Kramp Run Varsseveld

September 14, 2025 Chandra Nurohman 0 Comments

Alhamdulillah, event lari pertama seumur hidup terlaksana sudah lewat Kramp Run Varsseveld 2025.



Varsseveld adalah sebuah kota kecil di provinsi Gelderland, lokasinya sudah dekat perbatasan Belanda-Jerman. Meskipun kotanya kecil dan populasinya tidak banyak, kota ini jadi kawasan industri dan pergudangan terutama di bidang agriculture dan bisnis penopangnya. Ada beberapa perusahaan beroperasi di Varsseveld, tapi Kramp jadi synonimous dengan kota ini karena perusahaan ini asli berasal dari Varsseveld. Tahun 1951 Johan Kramp mendirikan bisnis sparepart dan alat-alat pertanian di tempat ini sebelum berekspansi ke wilayah dan negara lain di Eropa.

Kramp Run adalah event lari yang tahunan diselenggarakan di pusat kota Varsseveld. Ada beberapa kategori lari: Kids Run 1km, Jeugd (youth) Run 2km, Recreanten (fun) Run 5km, Business Run 5km, dan Top Run 5km. Course-nya memang tidak panjang, hanya di sekitar centrum Varsseveld. Yang menarik justru untuk Recreanten Run dan Business Run rutenya melewati gudang milik Svedex dan Kramp, dua perusahaan besar yang ada di sana. Di dalam gudang peserta lari sambil disuguhkan musik dan permainan lampu, sangat Dutch sekali. Meskipun ini event lari kecil, tapi untuk result tetap pakai professional equipment sehingga catatan waktu yang didapat akurat.


Acara dimulai dengan lari anak-anak dan remaja. Dikenal sebagai negara dengan bocah paling fit karena sering beraktivitas di luar ruangan dan bersepeda, anak-anak Dutch ini memang kelihatan sehat: lean, kakinya panjang, tegap, dan jauh dari obesitas. Beberapa anak masih sangat kecil sehingga lari sambil digandeng orang tuanya, tapi tetap saja impresif bisa lari sampai 1 km. Beberapa yang sudah agak besar tampak kompetitif dan memang larinya kencang. 

Setelah itu giliran Recreanten Run dan Business Run start bareng sehinggga starternya paling banyak. Rute dan aturannya sama, bedanya hanya untuk Business Run peserta mendaftar secara berkelompok (umumnya mewakili bisnis/kantornya) lalu di akhir catatan waktunya di-average. Sementara Recreanten Run berlari sebagai individu seperti biasa, saya ikut yang ini. Nanti terakhir ada Top Run di mana yang ikut rata-rata atlet  yang larinya kencang dan memperebutkan hadiah yang serius. Beberapa peserta berasal dari luar daerah bahkan luar negeri.

Saya belum pernah ikut event lari, jadi belum pernah pakai bib dan dapat medali finisher sebelumnya. Lari di Kramp Run ini seperti pertandingan home, lari in our own backyard. Meskipun saya mendaftar perseorangan, di sana saya ketemu beberapa familiar faces yang sering saya lihat di tempat kerja. Sebelumnya saya sudah 2 kali lari di Varsseveld untuk nyoba medan, terakhir seminggu yang lalu. Tapi tetap saja ketika akan mulai ada sedikit grogi. 

Event lari pertama, langsung di Varsseveld, disponsori Kramp, bersama para Dutchies, dan personal best 5k, what an experience. Alhamdulillah.


Salam,
Chandra

0 comments:

Tuhan Tahu Tapi Menunggu

September 06, 2025 Chandra Nurohman 0 Comments

InterNations Expat Insider survey kembali merilis laporannya di tahun 2025 ini. Survey yang mereka lakukan bertujuan mengetahui seberapa bersahabat sebuah negara terhadap ekspat atau pekerja asing. Parameternya ada banyak: Quality of Life, Ease of Settling In, Working Abroad, Personal Finance, dan Expat Essentials. Respondennya lebih dari 10 ribu ekspat dari 172 kewarganegaraan yang tersebar di seluruh penjuru dunia.

Aspek yang dilihat cukup luas sehingga untuk mendapat peringkat tinggi tidak semata-mata hanya dilihat dari majunya ekonomi atau tingginya standar hidup sebuah negara. Justru pendekatan yang dilakukan lebih praktikal dan dilihat dari sudut pandang ekspat itu sendiri dengan segala kebutuhannya. Jadi instead of dikuasai oleh negara Eropa, Nordics, US, atau Asia Timur, ini adalah 10 besarnya tahun ini:


Panama jadi pemuncak klasemen dua tahun berturut-turut. Sementara Thailand, Vietnam, Indonesia, dan Malaysia bertengger di 10 posisi teratas. Ini karena yang dilihat bukan besarnya GDP atau banyaknya ekspat yang sudah menetap, tapi lebih dari 'seberapa mudah jadi ekspat di negara ini?'. Keramahan penduduk, hospitality, dan biaya hidup terjangkau di negara-negara Asia Tenggara sangat signifikan mendorong peringkat mereka. Faktor-faktor itu menjadikan mudah bagi orang asing untuk menetap di sana.

Asia Tenggara terkenal dengan gonjang-ganjing politiknya, tapi sebagai ekspat saya merasakan bahwa tidak mudah untuk menangkap semua gejala politik yang terjadi di negara tempat menetap karena perbedaan bahasa dan jarak dengan komunitas umum. Jadi kalau yang ditanya adalah ekspat yang kerja di Treasury Tower dan tinggal di Residence 8 SCBD saya bisa membayangkan pandangannya agak bias ke arah positif. 


Di sisi lain Belanda meskipun sudah naik banyak masih tertahan di posisi 22. Di satu sisi peringkat Belanda bagus dalam hal work culture dan digitalisasi. Saya merasakan ini di mana budaya kerja orang Belanda yang tidak ngoyo dan tidak ingin pekerjaan jadi satu-satunya fokus. Keluarga adalah pusat kehidupan dan mereka sangat menghargai ini. Selain itu budaya volunteering dan keterlibatan dalam aktivitas sosial dan olahraga juga tinggi. Saya punya kolega yang terdaftar sebagai pemain sepakbola profesional di klub kasta bawah Liga Belanda. Suatu hari dia ijin kerja karena kena groin injury setelah bertanding. Jadi kalau ada yang bilang MU kalah lawan part time plumber itu ya bisa jadi benar wkwk

Digitalisasi juga jadi faktor pendorong naiknya peringkat Belanda. Berbagai sistem sudah terintegrasi sehingga mempermudah dan mempercepat proses berbagai urusan. Seamless dan almost paperless. Waktu pertama kali datang dan belum mengurus apapun, kartu BCA yang saya bawa dari Indonesia sudah bisa dipakai untuk belanja dan naik transportasi umum. Setelah jadi penduduk kita punya yang namanya DigId, sistem authenticator tunggal yang sangat memudahkan untuk log in dan mengakses semua layanan digital pemerintah.

