Sebening Senja


Di antara karya-karya Letto yang saya ikuti, lagu Sebening Senja ini adalah salah satu yang maknanya dijelaskan secara lugas oleh Letto. Biasanya mereka memberikan kesempatan pada pendengar untuk menafsirkan lagu mereka dari sudut pandang dan pemahaman masing-masing, tapi kali ini dalam beberapa kesempatan Mas Noe secara gamblang menjelaskan apa yang ingin disampaikan di lagu Sebening Senja. Senja kok bening?

Lagu ini adalah soal manusia dan senja menggambarkan keadaan seseorang yang makin dewasa dan menua. Ternyata semakin senja seseorang, caranya melihat hidup bukannya meredup justru menjadi semakin bening. Banyaknya perjalanan dan pengalaman hidup yang telah dilalui menjadikannya mampu memandang dunia dengan lebih bijaksana, lebih pener. Saat senja itu pula seseorang dapat dinilai apakah hidupnya selama ini dijalani dengan penuh integritas, tegak pada kebenaran, dan manfaati.

Rasa itu dan senyumanmu
Sebening senja

Letto masih memberikan kesempatan bagi pendengarnya untuk memasukkan sudut pandangnya sendiri di sini. 'Mu' di penggalan reff itu bisa berarti siapapun: pasangan, orang tua, sahabat, guru, dll. Tapi dalam sesi Srawung Media yang dilakukan Letto dalam rangka merilis lagu ini, Mas Noe secara eksplisit menyebut bahwa bagi beliau sosok yang digambarkan lagu ini adalah Simbah (Emha Ainun Najib). 

Cak Nun sudah beberapa waktu terakhir libur dari tugasnya memimpin forum maiyah. Sebagai sosok yang menurut Mas Patub 'ngelus-elus atine wong akeh', tentu banyak yang merindukan beliau. Saya pribadi yang sering memutar video maiyah di YouTube sejak kuliah merasakan ada yang hilang. Mas Sabrang tampak berusaha mengisi kekosongan itu dengan shifting mengambil center stage di forum maiyah dan menyampaikan pesan-pesan untuk masyarakat banyak seperti yang biasanya dilakukan ayahnya. Padahal dulu saat masih menjadi wingman-nya Cak Nun beliau selalu mengambil posisi menjelaskan sesuatu dari sudut pandang ilmu fisika dan matematika yang kadang bahasanya rumit untuk dipahami. Collatz conjecture, Planck constant, Double Slits experiment, Taksonomi Bloom, nggak ada istilah-istilah itu disebut lagi akhir-akhir ini. Harus ada yang mengisi posisi Cak Nun di masa depan, dan saya rasa Mas Sabrang is up for it.

Noe dan Sabrang adalah orang yang sama, hanya saja yang satu nama panggung di Letto, satunya lagi panggilan di maiyah.

Video klip Sebening Senja yang premier beberapa waktu setelah lagunya keluar semakin mengonfirmasi arah lagu ini. Video garapan Mas Bagoes Kresnawan itu menggambarkan sosok bapak yang menua dan anak perempuannya yang tumbuh dewasa. Kita sebagai anak saking seriusnya mengejar dunia sering lupa bahwa orang tua juga bisa rindu. Masalahnya, beliau-beliau belum tentu mengungkapkannya.

Perasaan paling anj*ng adalah ketika kita dibukakan pintu-pintu sukses tapi tiap hari mamaku semakin tua - Raim Laode

Saya sangat menyarankan untuk menonton video klip Sebening Senja. Lagu ini mungkin tidak akan viral sampai ditonton puluhan-ratusan juta kali di YouTube dan platform streaming, tapi bagi yang menikmatinya saya rasa akan ada manfaat dan kesadaran yang bisa diambil dari sana. Pada akhir video klip Sebening Senja ada kalimat yang buat saya sangat mengena: untuk dia yang tak lelah membukakan jalan. Langsung teringat bagaimana orang tua melahirkan, membesarkan, menyuapi, mengajari berbagai hal, menyekolahkan, membiarkan kita bercita-cita, menikahkan, membukakan jalan, dan lain sebagainya. Kadang-kadang prosesnya tidak selalu mudah, dan yang jelas beliau-beliau semakin menua. Video Klip: Sebening Senja

Lagu ini juga sebagai penanda bahwa Letto masih ada. Perubahan landscape distribusi musik dan sudah tidak adanya ikatan dengan label membuat diakui atau tidak produktivitas Letto menurun dari segi rilisan, apalagi Letto banyak mengisi agenda bersama Kiai Kanjeng juga. Single terakhir yang dirilis Letto sebelum ini adalah Fatwa Hati, dan itu sudah empat tahun yang lalu. Kini Sebening Senja menegaskan bahwa band ini masih eksis dan berkarya.

