Brianna dan Bottomwise: Warm as Always



Novel yang pertama saya baca sampai selesai adalah Pulang karya Toha Mohtar, tapi itu karena disuruh guru Bahasa Indonesia waktu SMP. Saya memang bukan anak yang tumbuh dengan kebiasaan membaca buku. Novel pertama yang saya selesaikan atas kemauan sendiri dan benar-benar bisa saya nikmati adalah Edensor, Andrea Hirata. Novel itu yang pertama menyadarkan saya bahwa membaca bisa menyenangkan, kalau bukunya tepat candunya bisa setara main game.

Setelah Edensor saya lalu menyelesaikan tetralogi Laskar Pelangi, kemudian diikuti buku Andrea Hirata lainnya. Sampai saat ini mungkin semua bukunya yang bisa ditemui di toko buku sudah saya baca (exclude song book). Terbaru yang saya baca adalah Brianna dan Bottomwise, atau dalam versi bahasa aslinya English, Brianna and Bottomwise. Brianna dan Bottomwise mengambil premis dasar yang menarik, yaitu musik.

Dalam pengantarnya, Andrea Hirata menyampaikan bahwa dia menerima tantangan dari gurunya untuk menulis fiksi mengenai musik, katanya ini suatu bidang yang sulit. Brianna dan Bottomwise adalah jawaban untuk tantangan itu. Novel ini bercerita tentang perjalanan gitar Vintage Sunburst 1960 milik musisi besar John Musiciante. 

Gitar yang pernah tergores tanda tangan Jimi Hendrix ini berpindah tangan dari sang musisi ke gerombolan kriminal, pedagang flea market, pasar maling, chef, hingga ke orang-orang yang sangat jauh dan tidak ada hubungannya sama sekali. Gitar itu hijrah dari panggung-panggung California ke acara kawinan di Pulau Senyap, dari musisi super berbakat hingga pimpinan orkes telinga kuali, dihargai ratusan milyar hingga jadi alat tukar orang kalah judi. 

Tapi di antara perjalanan itu Gitar Vintage Sunburst 1960 telah melalui beberapa tangan berbakat. Sayang meski gitar luar biasa itu sudah sempat singgah di tangannya, nasib belum mengijinkan mereka untuk benar-benar memilikinya. Emotional exercise yang dihadirkan buku ini top class. Di akhir sebuah paragraf Andrea Hirata menulis, mereka yang melupakan mimpi-mimpi akan selalu bangun tidur dalam keadaan kalah.

Kehidupan orang-orang melayu pinggiran tetap jadi resep wajib novel Andrea Hirata. Sadman, Sekonderudin, Jamidin, Kembar Tarobi 1 dan 2, dari namanya saja sudah kelihatan tingkahnya seperti apa. Di sisi yang lain, dituturkan perjalanan pencarian gitar keliling Amerika dari satu state ke state lainnya. Road trip keliling Amerika pakai mobil, sebuah imajinasi yang saya semogakan. 

Ada satu hal yang membuat saya sedikit mengernyitkan dahi. Menulis dua kehidupan total berbeda (Melayu dan Amerika) dalam sebuah buku berbahasa tunggal pasti memunculkan dilema. Bahasa slang tampaknya susah untuk ditransalasi tanpa menghilangkan rasa slang-nya. Misalnya, bagaimana kita membahasa-Indonesiakan "I'm all ears", "aku mendengarkan" atau "aku nyimak" terasa tidak sepenuhnya mewakili. Beberapa translasi nanggung ini membuat saya ingin membaca versi English-nya. 

Di luar dari itu all good. Novel ini adalah novel pertama dari dwilogi Brianna dan Bottomwise. Saya sangat menantikan novel keduanya. Jadi bagaimana akhirnya nasib John Musiciante? Berhasilkah ia mendapatkan kembali gitar sekaligus semangat hidupnya?



Chandra


Mie Oven, Tapi Tetap Direbus

Sangat sulit atau bahkan tidak mungkin untuk menembus dominasi Indomie dan Mie Sedaap di pasar mie instan saat ini. Tapi mungkin Mayora berpikir kalau mereka bisa mengasapi Teh Botol Sosro dan Frestea-nya Coca Cola Company di pasar teh kemasan lewat Teh Pucuk Harum, bukan tidak mungkin mereka juga bisa berbicara di dunia mie instan. Lahirlah Mie Oven yang saat ini sedang gencar-gencarnya promo dimana-mana. Tapi ada satu hal pada Teh Pucuk yang masih jadi PR untuk Mie Oven kalau benar-benar ingin bersaing dengan market leader.



