Hujan dan Bandung


Hujan sudah mulai kembali turun. Satu dua bulan ke depan ia mungkin sudah akan hadir tiap hari. Hujan sering disalahkan sebagai sebab munculnya ingatan dan kenangan yang telah lalu. Begitu juga kenangan saya soal Bandung. 

Bukan, bukan karena saya pernah punya seseorang di Bandung. Saya cleansheet ya disana btw. Tapi bagi saya Bandung dan hujan itu perpaduan yang ultimate. Saya suka Bandung dan saya suka hujan. Ketika keduanya hadir bersamaan maka yang muncul adalah kesempurnaan. Ada beberapa alasan kenapa Bandung dan hujan adalah salah satu perpaduan tempat dan waktu yang terbaik. One of the best, if not the best. 

Kota Bandung berada pada ketinggian lebih dari 750 meter di atas permukaan laut. Tempat tinggal dan kampus saya di kawasan bandung utara lebih tinggi lagi, mungkin 850 atau 900 mdpl. Jadilah suhu udara disana rata-rata 5-6 derajat lebih dingin daripada Jogja dan Jakarta. Jam 1 siang disana sama dengan jam 9 pagi di Jakarta.

Suhu udara yang sudah sangat nyaman itu menjadi makin sejuk ketika hujan datang. Banyaknya pepohonan dan tanah terbuka di tengah kota menghadirkan petrichor, alias bau tanah kering yang baru saja terkena hujan, pleasing relaxing. Pohon-pohon menjadi kanopi alami ketika hujan belum terlalu menjadi-jadi. Kalaupun akhirnya deras dan harus berteduh, selepas hujan tetesan air dari dedaunan menghadirkan nuansa yang masih bisa dinikmati.

Ada yang menarik jika hujan dan saya sedang berada di kosan. Kebetulan garasi kosan saya diatapi dengan kanopi dari bahan yang kalau terkena hujan bunyinya nyaring sekali. Alhasil dalam hujan yang tidak terlalu deras pun suaranya sudah berasa lebat. Di dalam kamar, matikan lampu, lalu tarik selimut sambil berharap hujan jangan cepat-cepat reda sebelum saya bisa memejamkan mata.

Kampus adalah tempat kedua dimana saya sering mengalami hujan. Kali ini tidak semua pengalamannya menyenangkan karena hujan membuat lorong-lorong licin karena tampias. Gedung fakultas saya juga tidak terintegrasi dengan jalur teduh yang memanjang dari depan sampai belakang kampus. Menyeberang dari satu gedung ke gedung lain bisa membuat sedikit basah. Tapi tetap saja saya lebih sering tidak punya payung. 

Hujan membuat lapak-lapak penjual makanan depan kampus jadi becek. Begitu pula kalau mau jalan ke masjid Salman terkadang harus agak mengangkat celana dan mengamakan sepatu ketika melewati beberapa genangan. Yang paling parah tentu saja paving block boulevard yang sudah ngangkat-ngangkat dan kalau hujan lalu diinjak airnya suka muncrat. Entah sudah dibenerin apa belum yang ini.

Tapi lagi-lagi bau tanah basah, tetesan air dari daun dan talang gedung, nuansa wet look di taman-taman kampus, dan angin yang menjadi semakin sejuk cukup untuk membayar ketidaknyamanan yang terjadi. Belum termasuk lapangan saraga yang menjadi tidak berdebu selepas hujan. 

Sepanjang pengalaman saya di Bandung selama kurang lebih enam tahun, hujan disana adalah yang paling bisa diprediksi dibanding Jogja dan Jakarta. Di Bandung sangat jarang ada hujan di pagi hari. Biasanya mendung baru mulai datang sekitar jam 11, lalu mulai turun hujan jam 1 atau 2 siang. Pagi yang cerah membuat orang tidak perlu berangkat kerja secara rempong karena harus pakai jas hujan, pakai sandal dengan sepatu ditaruh tas, dan juga anak sekolah tidak perlu meringkuk di dalam ponco dibonceng bapaknya ke sekolah.

Saya sempat menuliskan rute galau terbaik di Bandung adalah naik ke Lembang. Pengalaman ini akan menjadi makin paripurna kalau dilakukan selepas hujan. Warna dedaunan menjadi semakin hujau dan sedap dipandang, angin semakin dingin semilir, dan kabut yang turun menebal menambah nyaman perjalanan. Walaupun harus lebih berhati-hati karena jalan yang naik turun jadi lebih licin.

Kalau dibagi lagi menjadi episode-episode per musim hujan selalu saja ada pengalaman yang berkesan. Ngarak wisuda di tengah hujan deras pernah, kejebak hujan di Ciwidey lalu terpaksa neduh karena jas hujan cuma satu model celana pernah, kehujanan waktu nobar Liverpool di Alpina pernah, dan masih banyak lagi. Sebuah sountrack soal hujan yang jadi teman merenung jaman awal-awal kuliah, lagunya The Cascades - Rhythm of the Rain, hehe

Listen to the rhythm of the falling rain
Telling me just what a fool I've been
I wish that it would go and let me cry in vain
And let me be alone again
Rain please tell me now does that seem fair
For her to steal my heart away when she don't care?
I can't love another when my hearts somewhere far away 

Membandingkan Bandung dengan Jogja selalu ada bias romantisme kampung halaman, tapi soal hujan Bandung miles ahead. Bandung adalah tempat yang dapat dinikmati hujannya. Hujan membuat repot kadang-kadang, tapi suasananya, ketenangannya, sejuk udaranya tetap jadi hal yang dirindukan orang-orang yang pernah mengalami hujan disana.


Chandra, kehujanan di Bandung 2013-2019

0 comments :

Post a Comment