***

Sebening Senja - Letto

Seandainya aku mengerti
Perihnya rasa rindu ini
Takkan berani ku bermimpi
Dan memilih untuk berlari

Karena cinta yang aku terima
Serpihan surga
Rasa itu dan senyumanmu
Sebening senja

Tak pernah aku menyesali
Perjalanan yang kulewati
Tuk memahami kata hati
Yang memanggilmu tak berhenti

Karena cinta yang aku terima
Serpihan surga
Rasa itu dan senyumanmu
Sebening senja

Rasa itu dan senyumanmu
Sebening senja



Salam,
Chandra

Umrah dari Eropa (2)


Haramain Highspeed Railway (HHR) akan jadi pengalaman pertama saya naik kereta cepat karena belum sempat mencoba Whoosh Jakarta-Bandung. HHR ini bisa mengangkut jamaah dengan rute Makkah - Madinah PP via Jeddah dengan waktu tempuh ujung ke ujung kurang dari 2,5 jam (normalnya dengan bus 4-5 jam). Top speed 300km/jam.





Masjid Nabawi di Madinah yang mulia, indah, dan nyaman. Madinah di musim dingin cukup sejuk, kami sempat mengalami subuh di 13 derajat celcius. Kubah hijau adalah Raudah, yang kalau mau masuk harus booking dulu setidaknya 2-3 minggu in advance.




Kalau di Makkah ada Damba, di Madinah ada Sunda. Restoran Indonesia yang hampir selalu ramai oleh jamaah Indonesia, Malaysia, dan Brunei. Buka 24 jam tapi rehat sebentar di jam salat. Nasi rendang, nasi campur, dan nasi goreng spesialnya saya rekomendasikan.



Ba'da subuh menunggu payung dibuka sampai jam 7 belum dibuka juga. Kesimpulan saya jamnya tidak tetap, kadang bahkan payungnya tidak ditutup sepanjang malam.



Sekelibat pemandangan dari taksi ketika menuju ke stasiun untuk pulang. Kami tidak ke mana-mana ketika di Madinah karena badan kurang fit (sepertinya kelelahan). 




Tim tas oren Basic Fit wkwk gokil bisa sampai sini. Sebelumnya waktu sa'i juga ketemu satu. Bag count: Basic Fit 2-1 Fjallraven Kanken.



Some sweets untuk oleh-oleh orang kantor, dan as expected pada heran saya balik liburan dengan rambut plontos.




Meskipun umrah mandiri dengan visa tourism alhamdulillah kami tetap bisa bawa pulang zam-zam. Ada counter zamzam di pintu masuk keberangkatan bandara Jeddah. Per paspor bisa bawa 1 galon berukuran 5 liter, bayar 12.5SAR per galon, dan tidak dihitung ke berat bagasi. 


Bandara Jeddah ini sepertinya baru, sangat clean dan modern. Integrasi intermodanya juga bagus banget. Top.




Kami pulang pakai ITA Airways dan transit di Roma, sayang waktu transitnya terlalu mepet jadi nggak bisa eksplor banyak hal, malah sedikit buru-buru. Pelajaran buat saya untuk tidak pilih penerbangan transit kurang dari 3 jam. 



Pemandangan pegunungan Eropa selatan yang tertutup salju dari jendela pesawat. MasyaAllah indah luar biasa.



Alhamdulillah berasa sudah sampai rumah kalau sudah sampai sini. Imigrasi, bagasi, dan customs sudah lewat dengan lancar. Tinggal tap NS lalu naik kereta pulang.


Salah satu hal yang bikin lega juga adalah 2 galon zamzam ini sampai dengan aman. Sejujurnya saya sedikit khawatir karena dia literally air (diperlakukan sebagai bagasi khusus) dan kami pakai transit. Sudah sempat mikir andai nyangkut di Roma yawislah.



Alhamdulillah..

Salam,
Chandra

Umrah dari Eropa

Pagi yang cerah untuk ukuran Belanda di bulan Januari, semoga jadi awal yang baik untuk perjalanan yang (niatnya) baik.



Menunggu kereta Intercity menuju Schiphol, meskipun tampak cerah tapi sebenarnya di luar 3°C, membuat 10 menit di peron terasa lumayan lama.