Mayora tampak ingin lepas dari bayang-bayang rivalnya dengan meluncurkan mie instan bertajuk 'mie oven', yang katanya di-oven tidak di goreng. Entah apakah ini penting karena pada akhirnya mie-nya tetap direbus. Mungkin untuk menaikkan kelasnya, Mie Oven dikemas layaknya spaghetti instan yang lurus-lurus. Bedanya mie-nya kecil-kecil, persis jajanan lidi pedas yang ada di SD-SD. Bumbu mie-nya pun dibuat berbeda, Mie Oven menyajikan bumbu dalam bentuk pasta walaupun untuk kecap dan bubuk cabe masih dibuat terpisah.

Mie-nya yang kecil-kecil membuat durasi perebusan 3 menit sudah lebih dari cukup. Teksturnya langsung empuk tidak seperti mie biasa yang bisa dipilih mau agak kenyal atau sangat lodrok. Karena ketipisannya ini sensasinya jadi seperti makan bihun. Tapi mungkin metode pembuatan mie yang berbeda ini ada baiknya karena kuah sisa rebusan mie lebih bening dibanding lawan-lawannya.



Untuk bumbu, saya pikir bentuk pasta ini lebih ke gimmick saja karena secara rasa dan bentuk mirip seperti kalau kita mencampur bumbu bubuk dan minyak bumbu mie konvensional lalu mengaduknya. Secara rasa tidak buruk lho, sangat bisa dimakan, cita rasanya menuju ke arah yang benar bukan asal bikin bumbu mentang-mentang brand baru. Kekurangannya simply bumbunya kurang banyak jadi agak kurang nglendhi. Kecap dan cabe bubuknya juga sedikit. Jadi ketika dicampur warnanya masih agak terang, ingin tampak classy maybe?

Sangat mudah menghabiskan mie ini karena memang rasanya masuk. Overall saya bisa kasih nilai 7.5/10. Andai saja bumbunya lebih banyak mungkin bisa sampai 9, tapi untuk saat ini belum. Inilah yang belum dimiliki Mie Oven dibandingkan Teh Pucuk: rasa. Teh Pucuk tidak sepat seperti Sosro dan Freshtea sehingga mudah diminum, serta tidak semanis dan bikin haus lagi seperti Fruittea. Semoga Mie Oven mengeluarkan varian yang makin beragam dengan rasa yang makin nendang.





Short Post: 2012


I just bumped into a pict of me from 10 years ago. It was dated back on 26 Dec 2012, thanks for info naming format. Taken on a cloudy morning during school holiday in Rumah Budaya Tembi. We go swimming!

First time after a very long time, seeing this pic got me wondering why i was so skinny and small. It's actually me on my 50 kilos days while now I'm on 70. But it's not only my phisicallity that evolve, I realize many things have changed, some of them in a way I can never have imagined before. This 2022 life I have right now, is beyond my wildest imagination back in 2012.

Some dreams may have been ticked off on my list, but some things have also gone away from me, and may never be back. I feel grateful for a thing and regret the other. Honestly it's deeper than that photo, I keep saying how can how can. It cemented my stance that if I was given opportunity to back to a point in my life and amend my decisions, that will be 2012. Surely.

I found it's hard to even understand my own path. Then it's total darkness without His quidance.

Founders



Elizabeth Holmes selalu tampil dengan pakaian polos gelap mengikuti idolanya, Steve Jobs. Model bajunya turtleneck mungkin untuk menutupi lipatan di lehernya ketika ia memperdalam suaranya setiap tampil di depan media. Holmes mengaku menemukan sebuah alat yang mampu melakukan ratusan jenis tes darah hanya dengan mengambil beberapa tetes sampel dari ujung jari. Alat ini dinamai Theranos, ia berhasil menggaet investor-investor besar, namun sebenarnya produk gagal.