Tapi di sisi lain ada yang memberatkan misalnya healthcare. Jumlah migran yang semakin banyak tidak diimbangi dengan naiknya kapasitas dokter umum alias huisart/GP (general practicioner). Sebabnya bidang kesehatan susah untuk dimasuki para migran sehingga terlalu banyak calon pasien untuk jumlah dokter yang terbatas. Akibatnya sulit untuk menemukan GP yang masih punya kuota untuk didaftari. 

Kendala lain adalah housing market yang semakin ketat. Efeknya harga sewa dan beli semakin mahal dan pesaingnya ketika house hunting semakin banyak. Ekspat yang belum bisa bahasa Belanda tentu berada dalam disadvantage ketika bersaing mencari hunian. Pertumbuhan penduduk (banyak dikontribusikan migrasi) terjadi terlalu cepat dan tidak diimbangi kecepatan pertambahan jumlah perumahan. Pertambahan 1 juta penduduk karena migrasi tentu beda dengan pertambahan 1 juta penduduk karena kelahiran dalam hal nge-strecht kapasitas hunian. 

Satu hal lagi yang jadi penghambat bagi ekspat adalah integrasi sosial. Orang Belanda itu ramah dan tidak rasis. Mereka sudah terbiasa melihat orang dengan warna kulit atau cara berpakaian berbeda, terutama di kota-kota besar. Dalam berbicara mereka juga adalah penutur bahasa Inggris yang sangat baik dan mudah dimengerti. Tapi sulit bagi pendatang untuk masuk ke sirkel pertemanan mereka, mereka agak tertutup untuk menerima orang baru dekat-dekat. 

Walaupun bisa English, ketika ngumpul di antara sesama mereka mereka akan pakai Dutch. Even ketika ada satu dua orang asing, they don't bother switch ke English atau minimal memelankan cara bicaranya, lanjut saja walaupun kita sebagai pendengar roaming parah. Saya cukup yakin mereka tidak berniat buruk menjadikan para pendatang ini outsider, hanya saja itu nyamannya dan kebiasaan mereka. 

Ini seperti kebiasaan orang Jawa yang kalau melingkar dengan sesamanya suka pakai bahasa Jawa bahkan ketika di situ ada yang tidak bisa berbahasa Jawa. Harus diakui saat kuliah saya sering tanpa sadar melakukan ini. Nggak ada niat jahat, cuma ini otomatis setingannya begitu. Sekarang saya paham rasanya teman-teman Jakarta dan luar Jawa ketika berada pada posisi yang cuma bisa senyum-senyum kecut tanpa tahu apa yang dibicarakan.

Tuhan tahu tapi menunggu - Edensor (Andrea Hirata)

Laporan lengkap Expat Insider: Survey Report

Thanks,
Chandra

0 comments:

Bendera Setengah Tiang

August 31, 2025 Chandra Nurohman 0 Comments

Nothing to see here, too many heartbreaking news happening since yesterday. Kalau dalam situasi ini masih ada yang bilang 'gak mau ikut-ikutan politik' bisa dipastikan dia ada di posisi menikmati. Satu korban terlalu banyak, cara aparat menghandle situasi sangatlah buruk. Aparat boleh bersiasat, mereka dilatih untuk itu. Tapi menabrak warga dengan rantis lalu melindasnya adalah hal yang tidak bisa dibenarkan dengan alasan apapun! Ini belum bicara pembatasan paksa media, skenario false flag, dan tidakan kekerasan lainnya termasuk pada medis dan relawan.

Penyelenggara pemerintahan masih sangat sombong. Video permintaan maaf itu levelnya orang yang nguntit coklat di minimarket bukan pejabat yang membuat kebijakan secara serampangan dan membiarkan nyawa melayang di jalanan. Dengan apa yang terjadi sekarang, seminimal-minimalnya harus ada yang menyatakan mundur. Tapi kenyataannya nihil, belum ada satupun pejabat yang resign. Saya pribadi sudah sama sekali tidak merasa ada ikatan dengan DPR yang katanya wakil rakyat. Ketika anggaran untuk masyarakat kena potong mereka justru nambah tunjangan. Ketika situasi sedang sensitif mereka malah joget-joget dan mengeluarkan statement jelek.


Saya nggak bisa berkontribusi banyak, hanya berusaha bantu share dan repost segala tuntutan, liputan, dan suara-suara di media sosial. Terimakasih para tokoh, public figure, dan creator yang telah memudahkan kami untuk menggaungkan suara perlawanan ini. Tentu yang dimaksud adalah mereka yang lurus bisa berpikir dengan hati nurani, bukan yang bisa dibayar untuk memanipulasi dan memperkeruh keadaan. Terimakasih untuk warga yang dengan lincahnya merekam dan melaporkan apa yang sedang terjadi di sekitarnya. 

Sejauh saya bermedia sosial, belum pernah rasanya ada gaung sebesar ini dalam menyuarakan perlawanan pada pemerintah. Di twitter update perkembangan situasi di berbagai kota menutup info bursa transfer menjelang deadline day. Di instagram post dan template dengan konten darurat dishare ribuan kali saking banyaknya yang relate dan merasa terwakili.

Belum pernah saya semarah ini (sekaligus sebangga ini dengan warga) melihat apa yang muncul di timeline. Yakin tidak ada yang sia-sia, tanpa diakui pun eskalasi semacam ini sudah pasti membuat pemerintah takut. Apalagi kini beritanya sudah tersebar luas di mancanegara, mengekspose ketakutan pemerintah yang selalu ingin dianggap sebagai negara yang besar padahal dalamnya keropos.

Stay safe untuk teman-teman yang ada di lapangan. Take care, keluarga menunggu di rumah. Meanwhile brigade dunia maya, tetaplah ribut.