Check-in di Schiphol Airport, penerbangan ke Saudi tampaknya tidak terlalu ramai. 



Menunggu boarding, salat dulu di meditation room yang didesain untuk interfaith tapi pada akhirnya mostly dipakai salat.



Umrah pertama dari Eropa kami pilih Saudia karena penerbangan direct, akomodatif untuk ganti kain ihram, dan semestinya akan ada notifikasi miqat.



Benar saja, entertainment system dilengkapi jadwal salat, fiqh dan doa umrah, sampai countdown menuju miqat.



Tentu makanannya halal tanpa perlu request khusus, Saudia juga adalah satu di antara sedikit airlines yang tidak menyediakan alkohol onboard. Allahumma bariklana..


Alhamdulillah landing di Jeddah dengan posisi sudah berihram. Ini tengah malam, pada akhirnya kami nyaris tidak tidur malam itu (hanya terlelap sebentar di pesawat).




Sebagai umrah mandiri kami tak punya bis jadi kami panggil taksi. Di bandara Jeddah, pickup point taksi online ada di dalam stasiun dan bersebelahan dengan taksi 'pangkalan'. Opsi taksi online: Uber dan Careem.





Kami juga harus memesan makanan sendiri, kami menemukan favorit 'Damba' untuk masakan Indonesia dan 'Al-Romansiah' untuk kuliner Arab. Urusan bayar membayar saya pakai kartu debet BCA Mastercard.





                   Labbaikallahumma labbaik...




                                    Makkah



Kereta menuju Madinah sudah datang, InsyaaAllah disambung lagi nanti


Salam,
Chandra

Edensor


Saya paham konsep bahwa buku tidak seharusnya menjadi barang sekali baca yang setelah selesai tak perlu disentuh lagi. Tapi saya tidak menyangka kalau suatu keadaan bisa membuat kita ingin sekali membaca kembali sesuatu yang dulu pernah dibaca, merasakan emotional exercise-nya, dan menyusuri jalan yang pernah dialami dulu waktu pertama kali membacanya. 

     Bus merayap, aku makin dekat dengan desa yang dipagari tumpukan batu bulat berwarna hitam. Aku bergetar menyaksikan nun di bawah sana, rumah-rumah penduduk berselang-seling di antara jerejak anggur yang telantar dan jalan setapak yang berkelok-kelok. Aku terpana dilanda deja vu melihat hamparan desa yang menawan. Aku merasa kenal dengan gerbang desa berukir ayam jantan itu, dengan pohon-pohon willow di pekarangan itu, dengan bangku-bangku batu itu, dengan jajaran bunga daffodil dan astuaria di pagar peternakan itu. Aku seakan menembus lorong waktu dan terlempar ke sebuah negeri khayalanku yang telah lama hidup dalam kalbuku.
     Aku bergegas meminta sopir berhenti dan menghambur keluar. Ribuan fragmen ingatan akan keindahan tempat ini selama belasan tahun tiba-tiba tersintesa persis di depan mataku, indah tak terperi.
     Kepada seorang ibu yang lewat aku bertanya, "Ibu, dapatkah memberi tahuku nama tempat ini?"
     Ia menatapku lembut, lalu menjawab
     "Sure lof, it's Edensor ...."

Di atas adalah rangkaian paragraf yang menutup buku Edensor karya Andrea Hirata. Buat saya ini adalah paragraf paling memorable dari semua tulisan yang pernah saya baca. "Sure lof, it's Edensor"-nya itu tidak saya lupa sejak baca ini waktu SMA. Kalau baca bukunya pasti tahu bahwa bagian ini semacam callback, dan membacanya menggetarkan karena dieksekusi dengan sangat brilian. Edensor ini sekaligus adalah buku pertama yang saya baca habis secara suka rela bukan karena tuntutan pelajaran Bahasa Indonesia. Kini saya sangat ingin membaca itu lagi setelah tahu bahwa Desa Edensor ini benar-benar ada, dan mungkin, dalam jangkauan (aamiin).


Masalahnya tidak ada buku itu di sini, paling mentok adanya Laskar Pelangi versi terjemahan. Saya sudah coba cari di toko buku fisik maupun online dan tak menemukannya, ebook pun nihil. Satu-satunya cara mendapatkan buku ini adalah beli di Indonesia lalu jastip ke sini, itu cara tercepat dan termurah yang mungkin dilakukan. Akhirnya saya menemukan buku original bekas di Tokopedia. Saya lebih milih buku ori second daripada bajakan (enyahlah buku bajakan!) meskipun harganya lebih mahal. Yes, tampaknya buku ini sudah hampir menjadi collectible items dan harganya makin tergoreng.