Trevor Milton berusaha menandingi Tesla di bidang industri kendaraan elektrik dengan meluncurkan brand-nya sendiri: Nikola. Dengan bangga ia mempresentasikan produk andalannya, Nikola One, sebuah truk elektrik. Perusahaannya juga merilis sebuah video 'Nikola One in motion' yang memperlihatkan truk itu berjalan di atas aspal. Sampai akhirnya ada whistleblower yang membocorkan bahwa truk itu tak pernah berfungsi, ia bisa berjalan karena diluncurkan dari atas bukit. Bahkan dalam acara launchingnya, truk ini harus dicolok ke power supply agar lampunya dapat menyala. 

Billy McFarland dan Ja Rule bermimpi menyelenggarakan festival musik fenomenal di Bahamas. Dia mengundang model dunia untuk mempromosikan betapa indah pantai disana dan betapa eksklusifnya event yang diberi nama Fyre Festival ini. Selebriti kelas dunia dibayar untuk memposting kotak warna oranye terang sebagai promosinya. Namun pembeli tiket tiba disana hanya untuk menyaksikan villa yang dijanjikan diganti tenda layaknya pengungsian, musisi-musisi batal hadir, akomodasi berantakan, panitia lokal tak dibayar. Pada akhirnya festival ini bukan hanya gagal, tapi juga berbahaya. 

Sam Bankman-Fried memimpin sebuah perusahaan cryptocurrency terbesar ketiga di dunia yang mengelola milayaran dollar dana investor. Beberapa waktu yang lalu FTX ambruk dan ketahuan betapa manajemennya dikelola secara awur-awuran. Bahkan FTX tidak punya data tepat berapa orang jumlah karyawan mereka maupun berapa banyak cash yang dimiliki perusahaan. Tidak ada dokumentasi, komunikasi via chat dan akan dihapus setelah jangka waktu tertentu. Di tengah kerugian yang dialami investor, SBF tertangkap kamera sedang jalan-jalan di Bahamas.

Adam Neumann dipuji-puji sebagai founder muda yang akan mencapai tingkat kesuksesan sangat tinggi. Dia adalah founder WeWork, sebuah start-up office sharing. Neumann yang ambisius ingin dengan cepat melebarkan jangkauan WeWork dengan menambah cabang-cabang baru tanpa punya business model yang profitable. IPO gagal total. Neumann juga dikabarkan punya kebiasaan yang tidak lazim seperti berjalan keliling kantor dengan bertelanjang kaki dan panuh keringat usai latihan tinju di jam kerja. What a guy. 

Saya mungkin terlalu banyak nonton documentary tentang cerita kejatuhan sebuah perusahaan yang didirikan oleh founder yang terlalu halu. Saya senang ketika mendengar orang punya ide dan gagasan untuk mencipta sesuatu. Tapi begitu ucapannya sudah terlalu ndakik-ndakik, ambisius, dan dhuwur, saya langsung skeptis. Apalagi kalau dia sudah berbicara tentang sesuatu yang baru akan dilakukannya namun seolah-olah itu sudah pasti berhasil dan akan mendatangkan fame & fortune

Beberapa tahun yang lalu waktu sedang banyak pendanaan startup yang ditawarkan oleh angel investor, rasanya profesi paling mulia di dunia ini adalah founder startup. Disruptive, innovative, solving people problem, helping people maximize its potential, etc. Startup bidang apapun dibuat ada tech-tech-nya. Masih ingat nggak waktu aplikasi Club House lagi booming lalu ada room yang title-nya kurang lebih 'kumpulan founder dan leader Indonesia'. Hadeeh. 

Saya bukannya anti wirausaha ya (eh apakah founder startup mau disebut wirauasaha). Tapi saya lebih percaya dengan bisnis riil konvensional. Saya sangat interest dengan cerita seorang teman yang buka workshop desain interior, melayani permintaan kreasi interior untuk rumah, kantor, rumah sakit, dll. Ada juga teman yang beli truk dan menggunakannya untuk mengangkut kayu bahan mebel, sudah mempekerjakan orang juga. Ada sepasang teman yang mendirikan sebuah wedding organizer dan terus eksis hingga sekarang. Bisnis-bisnis biasa tapi jelas profitnya. 

Tentu yang bisa halu dan delusional bukan cuma founder-founder muda. Ada Bernie Madoff dengan praktek Ponzi scheme terbesar sepanjang sejarah, atau bapak bapak serakah yang ada di belakang bangkrutnya perusahaan energi Enron. Tapi yang ambisius dan haus ingin disebut founder sukses, mepekerjakan banyak orang padahal dirinya sendiri belum pernah bekerja pada orang lain, lebih bikin gemes.

