Hey Kawan!




Hey Kawan!

Percayalah, dulu saya juga idealis. Lulus kuliah 4 tahun terus langsung dapat beasiswa dan diterima kuliah di kampus-kampus Eropa dan Amerika. Rasanya itulah life path paling cool yang bisa dilalui seorang lulusan kampus yang katanya salah satu terbaik di Indonesia. Seolah seperti itu definisi calon menantu idaman, punya ijazah kampus top 50 dunia. Life goals banget.

Tapi setelah dipikir-pikir, ternyata itu lebih karena urusan gengsi. Saya merasa tidak pantas bagi seorang fresh graduate dari kampus Ganesha wira-wiri keluar masuk kantor membawa map mengajukan lamaran untuk sebuah pekerjaan yang belum tentu diterima. Lebih karena itu saja. Sombong sekali ya, tapi itu dulu kok.

Beberapa bulan terakhir saya mulai banyak bergaul dengan para profesional. Itu mengikis idealisme yang saya tulis di paragraf pertama di atas. Saya mulai masuk ke lingkungan baru dengan individu-individu yang makin bermacam-macam. Mereka berasal dari berbagai latar belakang (pendidikan), usia, dan visi hidup.

Ada lulusan beberapa kampus di Eropa dan Jepang. Sebaliknya, ada juga anak-anak muda lulusan kampus-yang-dipandang-sebelah-mata-oleh-mahasiswa-kampus-gajah yang sangat skillful berkat pengalaman, bukan oleh so-called pendidikan. Banyak bapak-bapak dengan segudang pengalaman industri karena belasan bahkan puluhan tahun mengabdi di IPTN/PTDI. Ada pula yang terpaksa berada di sana karena hanya itu yang paling mereka bisa.

Bertemu dan berinteraksi dengan mereka, memberikan banyak insight baru bagi saya. Cukup untuk membuka wawasan dan melihat banyak hal baru tanpa terbatas pagar melingkar kampus ITB. Dari sana saya mengambil kesimpulan : saya mau menjajal dunia profesional, segera.

Hey Kawan!

Waktu umur 6 tahun kita dimasukkan ke dalam lubang yang namanya SD oleh orang tua kita. Enam tahun kemudian kita sudah cukup besar untuk mentas dari lubang itu kemudian masuk ke lubang berikutnya yang namanya SMP. Setelah 3 tahun kita bisa keluar dan masuk ke lubang SMA untuk menghabiskan waktu 3 tahun berikutnya. Sampai tahap ini mungkin belum terlalu banyak drama. Tapi setelah keluar dari jenjang SMA, pilihan lubang semakin banyak. Ada lubang kuliah, kerja, nikah, dan lain sebagainya. Kuliah juga masih banyak kemungkinan, dimana. Bekerja juga begitu, dimana. Nikah, dengan siapa.

Saya lebih membahas soal lubang kuliah, karena lubang inilah yang saya pilih 4 tahun yang lalu, dan saya bersyukur memilih lubang ini. Setelah 4 tahun (rata-rata) akhirnya seseorang siap untuk keluar dari lubang ini. Sekarang dia harus memilih lagi salah satu dari lubang-lubang yang tersedia di depan matanya. Masalahnya adalah, dia sudah semakin paham hidup, punya gengsi, dan idealisme yang kadang sebagiannya berasal dari nafsu.

Pertimbangan untuk memilih lubang mana yang akan dimasuki menjadi semakin rumit. Tapi yang penting adalah, jangan lama-lama.

Ada sebuah kata mutiara, "penghormatan terhadap kepemimpinan akan berkurang seiring dengan banyaknya penundaan". Kita adalah pemimpin minimal untuk diri sendiri. Semakin lama galau, semakin berkurang penghormatan terhadap diri, semakin sulit untuk recover. Naik turun itu biasa, tapi jangan lama-lama recover-nya. Boleh jatuh (n) kali, tapi bangunlah (n+1) kali.

Hey Kawan!

Jangan lupa bahagia. Lubang-lubang itu menyimpang jenis kebahagiannya masing-masing. Hanya mungkin kita belum terbayang seperti apa. Mungkin kalau teman-teman menganggap saya beruntung, ya memang saya beruntung (dan bersyukur atas itu), tapi itu juga karena keikhlasan saya untuk masuk ke salah satu lubang. Berbekal rasa penasaran atas apa yang akan terjadi nanti saya mengesampingkan sebagian gengsi dan menahan diri terhadap godaan lubang-lubang lain.

"Ciee kejebak haha, niatnya mau presentasi malah disuruh ngobrol sama *** (nama orang HRD)". Saat itulah saya terjun pada lubang yang saya pilih.

Hey Kawan!
Stay cool and amazing like the eagle. But enjoy your food life like this panda






Chandra

2 comments :

  1. aku baru sadar post-postmu itu berfaedah sekali ya :'' wkwk

    ReplyDelete