Ongkos jastip tidak beda antara saya beli hanya Edensor saja atau sekalian empat-empatnya, akhirnya saya putuskan beli semuanya. Buku-buku ini cetakan awal 2007-2008 sehingga kertasnya sudah agak menguning karena faktor usia, tapi I'm happy with that. Shoutout untuk toko yang menjual buku-buku ini, pelayanannya satset, packing rapi dan aman, dan yang paling penting jujur bahwa bukunya ori, bahkan pembatas bukunya sebagian masih ada. Buku ori walaupun sudah lawas tapi kertasnya nyaman dipegang, hurufnya enak dibaca, dan bau nostalgia. Ini tokonya: Link Tokopedia

                                  Tetralogi

Menulis ini mengingatkan saya kalau orang yang open jastip kemarin belum ngasih tikkie sampai sekarang, nanti saya akan tanya.

Jadi saya membuka 2025 dengan menyelami kembali tetralogi Laskar Pelangi. Apakah saya akan buat review-nya, belum tahu. Lagipula saya rasa semua orang sudah tahu Laskar Pelangi, dan orang yang memang mau baca buku-buku ini kemungkinan sudah membacanya dulu sekali. Doakan saya bisa merawat mereka ini agar umurnya panjang, karena pelajaran yang saya dapat adalah bahwa buku yang kita hendaki belum tentu masih dicetak lagi.

Thanks,
Chandra



Tweedehands


Di tengah gempuran barang-barang Temu dari Tiongkok,  orang-orang sini tampaknya masih lebih loyal dan percaya pada marketplace lokal Bol.com atau kalau mau lebih global Amazon. Bol.com dan Temu ini analoginya kalau di Indonesia seperti Tokopedia dan Shopee, hanya saja lebih ekstrem lagi. Untuk pernak-pernik, aksesoris, dan fast fashion memang produk made in China/Asia Selatan/Asia Tenggara masuk, tapi untuk barang-barang lanang merk lokal tampaknya masih menang. 

Produk-produk Philips harganya bisa 10 kali lipat lebih mahal daripada kompatriotnya dari China. Tapi produk mereka juga yang paling dicari ketika orang masuk toko elektronik di Belanda. Mahal memang, tapi kualitas dan dirabilitasnya luar biasa. Seorang teman punya pemutar vynil merk Philips yang diproduksi tahun 70an dan sampai sekarang masih berfungsi baik, gokil. Karena itu merk Philips kemudian juga jadi simbol status sosial, walaupun di Belanda masyarakatnya tidak terlalu mementingkan status dan pandangan orang. Babe-babe beli lampu Philips ya karena nggak mau repot bolak-balik ganti lampu, pasang sekali nanti gantinya bisa 20 tahun lagi.

         Klaim Philips soal ketahanan lampunya

Sepeda sebagai moda transportasi favorit orang Belanda juga sama, ada segmentasi merk Belanda dan merk luar. Sepeda buatan Belanda didesain untuk bisa dipakai sampai belasan hingga puluhan tahun. Bahkan seseorang di Reddit bilang 'If you get a Gazelle it will probably last forever' wkwk. Karena durability-nya ini, pasar sepeda bekas jadi sangat besar di Belanda, apalagi harga bekas jauh lebih terjangkau daripada harga barunya. Banyak bengkel dan toko sepeda baru/bekas tersebar di berbagai kota. Pemilik personal pun banyak yang bertransaksi via Marktplaats, sebuah platform jual beli barang bekas seperti Olx. Saya salah satunya, saya sudah beli Gazelle seken di Marktplaats untuk saya dan istri. Kesimpulan saya pas sudah nyoba Gazelle ternyata beneran kokoh dan halus. Nggak heran kalau dulu mbah-mbah dan pakde-pakde middle-upper class di Indonesia suka ngoleksi sepeda merk ini. 

Sepeda kami, hasil berburu di Marktplaats (credit: dok. pribadi)

Saya sudah beberapa kali bertransaksi di Marktplaats, bahkan di waktu senggang saya lumayan sering scroling di bagian In je buurt (in your neigborhood) untuk lihat barangkali ada barang bagus dengan harga menarik. Beberapa kali saya COD, sekalian menguji kemampuan broken Dutch ini untuk ngobrol dengan total stranger yang kadang-kadang tidak terlalu bisa Bahasa Inggris karena sudah sepuh atau tinggal di kawasan yang sangat Dutch. Turnover warga Belanda lumayan tinggi jadi sering ada orang pindahan, biasanya ada barang-barang ajaib dari orang seperti ini.