Sate Ambal Dalam Kemasan

Ambal adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Kalau dari Jogja, perjalanan ke Ambal memakan waktu 1.5 jam melewati jalur Daendels pantai selatan. Untuk yang belum pernah lewat, jalur ini lurus (beneran lurus berpuluh kilometer) dan sepi. Dulu ini adalah pilihan jalur yang lumayan populer untuk pergi ke Bandung atau Jakarta dari daerah Jogja selatan, namun banyak penggunanya kini beralih ke tol trans jawa.

Tidak seperti dulu, sekarang jalur ini sudah lebar dan halus. Kanan kirinya masih banyak sawah dan kebun dengan angin yang bertiup kencang karena dekat dengan pantai. Jalannya saja sudah refreshing sendiri, apalagi berhenti di pinggir sawah atau mlipir ke pantai di sepanjang jalur ini. Karena jaraknya yang tidak terlalu jauh, Ambal ini bisa jadi alternatif destinasi yang bisa sekalian disinggahi kalau main ke Jogja/Bantul.

Saya menulis tentang Ambal sebagai apresiasi untuk salah satu kuliner favorit saya, sekaligus juara satu dalam urusan persatean, yaitu Sate Ambal. Pertama kali saya ke Ambal sekaligus pertama kali mencoba satenya adalah saat kelas 3 SD, sayang waktu itu kena mabuk perjalanan jadi gagal menikmati rasanya. Baru ketika dewasa beberapa kali mencoba lagi dan saya mantap menetapkan sate Ambal sebagai sate paling enak yang pernah saya makan.

Sate Ambal terbuat dari daging ayam. Spesialnya adalah bumbunya yang terbuat dari tempe yang dihaluskan dan memiliki cita rasa gurih-manis. Kalau dilihat sekilas bumbunya seperti bumbu kacang namun lebih encer dan berminyak. Rasa tempenya sendiri sudah tidak ada. Ada rasa khas dari minyaknya yang susah dijelaskan dengan kata-kata, intinya rasa ini yang menjadi penanda ini sate dari Ambal. 

Sayang meskipun di Ambal sana berderet warung Sate Ambal, populasinya minim di luar daerah asalnya. Bahkan di Jogja pun sulit, apalagi Jakarta yang jauh. Jadi susah untuk menjadikan Sate Ambal sebagai konsumsi harian. Namun seminggu yang lalu lewat cuitan di timeline Twitter tentang adanya Sate Ambal dalam kemasan yang bisa dikirim ke luar kota dan awet hingga 6 bulan di suhu ruangan. Tanpa pikir panjang saya langsung buka marketplace dan pesan.




Here it is, Sate Ambal khas Kebumen dalam kemasan yang diproduksi oleh CV Allisha Foods. Sepertinya ini industri rumahan ya, tapi kemasannya sungguh profesional dan meyakinkan. Satu kotak berisi 10 tusuk sate termasuk bumbunya dibanderol 35 ribu rupiah. Alasan sate bisa tahan hingga 6 bulan di suhu ruangan adalah karena kemasannya di-vacuum. Tapi siapa juga yang mau nunggu sampai selama itu untuk menikmatinya.

Untuk menyantapnya, sate bisa dipanaskan menggunakan microwave atau dengan cara dikukus selama 3-5 menit, tidak perlu dibakar lagi karena sudah dibakar dari sananya. Saat saya coba gunting aluminium foil-nya setelah dikukus, aroma khas Ambalnya langsung keluar. Dari situ saya tahu kalau ini legit Sate Ambal. Saya tuang bumbunya dan ambil nasi hangat. Beuh rasanya..







Percobaan pertama beli Sate Ambal dalam kemasan berakhir sukses. Sama sekali tidak kecewa, bahkan saya lebih suka ini daripada sate ayam yang biasa saya beli. Rasanya Ambal banget, mengingatkan pada Jalan Daendels dan sawah di kanan kirinya. Saya baru pesan 2 kotak Sate Ambal, dan sepertinya hari ini sudah akan habis dimakan bareng istri. For sure saya ingin beli lagi. 

