Pesta Rakyat Gadjah Mada, Dilihat dari Jauh


#bUKTicinta
#2MeibukanSimulasi
#PestaRakyat
#SaveBonbin
.
.
.
Beberapa tagar di atas berseliweran di timeline saya beberapa hari terakhir dan makin menjadi 2 hari ini. Sebulan yang lalu saya membaca berita tentang rencana relokasi kantin "Bonbin" UGM dan munculnya poster-poster penolakan dari pedagang dan mahasiswa. Sebelumnya lagi, saya mendengarkan keluhan beberapa teman tentang nilai UKT di kampus itu yang dianggap kurang proporsional dengan kemampuan mahasiswa dan keluarganya. Tampaknya masalah-masalah itu tertunda penyelesaiannya, menumpuk, semakin sulit diatasi, dan akhirnya pecah hari ini. Ditandai ribuan mahasiswa yang turun aksi di Balairung Universitas Gadjah Mada, Jogjakarta.

Saya kuliah di Bandung, tapi asal dari Bantul, DIY. UGM tidak asing untuk saya. Maskam, Perpus Pusat, Fakultas Teknik, KPFT, FK, Gudeg Bu Hj Ahmad, Sunmor, GSP, dll biasa saya kunjungi. Banyak juga teman yang kuliah di sana, yang sampai malam ini masih meramaikan grup sosmed dengan obrolan tentang UKT, Bonbin, dan tunjangan kinerja pegawai. Ditambah lagi, barusan ada kabar ditemukan mayat di gedung MIPA. Makin macam-macam saja.

Sungguh saya membayangkan suasana di sana pasti chaos. Mahasiswa masih nongkrong di depan rektorat, beberapa mahasiswa terkunci di ruangan, ada kabar pejabat kampus mengundurkan diri, himpunan mahasiswa dibekukan, dan ambulance datang ke gedung MIPA. Universitas sebagai tempat pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat pasti tidak bisa berjalanan optimal pada kondisi seperti ini. Prihatin, karena UGM adalah salah satu perguruan tinggi terbaik di Indonesia dan kebanggaan masyarakat Jogja.

Beberapa bulan yang lalu, ITB juga mengalami masalah berkaitan dengan relokasi pedagang, yaitu kasus PKL jalan Dayang Sumbi (lokasinya di belakang ITB). Pedangan menolak relokasi dan mahasiswa ikut bersuara. Namun untungnya masalah bisa diselesaikan dan hanya menjadi berita lokal. Ada pula kasus perebutan lapak kantin CC Barat, namun masalah tidak sampai rektor, setahu saya.

ITB dan UGM memang berbeda. UGM, sebuah universitas, terdapat berbagai disiplin ilmu yang berbeda di dalamnya. Sedangkan ITB hanya spesifik pada teknologi, sains, dan seni. Jumlah populasi mahasiswa pun berbeda sangat jauh. Beberapa waktu yang lalu dirilis peringkat perguruan tinggi di Indonesia yang salah satu parameternya adalah kegiatan kemahasiswaan, UGM bernilai 4 dan ITB 1,9.

Tentang uang kuliah, ITB dan UGM (kluster teknik) memiliki nilai UKT yang hampir sama. UKT tertinggi sekitar 10 juta. Tetapi proses penentuan UKT yang sepertinya cukup berbeda. Saya mendapat cerita beberapa teman yang menganggap korespondendi penghasilan orang tua dan UKT di UGM tidak cocok sehingga mahasiswa merasa berat. Selain itu, mahasiswa kesulitan meminta keringanan, beberapa teman harus menghadap pimpinan fakultas untuk meminta keringanan dan itupun belum tentu berhasil. Akhirnya ada mahasiswa yang memilih pindah kuliah. Sedangkan di ITB, meminta keringanan begitu mudah saya kira karena saya sendiri mengalaminya. Dengan mengumpulkan berkas-berkas seperti ketika apply beasiswa, tanpa tes dan wawancara, UKT saya disubsidi hingga 60% sehingga saya cukup membayar 40%. Bahkan kelebihan pembayaran yang saya lakukan di semester 1 bisa direfund !

Pesta kemahasiswaan seperti yang terjadi di UGM hari ini sangat langka bagi kami di ITB. Bahkan saya pikir hampir mustahil terjadi di era saat ini. Paling mentok mungkin menyatukan satu angkatan, saat OSKM. Di hari-hari lain, hanya beberapa sudut kampus yang ramai oleh beberapa golongan mahasiswa. Kondisi di UGM sana mungkin memang lebih subur untuk menghasilkan aksi seperti ini,. Saya dan beberapa teman mahasiswa Jogja di ITB yang saya ajak ngobrol tentang Pesta Rakyat UGM juga antusias mengikuti kabar beritanya.

Dari jauh, kami prihatin kepada apa yang terjadi di UGM hari ini. Kasihan pada Bu Rektor yang terus menerus ditekan, namun di sisi lain kami juga bersimpati pada rekan mahasiswa yang orang tuanya terpaksa menjual rumah untuk membayar UKT. Pimpinan kampus yang seharusnya memandang ke depan demi kemajuan universitas harus menengok ke dalam untuk meredakan kekacauan dan menyelesaikan masalah. Sudah menengok, dipunggungi pula. Kasihan.

Tadi malam, Bu Rektor berbicara di Swaragama FM yang secara eksplisit menyatakan bahwa aksi demo mahasiswa ini 'mubah' asal sesuai dengan norma susila. Mahasiswa pun datang dari seluruh penjuru kampus dengan dengan niat baik. Orasi dan nyanyian yang saya lihat dari beberapa video mengagumkan. Semoga peristiwa ini menjadi titik balik bagi teman-teman di sana. Semoga kondisi UGM segera membaik dan aktivitas akademis segera pulih. Tidak elok jika Kampus Kerakyatan memberikan tontonan sarat masalah seperti akhir-akhir ini. Hati-hati provokasi.

"Menjenguk kampus yang sedang $akit". Semoga kampus segera sehat tapi juga mahasiswa semakin dewasa.

Jika Anda menginginkan perubahan pada dunia, jadilah perubahan yang ingin Anda lihat - Mahatma Gandhi



Suasana di UGM, gambar oleh CNN Indonesia


Salam,

Chandra Nurohman - Netral, karena tidak terlalu tahu, sedang UAS

0 comments :

Post a Comment