Kembali ke Jogja?


Drama-drama 2020 menggariskan saya untuk test drive merasakan WFH yang benar-benar WFH karena dikerjakan dari rumah bukan kosan. Saya sudah pulang 2x, masing-masing satu bulan dan dua minggu. Pulangnya karena ada keperluan, tapi extend-nya karena belum perlu ke kantor dan rasanya lebih aman tetap disana.

Untuk teman-teman yang memang ada kepentingan atau sudah sangat rindu pulang, pulang saja nggakpapa. Pastikan badan dalam kondisi sehat dan bugar. Seminggu sebelum tanggal perjalanan jaga diri baik-baik dan tingkatkan standar prokes minimal di diri sendiri. Siapkan masker, face shield, hand sanitizer dan jangan lupa dibawa pas jalan. Jangan lupa tes rapid atau swab dan tetap berdoa semoga diberi keselamatan. 

Saya khawatir kalau menunggu pandemi selesai atau vaksin valid bakal sampai tahun depan. (P.S. tanggal 9 Desember masih ada rame-rame pilkada...)

Total 1,5 bulan kerja dari Jogja membuat saya menyimpulkan: kerja di Jogja itu enak banget asal gaji tetap ngikut Jakarta wkwkw

Saya mungkin ada bias sebagai orang Jogja. Masyarakat Jogja adalah masyarakat yang kebanggaan akan daerahnya tinggi. Jadi mohon dimaklumi kalau orang Jogja bias dalam menilai sesuatu tentang kotanya. Kadang disengaja, kebawa romantisme daerah istimewa.

Kembali ke WFH, rumah saya tidak ada WiFI karena pernah mau pasang tapi jaringannya belum sampai. Tethering dari HP jadi andalan ketika kerja dari rumah. Kuota lebih boros tapi nutup karena nggak perlu transport dan jajan. Beranjak sedikit dari laptop di meja makan sudah ada pisang goreng anget.

Kalau butuh internet yang kencang dan bisa diandalkan, sesekali saya ke kota. Pernah saya tuliskan di sini: https://www.chandranurohman.id/2020/08/45-menit-di-jalan.html

Keluar rumah = kulineran. Self reward afterwork jadi sangat menyenangkan karena dimana mana makanan murah dan enak. Makanan mahal dan enak ada juga sih, tapi mahalnya Jogja tetep bukan tandingannya ibukota. Kalau yang mahal dan gak enak jarang. Mie ayam 12 ribu udah sama minumnya dan enaknya gak kira-kira (re: Karman). 

Faktor lain yang membuat betah kerja dari Jogja adalah orang-orangnya. Walaupun sebagian sudah merantau, tapi masih banyak teman dan saudara yang tinggal di Jogja. Nggak tau ya, tapi di Jogja itu sering kalau mau main nggak usah janjian dulu, langsung datang aja ke rumah atau tempat nongkrongnya. Kalau ke rumah dan nggak ketemu, ya ngobrol aja sama bapaknya. Berasa orangnya selo selo gampang dicari, nggak kemrungsung dikejar dunia.

Jujur saya jadi kepikiran untuk kerja dari atau di Jogja. Tapi syarat dan ketentuan berlaku, offer harus cocok dulu. Di sisi lain sekarang banyak bermunculan kantor-kantor teknologi dan startup di Jogja. Bahkan kemarin ketemu seorang teman dan dia mem-forward info lowongan software engineer. 

Jogja punya banyak kampus dengan keilmuan teknik yang bagus, banyak anak muda lokal dan pendatang, biaya sewa tempat dan sumber daya murah, dan akses makin mudah dengan bandara baru dan tol. Kayanya 3-5 tahun yang akan datang bakal makin banyak bermunculan kantor digital di Jogja. Secara ladang ada kemungkinan untuk balik kesana.

Tapi di atas itu semua alasan terkuatnya adalah keluarga. Orang tua di Jogja dan sepertinya memilih untuk tetap disana. Bersama mereka satu bulan lebih menyadarkan saya bahwa ketika kita sibuk mengejar cita-cita kadang kita lupa mereka juga menua. 

Opsi untuk dalam tahun-tahun ke depan berkarir di Jogja kembali saya buka. Filter job vacancy sekarang tidak hanya DKI Jakarta tapi juga D.I.Yogyakarta. Saya belum tahu jalannya akan bagaimana jadi tidak mau mengkhayal di awang-awang. Tapi kalau niatnya untuk menemani orang tua, semoga Allah berikan rute paling mulusnya. Aamiin

Finally, hari ini tanggal 2 Oktober selain hari batik adalah hari ulang tahun ibu saya. Mohon doanya beliau sehat dan bahagia. 

Thanks!


0 comments :

Post a Comment