Chandra


0 comments:

World Clock

August 25, 2025 Chandra Nurohman 0 Comments

Ini adalah delapan hal yang saya rasakan terjadi akibat perbedaan zona waktu antara Belanda dan Indonesia (WIB). Pada bulan Maret sampai Oktober bedanya 5 jam, sementara Oktober sampai Maret 6 jam. Soal perbedaan ini saya pernah tulis di sini: Fall Back


1. Kami terbiasa minimal seminggu sekali ngobrol dengan orang tua via telepon. Jarak yang jauh ini tentu sering membuat kangen. Perbedaan waktu dua negara membuat momen yang pas untuk telponan dengan keluarga di Indonesia jadi lebih terbatas. Waktu paling ideal adalah pagi-siang di Belanda yang artinya siang-sore di Indonesia. Ketika di Indonesia pagi, kami di sini belum bangun. Sebaliknya ketika di sini sedang santai bada maghrib, di Indonesia sudah larut malam.

2. Hal yang sama berlaku untuk pesan dan chat. Chat yang dikirim pagi hari waktu Indonesia mungkin baru bisa kami jawab beberapa jam setelahnya saat kami bangun. Kalau ada yang berkirim foto sarapan, kami sering baru bisa berkomentar saat di sana sudah makan siang. Sebaliknya saat kami mengirim foto sore-sore bisa jadi baru dibalas besoknya ketika di Indonesia sudah subuh.

3. Katla. Saya punya grup pertemanan yang sampai sekarang masih rutin main katla setiap hari (cool right? wkwk). Katla jadi seperti heartbeat grup ini agar tidak mati, tampaknya kesibukan masing-masing di usia segini sering membuat grup sepi dan nihil diskusi. Katla yang harusnya diperbarui tiap tengah malam jadi sudah bisa saya mainkan jam 7 sore. Kadang bahkan sebelum jam 7 sudah bisa, saya curiga katla ini di-manage manual oleh adminnya. Respect!



4. Di Indonesia tayangan sepakbola biasanya jadi penutup hari karena tayang malam-malam. Sebagai penikmat bola sejak lama saya terbiasa mengatur agenda sabtu dan minggu around that. Sementara kini di sini partai pertama Liga Inggris dimulai jam 13.30 dan sudah selesai sebelum larut malam. Ini menciptakan kultur nonton bola yang agak sedikit berbeda. Tayangan bola di sini bukan penutup weekend, tapi ya weekend itu sendiri. Orang menghabiskan akhir pekan dengan menonton bola, bukan seharian berakhir pekan lalu nanti istirahat sambil nonton bola. I find this difference interesting. Di sisi lain, tayangan pertandingan midweek termasuk UCL jadi lebih gampang ditonton karena dimulai jam 9 malam, handy.

5. Hal yang sama terjadi pada balapan F1 dan MotoGP, saya juga penonton keduanya. Buat saya dulu F1 dan MotoGP adalah hiburan terakhir sebelum Senin karena mostly tayang di Minggu mulai jam 7 atau 8 malam. Kini saya mendapati banyak race dilangsungkan di zona waktu yang sama dengan di mana saya berada alias siang-siang jam 2/3 start-nya. 


6. Algoritma 'best time to post instagram story' tampaknya tidak berlaku ketika ada beda zona waktu. Ketika saya memposting instagram story pada jam primetime 19-23, awal-awal viewer hanya sedikit dan biasanya itu-itu saja, rata-rata koneksi yang ada di EU dan US. Nantinya viewer naik dalam beberapa jam setelah tiba pagi di Indonesia. Begitu juga sebaliknya, sebagai audience saya lihat yang ngepost di jam-jam sore juga itu-itu saja.

7. Bank biasa melakukan maintenance pada sistemnya sekitar tengah malam hingga dini hari. Harapannya tidak banyak user yang aktif di jam itu sehingga dapat meminimalkan disrupsi. Tapi karena saya berada di zona waktu yang berbeda, beberapa kali saya buka aplikasi mobile banking di sekitar jam 8 malam tidak bisa masuk karena sedang pemeliharaan layanan.

8. Penerbangan dari Indonesia ke Belanda terlihat 'pendek' jika acuannya jam dinding alias local time. Misalnya lama penerbangan CGK-AMS termasuk transitnya jika ada adalah 18 jam. Jika berangkat dari Jakarta jam 06:00 WIB, waktu tibanya mungkin jam 18:00 sore hari waktu Amsterdam. Maka terjadilah jetlag, walaupun di lokasi masih sore badan sudah sangat ngantuk karena jam biologisnya masih ngikut Jakarta yang mana sudah tengah malam. Hal sebaliknya terjadi untuk penerbangan Amsterdam-Jakarta.

Konsep detik, menit, jam, dan hari adalah buatan manusia, tapi siang dan malam adalah dari-Nya. Maha Besar Allah yang menciptakan dan mengatur semua ini.

Thanks,
Chandra



0 comments:

Reddit

August 22, 2025 Chandra Nurohman 0 Comments

Sayang sekali Reddit tidak bisa diakses secara bebas di Indonesia. Padahal di sana ada banyak sekali street knowledge dari seluruh penjuru dunia. Dengan banyaknya pengguna berikut berbagai pengalaman dan expertise-nya, Reddit adalah tempat yang sangat strategis untuk mencari jawaban atas pertanyaan how-to. Karena usernya adalah subjek langsung, jawaban yang muncul terasa lebih organik dan personal daripada artikel tips and trik online yang ditulis oleh content writer. 



Mau cari topik tentang apa saja kemungkinan besar ada. Mau cari jawaban tertentu tinggal ketik pertanyaannya di google lalu tambahkan 'reddit' di belakangnya. Ketika sudah masuk di salah satu thread, jawaban teratas biasanya yang paling solutif karena itu yang paling banyak di-upvote pengguna lain, ini membuat jadi mudah menemukan apa yang kita cari. Kadang jawaban orang-orang ada yang lucu juga, buat saya reddit bisa jadi hiburan.


Karena susah diakses dari Indonesia, konten berbahasa Indonesia di reddit jadi sedikit. Tapi banyak diskusi ditulis dalam bahasa Inggris anyway meskipun usernya bukan dari negara penutur English. Andai pemerintah Indonesia mau, membuka akses ke Reddit bisa jadi cara mudah meningkatkan budaya literasi dan kemampuan bahasa asing. Bayangkan society di mana sumber tertulis adalah yang paling diandalkan untuk mencari info dan memahami sesuatu.