Sedikit catatan, entah kenapa minyak yang membawa rasa khas Ambal mudah split dari bumbunya. Jadi cara makannya malah saya siramkan minyak ini ke nasi, supaya ketika disuap rasanya tetap komplit dan otentik. Overall sate ini saya kasih nilai 9/10, sangat memuaskan dan saya rekomendasikan. Kalau berminat silakan meluncur ke www.tokopedia.com/allishafoods/allisha-sate-ambal-dalam-kemasan


Thanks!

Kijang Doyok, Mercy Kebo, dan Kawan-Kawannya

Daihatsu Tuyul

Saya amazed dengan kreatifnya orang Indonesia memberikan sebutan pada berbagai jenis mobil. Nama yang cantik nan elegan seolah tidak berterima di lidah orang Indonesia. Ada mobil impor dari Jerman yang di negara asalnya disebut VW Beetle, masuk ke Indonesia dipanggilnya mobil kodok. Ya memang sama-sama dari kingdom animalia sih, tapi kan..

VW Kodok

Okelah ada beberapa sebutan yang masih masuk akal, misal karena bentuknya. Kijang Kapsul dipanggil begitu karena bentuknya panjang dan membulat, serta untuk membedakan dengan generasi sebelumnya yang biasa disebut Kijang Kotak. Yang kotak-kotak bukan cuma Kijang, ada juga Starlet Kotak dan Karimun Kotak. Selain bentuk ada juga yang terkenal karena suaranya, yaitu mobil lawas Suzuki ST20 atau yang biasa disebut Suzuki Truntung karena mesin 2 tak-nya berbunyi trung tung tung tung tung...

 
Kijang Kapsul

Karimun Kotak

Kijang Kotak

Starlet Kotak alias Starko

Suzuki Truntung


Kadang mobil juga disama-samakan bentuknya dengan suatu benda. Honda Civic tahun 70an dijuluki Civic Koper karena bentuk bukaan bagasinya dianggap seperti koper baju. Satu dekade setelahnya, mobil favorit anak orang kaya ini punya model baru yang dipanggil Civic Setrika. Yang agak kekinian Rush generasi sebelum yang sekarang akrab disebut Rush Konde karena ban serep yang ditaruh di pintu bagasi membuat mobilnya seperti pakai konde. Yaris generasi awal dikenal dengan Yaris Bapao karena kecil membulat seperti bapao.

Civic Koper / Civic Bongkok

Civic Setrika

Rush Konde

Yaris Bapao


Penyebutan yang lebih ngehe sekaligus paling sering dilakukan warga +62 adalah menyamakan dengan binatang. Kijang generasi pertama disebut Kijang Buaya karena bukaan kap mesinnya mirip mulut buaya. Keluarga yaris juga ada disini, generasi setelah Bapao dikenal dengan Yaris Lele karena ornamen depannya mirip kumis lele. Mobil mewah asal Eropa pun tidak lepas dari kutukan ini, Mercedes Benz S-Class 280 S, sangat mahal dan berkelas, disini dipanggilnya Mercy Kebo. 

Kijang Buaya

Mercy Kebo

Yaris Lele


Satu paragraf tidak cukup untuk merangkum mobil-mobil berjulukan binatang karena masih ada Jimny Jangkrik, Galant Lele, Galant Hiu, Crown Lele (ternyata banyak ya lele-lelean disini), Fiat Kupu-kupu, dan Taft Kebo. Salah satu yang paling tega adalah Datsun 120Y yang di Indonesia lebih dikenal dengan Datsun Curut. Bisa-bisanya curut i lho.

Toyota Crown Lele

Datsun Curut

Fiat Kupu-kupu

Galant Hiu

Galant Lele

Taft Kebo


Yaris ini setiap generasinya punya sebutan aneh. Setelah bapao dan lele, generasi terbarunya disebut Yaris Joker karena bentuk depannya seperti joker yang lagi senyum. Mercy punya lawannya, mereka ada Mercy Batman. Masih mending dua itu agak internasional, dari pabrikan Ford ada Everest Bagong. Dari Toyota ada Toyota Crown Jojon dan Kijang Doyok. 

Crown Jojon

Everest Bagong

Kijang Doyok

Mercy Batman

Yaris Joker


Toyota Corolla KE20 punya julukan Corbet, terdengar gahar sebelum tahu kepanjangannya yaitu Corolla Betawi. Lalu ada versi KE30-nya yang dipanggil Corolla Veteran (Corvet). Sisa-sisanya masih ada Mercy Kentang, VW Camat, Crown Selendang, Crown Robot, dan Corona Pesek. 

