Tradisi Rewang





Rewang adalah salah satu tradisi masyarakat Indonesia yang dikenal sebagai salah satu cara membantu keluarga atau tetangga yang sedang mengadakan kenduri, pesta, maupun perhelatan pesta adat di mana membutuhkan tenaga bantuan untuk mengurus konsumsi dan kesibukan rumah tangga lain. - Kompasiana

Saya baru sampai di Bandung setelah seminggu terakhir mudik ke Bantul. Selain Idul Adha, di rumah juga ada acara peringatan 2 tahun meninggalnya Mbah Upi (nama aslinya Supiah, nenek saya). Karena rumah saya di desa, ada adat untuk memeringati 40 hari-an, 100 hari-an, setahun-an, 2 tahun (peling), dan 1000 hari-an. Kalau kamu tinggal di desa pasti paham bahwa ngumumi itu penting, walaupun di keluarga kami konten acaranya dimodifikasi. Kebetulan rumah saya ini rumah tabon[1] jadi sering menjadi tempat acara keluarga, bahkan sengaja dibangun pendopo yang berfungsi seperti aula dan dapur yang mendukung.

Acara mengundang tetangga-tetangga, bapak dan ibu, totalnya sekitar 150 orang dan diisi pengajian dengan menghadirkan pembicara, plus ada pembacaan surat Yasin. Kebiasaan-kebiasaan macam ketan kolak apem, sanggan, atau simbol-simbol lain diputuskan untuk dihilangkan. Bahkan pemilihan tanggal sengaja dipilih tanggal 2 kemarin ngepasin libur idul adha biar saudara-saudara bisa mudik, tidak tepat 2 tahun. Karena ini termasuk tindakan yang kurang ngumumi untuk ukuran masyarakat desa, wajar kalau mengundang komentar. Tapi mungkin memang sifat 'bodo amat' saya menurun dari ibuk. Diniati sedekah saja.

Pak Ustadz yang memang disukai warga di sekitar rumah, sering ceramah di masjid-masjid sekitar


Untuk alasan simplicity, besek diganti dengan tas

Tapi di luar itu semua, ada budaya yang saya sangat suka dari penyelenggaraan acara semacam ini, yaitu tradisi rewang. Konsep rewang hampir sama dengan jasa katering. Kalau katering kita bayar dan tahu beres, tradisi rewang menganut paham bahwa tuan rumah tidak perlu ikut masuk dapur, ra ilok. Hanya saja jasa katering dibayar uang, sedangkan ibu-ibu yang rewang biasanya imbalannya berupa bingkisan, bukan uang (umumnya ya, walaupun ada juga yang menyertakan amplop). Memang yang lebih repot kalau ada hajatan begini kaum perempuan. Yang laki-laki paling hanya menyiapkan tempat acara atau menjadi sopir ngalor-ngidul seperti saya.

lemper, jepretan Bayu Sustiwi

Memasak gulai


Suasana dapur belakang


Militansi armada rewang ini luar bisa. Kemarin waktu membuat lemper[2] ibu-ibu itu begadang entah sampai jam berapa, menjelang pagi mungkin. Menjelang malam mulai dikerjakan, paginya sudah matang dan saya diminta mengantar ke rumah beberapa saudara. Belum lagi harus memasak gulai sapi memanfaatkan daging kurban kemarin, itu juga memakan waktu cukup lama, tapi hasilnya luar biasa enak, sepertinya saya nambah berat beberapa kilo selama libur kemarin.

Susah lho jaman sekarang mencari orang yang mau bekerja keras berbekal niat gotong royong, tak berbayar. Tapi sebenarnya tak sesederhana itu, rewang adalah investasi. Karena nantinya jika diantara yang rewang ini ada yang punya hajatan maka dia akan gantian dibantu oleh yang lain. Dari segi biaya penyelenggaraan acara, konsep ini menghemat anggaran dalam jumlah yang lumayan.

Kemarin saya juga kedatangan Ega dan Ifa yang ikut membantu rewang. Ifa memang masih terhitung tetangga, rumahnya tidak terlalu jauh dan memang sudah kenal lama. Sedangkan Ega adalah teman di kampus yang libur idul adha kemarin dolan ke Jogja dan nginep di rumah Ifa. Ega orang Padang, sengaja diajak oleh Ifa biar tahu rewang ala Jawa katanya.

"Rewang"   |    ig : megalianiputri

Rewang selesai ketika semua kebutuhan konsumsi siap. Saat itu lah giliran pemuda-pemuda yang membantu laden[3]. Hampir sama dengan konsep rewang tadi, tuan rumah tidak boleh ikut laden menyajikan makanan dan minuman. Dulu saya juga aktif ikut laden kalau ada tetangga yang punya acara. Tapi sejak pindah ke Bandung sudah tidak pernah lagi, lagipula sekarang giliran angkatan yang lebih muda. Laden dimulai dengan menyajikan minuman dan snack. Lalu menunggu komando untuk menyajikan makanan utama. Setelah acara selesai mereka bertugas mengambil kembali piring bekas makan tamu.








Acara selesai dan satu per satu tamu pulang. Keluarga tuan rumah biasanya masih mengobrol sambil membereskan tempat. Lalu saudara-saudara satu per satu juga pulang ke rumah masing-masing. Rumah yang beberapa hari terakhir riuh oleh aktivitas rewang menjadi kembali lengang.


Chandra


[1] serumah dengan orang tua, tujuannya menemani
[2] makanan dibuat dari ketan berisi daging, dibungkus daun pisang
[3] penyaji makanan dalam sebuah acara

0 comments :

Post a Comment