Katanya pemerintah Indonesia memblokir reddit karena potensi konten negatifnya seperti pornografi, judi, dan narkoba. Padahal di media sosial lain pun ada yang begitu. Konten yang muncul di reddit tergantung subreddit yang kita ikuti. Sistem suggestion-nya pun jauh dari kata intrusif, masih lebih galak Instagram dan Tiktok. Lagipula hanya sejumlah kecil negara yang memblokir reddit, we are elite.


Chandra

0 comments:

Melihat Indonesia Dari Jauh

August 18, 2025 Chandra Nurohman 0 Comments


Apa kabar nasionalisme setelah setahun lebih 'melihat Indonesia dari jauh?'. Saya nggak mau ndadik-ndakik dengan bilang "saya makin cinta NKRI setelah tinggal di luar negeri", karena ya nggak gitu-gitu amat. Walaupun sebenarnya tersentuh juga kalau hari-hari ini mendengar lagu berbau nasionalisme, mungkin faktor kangen berperan besar di situ. Heavy rotation saya belakangan ini Bendera-nya Coklat yang anthemic, Kebyar-Kebyar versi Arkarna karena seratus untuk effortnya membawakan lagu berbahasa Indonesia, dan Tanah Airku versi Gitasav & Angklung Hamburg, terasa sekali vibes diasporanya.

Saya pikir orang yang lahir dan besar di suatu negara akan susah untuk benar-benar lepas dari akarnya. Kalaupun ganti paspor, banyak yang karena alasan teknis saja, misalnya biar bebas visa ke banyak negara atau supaya mendapat hak penuh sebagai warga di mana dia tinggal. Untuk kasus Indonesia-Belanda ada juga yang karena pernikahan. Upacara 17an hari ini menunjukkan bahwa bahkan yang sudah puluhan tahun di sini, sangat fasih berbahasa Belanda, dan membawa pasangan bule pun bisa sangat antusias dan khidmat mengikuti jalannya upacara, plus bersemangat menyanyikan medley lagu-lagu patriotik. Get to this later.

Problemnya adalah pandangan bahwa kalau mau mencintai indonesia maka harus pula mendukung pemerintahnya. Padahal bendera merah putih dan lagu Indonesia Raya itu milik bangsa bukan punya presiden atau kabinet. Memang pendengung sialan, mempropaganda bahwa kalau tidak mendukung atau sepakat dengan pemerintah maka tidak NKRI. Padahal makin kesini makin banyak kebijakan menyebalkan yang dibuat. Saya yang eksposure ke kebijakan-kebijakan itu terbatas saja mangkel apalagi yang terimbas langsung. Padahal ketika bilang NKRI yang dimaksud adalah manusianya, alamnya, budayanya, solidaritas warganya, bahasanya, seninya, makanannya, keberagamannya, kebersamaannya, tawanya, hangatnya.

***

Now that I'm kebetulan lagi standing on 'rumput tetangga' yang katanya lebih hijau, justru muncul kesadaran bahwa rumput tidak selalu untuk dibanding-bandingkan. Seperti warna merah dan biru saja, beda tapi tidak untuk dicari mana yang lebih baik diantara keduanya. Andaikan ada cara untuk bisa meng-copy-paste mentah-mentah manusia dan cara hidupnya dari negara A ke negara B, ini belum tentu works juga. 

Guru geografi kami di SMA dulu pernah bilang, Indonesia susah maju wong duduk aja gembrobyos. Ya iklim dan kondisi geografis adalah salah satu hal yang tidak bisa diubah. Bahwa Indonesia ada di khatulistiwa ya begitulah adanya. Apakah berada di daerah tropis itu keuntungan atau kerugian bisa diperdebatkan, tapi yang jelas cara hidup orang Indonesia pasti beda dengan orang nordic. Iklim memengaruhi bagaimana orang berpakaian, bagaimana membuat bangunan, dan apa yang dimakan. Sandang, pangan, papan, means tiga pilar yang membentuk peradaban. Dalam orde ratusan tahun sudah pasti deviasinya besar. Manusia memang diciptakan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa.

Kalau bicara kemajuan secara ekonomi dan teknologi juga nggak selamanya konstan kok. Baru beberapa dekade yang lalu US dan Uni Soviet perang bintang, canggih-canggihan menuncurkan manusia ke luar angkasa. Kini Uni Soviet sudah tidak ada, Eropa mungkin akan melambat, justru China yang melaju gila-gilaan. Tentu ini bukan excuse untuk berpangku tangan. Kalau bisa maju, kalau bisa meningkatkan kualitas hidup segera, kenapa tidak. Tapi instead of meniru plek-plekan, mestinya yang dibangun adalah dasarnya: disiplin, kerja keras, dan mau belajar.

Kalau kata Cak Nun, jangan dibandingkan pohon kelapa dengan pohon yang lain. Pohon kelapa ya begitu itu, pohon yang lain ya begitu itu. Belanda super teratur, tapi saking teraturnya ada yang melenceng dikit panggil polisi. Jangankan sound horeg, AC gedung sebelah terlalu berisik karena hari lagi panas saja ada yang kepikiran mau manggil polisi. Maju memang, tapi kaku. Saya sudah kangen ingin liburan ke Indonesia karena kangen fleksibilitas dan spontanitas warganya. 


Hari ini kami ikut upacara detik-detik proklamasi di Den Haag. Kebetulan 17 Agustus tahun ini jatuh di akhir pekan, terakhir sebelum terjadi lagi di 2030. Event ini lumayan menyenangkan buat saya yang terakhir upacara bendera lebih dari 10 tahun yang lalu. Ada sensasi lain yang dirasakan dalam momen-momen seperti ini. Bagaimana menjelaskannya ya, tapi mungkin sama dengan rasa yang membuncah dan solidaritas yang tiba-tiba naik ketika bareng-bareng nonton timnas. Speaking about timnas, di upacara hari ini hadir pula Patrick Kluivert sebagai undangan.


Upacara peringatan 80 tahun kemerdekaan Republik Indonesia ini diadakan di Sekolah Indonesia Den Haag. Selain seremoni upacara, ada juga panggung hiburan, lomba anak-anak, dan bazaar makanan. Beberapa brand warung makan Indonesia favorit hadir misalnya Warung Barokah, Warung Padang Lapek, dan Pempek Elhysa. Tidak ketinggalan yang mencuri perhatian tahun ini adalah pendatang baru Sate House Senayan, ekspansi Sate Khas Senayan dari Indonesia. Nyaris semua antri panjang, rasanya upacara tahun ini jauh lebih ramai dari tahun lalu.