                        Marktplaats in je buurt

Kalau saya anak Markplaats, istri saya anak flea market. Dia senang sekali window shopping di berbagai flea market, kadang-kadang pulang bawa barang-barang lucu (menurut dia). Favoritnya adalah IJ-Hallen, event flea market terbesar di Eropa yang digelar hari Sabtu-Minggu setiap 3 atau 4 minggu sekali. Lokasinya di Amsterdam dan banyak wisatawan yang juga datang kesana, bukan hanya warga lokal. Kami pernah datang dan beli beberapa barang seperti postcard vintage yang bagus dan sudah tidak ada di toko manapun. Saat musim panas pasarnya digelar outdoor, tapi karena sekarang sedang dingin sebagian besarnya pindah ke dalam ruangan yang sepertinya bekas gudang atau pabrik.

                     Akun Instagram IJ-Hallen

Selain flea market, di Belanda ada banyak Kringloop. Secara bahasa kringloop artinya recycle, jadi mereka adalah toko yang menjual barang-barang bekas yang sudah terkurasi. Jualannya mulai dari furniture, elektronik, buku & ATK, pecah belah, perkakas pertukangan, aksesoris, dan pakaian. Ini bisnis besar, beberapa brand kringloop bahkan punya jaringan toko di beberapa kota besar di Belanda. Kalau saya lihat di masyarakat sini there's no shame pakai barang secondhand karena balik lagi kualitas dan durabilitasnya sangat oke, lifespan-nya masih panjang walaupun sudah pernah dipakai orang. Daripada beli barang baru murah tapi cepat rusak, mending pakai barang bekas merk terjamin yang awet supaya tidak nyampah. Get rid of something seperti perabot yang sudah rusak seringkali harus bayar, nggak bisa asal buang, jadi make sense kalau orang-orang maunya barang yang awet.

        Kringloop tradisional (credit: dok.pribadi)

            Kringloop brand (credit: dok. pribadi)

     Salah satu isi kringloop (credit: dok. pribadi)

Kadang ketika jalan ke flea market atau kringloop, ingatan saya terlempar pada deretan bapak-bapak yang menjual peralatan, aksesoris sepeda/motor, dan barang elektronik bekas yang berjejer sepanjang jalan menuju pasar tradisional sebelah rumah. Paling rame setiap hari minggu pahing karena saat itulah banyak orang libur dan mau self reward. Kadang barang-barangnya nggak make sense buat saya seperti kipas angin tapi baling-balingnya tok atau slebor motor tapi hanya yang depannya. Tapi nyatanya agenda itu bertahan puluhan tahun, jadi InsyaaAllah ya ada berkahnya di sana.

Budaya barang bekas di Jogja secara keseluruhan saya rasa lumayan kuat, setidaknya dibandingkan kota lain yang pernah saya tinggali yaitu Bandung dan Jakarta. Untuk ukuran kota yang tidak terlalu besar ada cukup banyak pasar barang loak yang terkenal seperti Pasar Senthir, Pasar Pakuncen, Pasar Niten, dan Pasar Kotagede (malam). Ini belum menghitung yang digelar di pasar-pasar tradisional di desa atau yang sifatnya insidental seperti sekaten, sunmor, atau event thrifting.

Di rumah saya ada satu sudut berantakan yang isinya toolbox-nya bapak, berbagai macam obeng dan kunci, barang elektronik lawas, oli minyak pelumas, dan lain sebagainya. Maka sekarang salah satu sisi impulsif saya adalah beli kunci pas, obeng, dan kawan-kawannya juga, bahkan di sini pun saya sudah punya. Bapak juga dulu yang mengenalkan pada Pasar Kuncen dan menunjukkan aksi merawat kendaraan tua yang teknologinya jauh lebih primitif jika dibandingkan yang ada saat ini. Sampai sekarang di rumah juga masih ada motor Honda C70 dan Win yang lama-lama jadi collectible items. Maka segala interaksi saya dengan barang bekas ini bukan hanya soal harga yang lebih terjangkau atau sustainability karena turut mengurangi limbah, tapi juga sentimen nostalgia.

Salam,
Chandra