Corolla Betawi

Corolla Veteran

Corona Pesek

Crown Selendang

Mercy Kentang

VW Camat

Crown Robot

Itulah kompilasi nama-nama unik yang disematkan masyarakat Indonesia pada mobil-mobil yang mengaspal di jalanan. Dari semuanya, buat saya juaranya tetap Daihatsu Tuyul. Gimana perasaan pemiliknya dibilang melihara tuyul.




My Favorite World Cup


Anyone's favourite World Cup is the first one they remember as a kid. Begitu juga saya dengan Korea Jepang 2002. Waktu itu saya masih 7 tahun dan sedang di kelas 2 SD. Itu exposure pertama saya dengan turnamen besar sepakbola. Disitu pertama kalinya saya tahu pemain macam Oliver Kahn, Ronaldo, David Beckham, Alessandro Del Piero, Ahn Jung-Hwan, dan nama-nama besar lainnya.

Oliver Kahn salah satu pemain bola favorit saya saat tumbuh dewasa, meskipun saya tidak terlalu suka timnas Jerman. Menurut saya Kahn adalah proper keeper. Skillnya bagus, nggak punya takut, badan guedhe, dan tampak galak. Carilah foto-fotonya di google, mirip Hulk tapi nggak ijo. Meskipun Jerman gagal juara Kahn dinobatkan sebagai pemain terbaik sekaligus kiper terbaik Piala Dunia 2002. Satu-satunya pemain setelahnya yang ada di level yang sama menurut saya hanya Alisson Becker-nya Liverpool/Brazil sekarang.

Karena faktor usia saya belum kuat begadang waktu itu. Beruntung karena tuan rumahnya di Asia waktu tandingnya cukup ramah anak. Saya lupa jamnya, tapi seingat saya dari siang sudah ada pertandingan. Sampai finalnya pun masih di awal malam. Betapa bahagianya waktu itu sepulang sekolah setelah makan dan istirahat setiap keluar rumah ada rame-rame bola. Seolah aktivitas cuma ada dua, nonton bola dan main bola.

Pertandingan paling memorable tentu saja final Brazil vs Jerman. Match ini yang menjadikan saya sempat yakin bahwa timnas paling hebat di dunia ya dua itu, yang lain numpang. Brazil memang unggulan karena trio Ronaldo Rivaldo Ronaldinho seperti nggak ada lawan, wajar kalau menang. Oh ya another iconic stuff dari PD 2002 yaitu potongannya Ronaldo ini.

Dari Piala Dunia 2002 pula saya tahu ada negara-negara seperti Denmark, Kroasia, Slovenia, Costa Rica, Senegal, dan duo -guay (Paraguay dan Uruguay). Waktu itu ada saudara yang dapat suvenir bola entah dari mana, yang di bola itu tergambar emblem negara-negara yang tampil di Piala Dunia. Kaos, poster, dan produk bernuansa PD ada dimana-mana, saya ingat pernah punya puzzle yang gambarnya bukan tokoh kartun atau hewan, melainkan foto pemain Uruguay Alvaro Recoba.

Waktu itu di Indonesia sedang booming kartun Kapten Tsubasa. Saya sangat terinfluence dengan kartun itu sampai suatu waktu di sekolah ada event dari Milo untuk membuat gambar tokoh favorit, saya gambar Tsubasa. Kalau ingat waktu itu juga diputar sebuah TV series berjudul Spheriks yang dibintangi oleh tiga maskot Piala Dunia 2002 yaitu Ato, Kaz, dan Nik. Terimakasih untuk stasiun TV yang sangat serius menghadirkan pesta sepak bola waktu itu sebelum adanya internet.

Buat saya memori Piala Dunia 2002 lebih banyak tentang atmosfernya daripada pertandingannya itu sendiri. Sesungguhnya Piala Dunia 2006 sama memorable-nya karena datang ketika kami sedang butuh hiburan pasca gempa Jogja. Ada satu film pendek buatan Ifa Isfansyah yang berlatar situasi saat itu, yang kalau ditonton sekarang masih bikin mbrebes mili: Harap Tenang Ada Ujian