80 tahun merdeka adalah angka yang bagus, bulat. Tapi ini juga hanya 20 tahun away dari 100, checkpoint yang di mana mestinya sebuah bangsa dan negara sudah punya capaian yang bisa dibanggakan. Semoga segala permasalahan di tanah air bisa segera diselesaikan, kualitas hidup membaik, dan warga bahagia dan sejahtera. Merdeka!


Chandra


0 comments:

Pace

August 09, 2025 Chandra Nurohman 0 Comments

Lari 2,4 kilo ini walaupun jarak pendek tapi saya rasa layak dirayakan karena akhirnya bisa balik ke pace TPB. Saat itu belum tahu pace, heart rate, dan teori lari lain yang banyak disebut sekarang ini. Tahunya hanya ngejar di bawah 14 menit untuk muter 6x lapangan saraga biar dapat A di mata kuliah olahraga. Dulu masih bisa dapat di bawah 13 menit karena berat badan masih sekitar 55 dan umur juga baru 18. Setelah serangkaian tahun minim olahraga dan sedentary lafestyle, berat badan naik dan olahraga jadi terasa berat, jadi good to be back ke arah yang lebih sehat.



Saya bersyukur ini bisa dibilang minggu yang baik. Setelah pada senin sore untuk pertama kalinya berhasil lari 10k dan ada di pace 7:00, jumatnya nyoba lari 2.4k sudah dapat pace 5:42. Padahal akhir Mei kemarin lari 5k masih di pace 7 lebih. Progres angkanya menyenangkan dilihat, tapi efek yang dirasakan di badan lebih enak lagi: pegel-pegel berkurang, lebih seger, dan mentally lebih kuat ngepush dalam banyak hal. Nggak bisa dipungkiri progres ini didukung udara yang bersih, kelembaban yang rendah, dan temperatur bersahabat. Adanya jalur yang mulus dan taman yang bisa diakses juga sebuah privilege. Makanya dengan segala advantage itu kalau masih malas olahraga memang kebangetan. 



Saya nonton beberapa video tentang lari di YouTube dan ternyata olahraga ini bisa sangat keren ya. Saya baru tahu kalau untuk lari jarak jauh itu ada strateginya. Dulu saya pikir lari ya lari aja, nggak perlu dihitung waktunya, cukup bermodal sepatu biar nggak lecet kakinya. Tapi setelah dengar teori-teori yang banyak itu lari jadi terdengar seperti balapan, hanya saja kendaraannya tubuh dan kaki kita. Saya akhirnya memutuskan beli garmin seken di marktplaats supaya tahu data-data lebih akurat.

Demam lari can't come at a better time. Pas umur masuk 30 pas tiba-tiba semua orang lari dan ngepost strava. Mungkin selain harta yang diinfakkan dan ilmu yang diajarkan, strava yang dibagikan juga adalah sesuatu yang boleh di-hasad-i. Tiba-tiba pelari jadi seleb, diundang di berbagai podcast untuk bicara soal lari. Tiba-tiba event lari ada dimana-mana mulai dari fun run 5k event ulang tahun kabupaten sampai marathon dan ultra marathon skala internasional. Tiba-tiba sepatu yang didesain khusus untuk lari dari berbagai merk naik daun dan laku keras padahal harganya lumayan mahal. Kalau dengan trigger seperti ini tidak juga bisa memacu untuk hidup lebih sehat, lalu trigger apa lagi yang bisa? 

Olahraga lari menemukan tipping point-nya.

Salam,
Chandra

0 comments:

Bayer

August 03, 2025 Chandra Nurohman 0 Comments

Alasan memilih Leverkusen sebagai tujuan short weekend trip kali ini adalah selain jaraknya yang dekat, kota ini juga punya dua sisi yang membuatnya cocok untuk jalan-jalan suami istri. Di satu sisi ada spot-spot foto estetik yang jelas menarik buat perempuan, misalnya Museum Morsbroich ini. Kami tidak masuk ke dalam karena selain pusat estetika museum ini ada di eksterior dan tamannya, kemarin saat ke sana di dalam juga sedang ada acara resepsi pernikahan. 



Selain museum itu, ada juga Japanischer Garten (Japanese Garden) yang adalah sebuah taman dengan konsep replika Jepang lawas. Taman ini dibangun oleh dan berlokasi di komplek Bayer, perusahaan farmasi raksasa yang berpusat di Leverkusen. Bisnis Bayer juga sampai ke Indonesia misalnya dengan produk Redoxon dan CDR-nya. Carl Duisberg, former CEO, sangat terinspirasi dengan budaya dan estetika Jepang sehingga dia membangun taman ini tepat di depan kantor dan HQ Bayer. 


Taman Jepang ini sangat well-designed dan well-built. Rumah-rumahan Jepang yang dari foto saya kira cuma properti ternyata beneran dibangun kokoh dengan ukuran nyaris real-life. Beberapa tanaman dan hiasan juga didatangkan langsung dari Asia Timur. Rumput hijaunya sangat terawat, kali yang mengalir di dalamnya bersih, dan pohon yang tumbuh besar di sana jadi kanopi alami dari panas matahari dan gerimis. Parkirannya besar dan gratis pada weekday setelah 16.30 dan akhir pekan, saya menduga pada working hour tempat ini sekalian dipakai parkir karyawan Bayer.

Bayer di Leverkusen itu seperti Philips di Eindhoven atau Gudang Garam di Kediri, detak jantung kota yang tidak bisa dipisahkan dari lokasi dia berada. Jadi kontribusi Bayer untuk kotanya tentu tidak berhenti di bikin taman tadi. Sumbangsih lain Bayer sekaligus sisi favorit saya dari kota ini: Bayer Leverkusen dan BayArena. Sepak terjang Bayer di dunia sepak bola tidak tanggung-tanggung, logo klub Leverkusen adalah literally logo Bayer.

*Now Playing: UCL song*
De meister
De besten
Les grandes equipe
The Champions


Karena sudah di Leverkusen saya tentu tidak akan melewatkan kesempatan datang ke BayArena, markasnya Bayer Leverkusen. Apalagi hubungan Leverkusen dan Liverpool kini lagi bagus-bagusnya setelah mereka 'ngasih' Wirtz dan Frimpong. Sama seperti banyak stadion lain di Eropa, BayArena tampak menyatu dengan lingkungan sekitarnya. Tidak ada pagar, buffer zone, dan lima langkah dari stadion sudah langsung rumah penduduk. Dengan mudahnya warga juga bisa nonton sesi latihan walaupun sepertinya ini bukan first team karena saya cari-cari saya nggak lihat Ten Hag. Casually kemarin kami juga jalan papasan dengan tim junior Leverkusen yang baru pulang latihan.

Such a likable city. Kotanya rapi dengan jalan-jalan yang mudah dinavigasi dan pedestrian friendly. Di banyak tempat (stadion, museum, taman) parkiran gampang dicari dan gratis. Untuk mampir salat ada masjid yang sekaligus jadi pertama kalinya kami masuk ke masjid orang Albania. Sorenya hari ditutup dengan yacth-spotting (I don't if this is a thing) di Sungai Rhine.


Danke,
Chandra

0 comments:

Harga-harga Kali Lima

July 27, 2025 Chandra Nurohman 0 Comments


Bulan pertama di Belanda dulu harus diakui terasa cukup berat. Selain berbagai adaptasi yang harus dilakukan, ada juga shock dalam hal cashflow. Sebabnya bekal yang sebelumnya dikumpulkan sebagai rupiah dibelanjakan sebagai euro dan ini membuat segala hal terasa mahal. Dalam pikiran harga-harga selalu dikonversi ke rupiah. Sebotol air mineral jadi terasa 20 ribu, jajan di luar jadi seperti 200 ribu sekali makan.

Setelah lewat bulan pertama situasi jadi lebih masuk akal. Meski begitu, kebiasaan mengonversi harga ke rupiah tetap ada. Keputusan untuk membeli atau tidaknya sesuatu ikut ditentukan mahal tidaknya barang itu jika dilihat harganya dalam rupiah. Misal ada eskrim seharga €2, maka kalau dikalikan kurs menjadi sekitar Rp38.000. Ini masih oke karena di Jogja ada gelato yang harganya 30 ribu. Walaupun sebenarnya perbandingan ini tidak fair karena eskrim €2 tadi belinya di kios eskrim kecil sementara bandingannya adalah Tempo Gelato.

Lama-kelamaan persepsi soal harga ini semakin luntur juga. Saya mulai menerima bahwa kalau harganya segitu ya segitu. Tidak perlu dihitung rupiahnya dan dibandingkan dengan harga di Indonesia. Di saat yang sama saya mendapat insight bahwa dalam soal harga gunakan prinsip kalikan lima.

Jadi untuk mendapat bayangan yang lebih pas soal mahal atau tidaknya suatu barang, daripada dikalikan dengan kurs rupiah lebih baik kalikan 5000. Misal kapsalon ini yang saya beli seharga €7.5 di sebuah kios kebab. Kalau dikalikan kurs rupiah jadinya 140 ribu yang mana nggak masuk akal, itu harga makan di mall menengah atas Jakarta. Tapi kalau dikalikan 5 jadi 37 ribu masih bisa diterima karena 'tingkat kepuasan' yang saya dapatkan dari seporsi kapsalon ini (termasuk tempat, layanan, dan rasa) setara dengan makan di gerai ayam goreng di Indonesia yang harganya makanannya 30 sampai 40 ribu.


Air minum 1.5 liter ini harganya €1.2, dengan prinsip yang sama maka 'harganya' 6000 rupiah, tidak mahal tidak murah, just right. Ini berlaku di hampir semua kebutuhan pokok. Karena faktor teknis seperti distribusi, supply vs demand, aturan harga, dan mekanisme pasar bisa jadi ada produk yang terasa terlalu murah atau terlalu mahal setelah dikalikan 5, tapi secara umum kaidah ini mewakili dengan baik.


Harga seporsi nasi padang di resto padang paling terkenal di Belanda, Waroeng Padang Lapek, adalah €19.5. Ini mahal memang, tapi kalau dikalikan 5 jadi 100 ribu masih on par dengan Pagi Sore. Harga sate kambing di Warung Barokah Amsterdam €11, kalau dinormalkan dengan perhitungan yang sama tidak begitu jauh bedanya dengan Sate Khas Senayan atau Sate Pak Pong. Boba tea di Ming Kee harganya €5 untuk yang besar, kalau dikali lima ini kira-kira sama dengan harga Chatime. Harga indomie goreng sebungkus €0.6, dikali lima jadi 3 ribu.

Selain makanan, kebutuhan primer lain juga bisa ditreatment dengan cara yang sama, misalnya harga sewa apartemen, tagihan listrik, dan harga BBM. Penggunaan listrik kami dalam sebulan sekitar 50-60 euro, kalau dikalikan 5 dapatlah 250-300 ribu, angka yang wajar untuk penggunaan berdua. Harga BBM sekitar €1.85 untuk yang biasa dan €2.2 untuk yang bagus, kalau dikalikan lima mendekati harga pertalite dan pertamax.

Intinya dengan faktor pengali 5 ini, kita bisa membayangkan berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapat kualitas hidup yang setara dengan di Indonesia. Give better sense on what is expensive and what is affordable. Ini bisa jadi gambaran untuk orang yang akan bermigrasi ke Eropa. Jika tujuannya adalah negara atau region lain, mungkin konsep yang sama bisa diterapkan dengan faktor pengali yang berbeda. 

Implementasi yang paling praktikal dari ini adalah soal pertimbangan offering gaji. Misal di Indonesia punya gaji 10 juta nett, maka untuk mendapat kenyamanan hidup yang sama paling tidak offer yang didapat ada di range 40-50 juta nett (kurs sebenarnya). Kalau 'hanya' 25 juta rasanys tidak akan secukup 10 juta di Jakarta walaupun secara angka lebih besar. Ini mirip dengan orang yang bertanya, mending gaji 6 juta di Jogja atau 10 juta di Jakarta. 

Itu kalau ngomong satu faktor saja: gaji. Tapi kalau sudah bicara migrasi banyak faktor lain yang juga harus diperhitungkan: keluarga, makanan, bahasa, cuaca, budaya, dan pertimbangan pribadi lainnya. Lalu sebaiknya acuan yang dipakai nett bukan gross karena kalau sudah bicara negara yang berbeda aturan pajak, asuransi, dan pensiun pasti berbeda.

Kegunaan lain dari kaidah ini adalah untuk menjawab kalau ditanya soal harga-harga oleh keluarga atau teman di Indonesia. Pertanyaan 'barang X di sana harganya berapa?' adalah salah satu yang sering muncul. Agak susah buat menjawab mentah-mentah dengan harga yang dikalikan kurs karena jadi terlihat sangat mahal dan nggak make sense bayar segitu untuk barang itu. Saya lebih seneng menjawab secara kualitatif saja dengan mahal/murah/sedang berdasarkan 'rasa' mahalnya ketika membayar, dan ini terbantu dengan kaidah kali lima tadi.

Ada beberapa pengecualian dari aturan ini. Pertama adalah barang-barang yang stoknya melimpah seperti keju, coklat, susu, dan beberapa jenis buah. Karena banyaknya supply, harga keju, coklat, dan susu di sini relatif murah. Bahkan kalau dikalikan kurs sebenarnya pun angkanya masih masuk akal. Produk teknologi juga tidak terimpact karena karakteristik produksinya yang global (chip dari negara A, screen dari negara B, R&D di negara C, produksi massal di negara D). Misalnya IPhone 16 128GB Black di Amac Belanda harganya €839 (16 juta), untuk tipe yang sama harga di Ibox Indonesia adalah 14 juta. 

Terimakasih sudah membaca, ambil baik-baiknya saja.

Chandra

0 comments:

Aerospace By Heart

July 20, 2025 Chandra Nurohman 0 Comments


Ada seorang YouTuber yang video Shorts-nya sering lewat di tempat saya akhir-akhir ini, namanya Max Klymenko. Salah satu kontennya adalah Career Ladder, di mana Max berdiri di atas tangga lipat bersama orang yang dia temui di jalan. Max kemudian melempar beberapa pertanyaan cepat seputar karir dan pekerjaan pada orang itu. Tujuannya dalam waktu 2 menit dia harus bisa menebak apa pekerjaan lawan bicaranya, jika Max gagal si obyek boleh stay misterious atau memberikan jawabannya ke kamera. Mungkin sudah ratusan video seperti ini dia buat di berbagai tempat yang dia kunjungi.

Max sering gagal, tapi sebagai penonton berhasil atau tidaknya dia tidaklah penting, kalaupun gagal kita bisa menunggu jawaban dari narasumbernya. Pekerjaan mereka macam-macam, mulai dari firefighter, public relation, therapist, designer, comedian, chef, event organizer, aktor, politisi, notaris, penulis, dan lain sebagainya. Basically semua profesi yang bisa kita bayangkan, beberapa bahkan baru pertama kali saya dengar. Beberapa pertanyaan yang diajukan Max untuk mengerucutkan jawaban misalnya apakah pekerjaan ini bersifat kreatif, apa kamu menjual barang/jasa, apa kamu bekerja di luar ruangan, apa perlu gelar akademik untuk melakukan pekerjaan itu, sudah berapa lama kamu bekerja di profesi ini, dan lain lain.

Pertanyaan yang juga sering dia lontarkan adalah do yo enjoy your job. Jika orangnya jawab ya maka kemungkinan pekerjaannya bersifat seni atau pelayanan. Tapi jika jawabannya tidak, mungkin lawyer atau software engineer. Pada satu episode ketika obyeknya menjawab yes, Max langsung menyimpulkan 'so it's not software engineer'. Saya setuju, software engineer memang bukan job of passion, sejauh yang saya tahu orang bekerja di bidang ini antara karena itu yang paling dia bisa atau itu kesempatan terbaik yang dia punya. Berapa banyak anak kecil sebelum era digital ini yang punya cita-cita jadi ahli komputer? Nggak banyak saya rasa. Ketika bilang bercita-cita jadi insinyur, yang dibayangkan adalah bekerja di lapangan pakai rompi dan helm proyek bukan duduk depan laptop working from home.

Ini memang salah satu pekerjaan yang cukup dijalani tanpa harus dinikmati. Bayangkan sebuah pekerjaan di mana 'error-nya udah ganti' adalah sebuah prestasi wkwk. Error adalah suatu keniscayaan yang ditemui hari ke hari: syntax error, gateway timeout, invalid input, missing semicolon, class not found, compilation error, bad request, unauthorized, etc. Butuh adaptasi untuk jadi biasa saja dan bisa membedakan mana error yang perlu ditanggapi dan mana yang bisa diabaikan.

That being said, setelah enam tahun secara intens menekuni profesi ini, saya tetep tidak mengatakan pekerjaan ini sesuai passion. Bahwa saya bersyukur atas kesempatan ini, sangat. Sama bersyukurnya dulu pernah kuliah penerbangan. Pesawat terbang tetap punya tempat khusus buat saya. Bukan hanya pesawat sebagai barang, tapi juga sebagai keilmuan. Sesimpel sebagai obrolan, saya lebih tertarik berbincang soal teknologinya Boeing dan Airbus daripada AI dan cloud technology. 

Cara berpikir yang dibentuk dengan belajar teknik penerbangan dulu cocok buat saya. Bagaimana dalam banyak hal optimasi perlu dilakukan dan you can't have it all. Bagaimana dalam merancang sesuatu perlu memikirkan aspek fail-safe. Bahkan pendekatan terhadap fault/error pun saya suka: calculated safety factor dan redundancy. Kadang-kadang saya masih bawa cara pikir ini dalam bidang software dan ternyata belum tentu cocok.

Maka untuk kasus saya ada batas yang jelas antara passion dan profesi. Jadi saya tidak merasa sia-sia kuliah 4 tahun dan sekarang bekerja di bidang lain karena I got to keep it as a hobby. Saya masih suka nontonin pesawat dan planespotting, seneng ada di bandara, gemar mengamati perangkat aero di mobil dan motor balap, masih punya keinginan membangun UAV dan kincir angin, serta takjub melihat besarnya kincir pembangkit listrik skala besar. 

                Planespotting bandara Schiphol

Saya masih ingat dulu di Bandung gedung PTDI tampak keren sekali dilihat dari atas jembatan layang Pasupati. Kalau saya not into penerbangan mungkin tidak segitunya. Tapi karena gemar, saya sering naik motor lewat depannya hanya untuk melihat gedungnya dan hanggarnya dari dekat sekalian planespotting dari dekat runway Bandara Husein Sastranegara. Kini di Belanda alhamdulillah ada kesempatan serupa: mengunjungi kampus Aerospace Engineering-nya TU Delft.

TU Delft adalah salah satu tujuan favorit pemerintah Indonesia menyekolahkan insinyur penerbangannya kala itu sehingga termasuk kampus yang 'dekat'. Dosen-dosen penerbangan banyak yang lulusan sana, di lab ada windtunnel hibah dari Delft kalau saya nggak salah ingat, dan salah satu buku pegangan wajib "Synthesis of Subsonic Airplane Design" ditulis oleh Pak Egbert Torenbeek yang adalah orang Delft. Ibaratnya AE ITB ikut mazhab-nya AE TU Delft. Saat ini juga ada beberapa teman yang sedang kuliah master dan doktoral di sana. 

Jalan-jalan ke kampus ini berasa seperti pilgrim. Bangunannya yang tinggi di antara bangunan lain di sekitarnya mengingatkan saya pada gedung PTDI. Saya tidak bisa masuk karena datang ke sana hari Sabtu, semoga lain kali ada kesempatan datang ketika weekday sehingga bisa masuk setidaknya sampai lobi. Saya lihat ada beberapa barang-barang menarik di dalam. Tapi di luar pun sudah nyaman untuk duduk-duduk, khas suasana kampus yang teduh, tenang, lega, dan terbuka. 


Luchtvaart- en Ruimtevaarttechniek, keren sekali namanya. Kalau di-Bahasa Indonesia-kan jadi Aeronotika dan Astronotika, nama resmi yang dipakai di ITB sebelum diubah jadi Teknik Dirgantara. Tampaknya Aerospace Engineering TU Delft sudah berumur 85 tahun, masa yang panjang dan hampir pasti sudah berkontribusi banyak pada kepakaran dan perkembangan teknologi penerbangan dan antariksa dunia. 




Saya nggak tahu apakah di masa depan akan balik ke bidang penerbangan lagi atau tidak. Tapi saya bersyukur pernah belajar itu sebagai sesuatu yang sangat saya gemari.


Thanks,
Chandra

0 comments:

Elliott Jaques

July 12, 2025 Chandra Nurohman 0 Comments

Kenapa manajer secara umum digaji lebih tinggi daripada karyawan di bawahnya? Tanggung jawab lebih besar, betul. Pekerjaan lebih kompleks, bisa jadi. Tapi bisa juga karena manajer harus tahan stres lebih lama daripada bawahannya.

Ada sebuah konsep menarik yang dikemukakan oleh Pak Elliott Jaques soal Stratum, bahwa level dalam organisasi atau perusahaan itu berbanding lurus dengan discretion time yang dimiliki. Karyawan paling bawah yang mengerjakan tugas harian punya discretion time paling pendek. Posisi ini fokus pada operasional, tugas selesai dalam beberapa jam atau satu hari, dan tidak bawa PR dan beban pikiran saat pulang ke rumah.

Pegawai di atasnya yang memanage beberapa orang dengan sekumpulan tugas punya discretion time lebih lama, mungkin 2 minggu atau 1 bulan, setelah itu dia baru bisa 'panen' hasil kerja timnya dan merasa 'selesai'. Sebelum itu dia berada pada kondisi uncertainty yang harus dia tahan, maka discretion time ini bisa dipandang sebagai seberapa lama seseorang bisa tahan untuk berada dalam ketidakpastian, tekanan, dan stres. 

Seorang manajer harus tahan tekanan setidaknya 3 bulan karena perencanaan dan review hasil kerjanya dilakukan per kuartal. Semakin tinggi jabatan semakin lama pula sesorang harus kuat karena semakin lama hasil kerjanya bisa dilihat. Sebelum sampai di waktu itu mungkin belum ada sesuatu yang bisa dirayakan. Tergantung seberapa besar dan rumit organisasinya, tapi chief mungkin harus tahan 1 tahun, GM 5 tahun, dan Presdir 10 tahun.


Leveling ala Pak Jaques ini baru saya tahu belakangan, tapi berdasar pengalaman beberapa tahun bekerja di lingkungan korporat rasanya teori ini sangat masuk. Ini juga menjawab pertanyaan kenapa bos dibayar lebih besar padahal sepertinya yang dia kerjakan sehari-hari tidak lebih sulit dari tugas kita. Salah satu jawabannya karena he/she needs to handle the pressure (and keep their shit together) for longer dan has bigger questions to answer.

Dengan tahu konsep ini maka kita bisa paham bahwa untuk berkembang kita bukan hanya perlu jadi makin jago tapi juga makin kuat. Selain itu, Stratum ini jadi alasan kenapa pejabat karir deserve more respect daripada yang tahu-tahu di atas. Contoh dan pola stratum ini bisa dilihat di berbagai jenis pekerjaan dan bisnis.

Di sebuah gerai cepat saji, store manager punya discretion time dan durasi stres lebih lama daripada waiter. Waiter secara fisik mungkin lebih lelah, tapi ketika shift-nya berakhir dia bisa beristirahat lebih relaks daripada manager yang kepalanya terus berputar memikirkan operasional hari ke hari, minggu ke minggu, bahkan bulan ke bulan. Atlet klub sepakbola Liga Inggris harus menjaga gaya hidup, makan, dan fisik selama 9 bulan kompetisi nyaris tanpa jeda. Sementara atlet menembak mungkin tidak segitunya, masih bisa disambi bekerja sebagai law enforcement atau dosen (ingat Turkish 'assasin' di Olimpiade Paris).

Dalam berwirausaha pun konsep ini berlaku. Siklus sebuah warung madura tentu berbeda dengan Waroeng Steak yang punya puluhan cabang di berbagai kota. Stres dan pertaruhan dalam mendirikan sebuah bengkel motor di kabupaten tentu beda dengan mendirikan pabrik packaging bermodal 5 milyar di kawasan industri. 

Ada sebuah tes terkenal melibatkan anak-anak yang disebut marshmallow test. Di mana anak-anak dibiarkan sendiri di suatu ruangan dan diletakkan marshmallow di depannya. Dia boleh memakannya tapi kalau dia tahan untuk tidak, dia akan diberi hadiah tambahan satu marshmallow lagi. Ini adalah tes yang terkenal berkaitan dengan delayed gratification.

Hubungannya dengan apa yang dikatakan Pak Jaques adalah semakin tinggi jabatan seseorang, akan semakin jarang dia merasakan 'lega' yang muncul saat menyelesaikan suatu pekerjaan -- karena pekerjaannnya tidak selesai-selesai. Maka dari itulah dia berhak dengan kompensasi lebih. Ibarat peribahasa bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian, semakin kompleks dan lama sakitnya, semakin besar pula senangnya.


Salam,
Chandra

0 comments: