Adu Bersih: KliknClean vs Sejasa


Beberapa jasa pasarnya muncul karena ada pekerjaan yang tidak semua orang bisa melakukannya. Misalnya tidak semua orang bisa membangun rumah, maka muncullah jasa arsitek dan kontraktor bangunan. Tidak semua orang bisa memperbaiki instalasi listrik atau plumbing, maka lahir profesi teknisi elektrik dan tukang ledeng. Orang mau membayar profesional untuk memenuhi kebutuhannya karena memang sulit dilakukan sendiri. 

Pada tingkat selanjutnya, ada pekerjaan yang sebenarnya bisa dilakukan sendiri namun seringkali di-vendor-kan karena pertimbangan value for money. Kurir pengantar barang adalah salah satu contohnya. Kita bisa saja berangkat sendiri, tapi daripada keluar biaya bensin dan parkir, belum lagi kena macet, polusi, dan panas, mending minta tolong kurir saja untuk mengantarkan.  

Lalu yang terakhir ada pekerjaan yang sebenarnya bisa dilakukan semua orang namun tetap dibisniskan. Jasa seperti ini bisa laku karena walaupun doable tapi kadang orang memilih membayar profesional daripada melakukannya karena dianggap repot. Bedanya dengan poin dua di atas, disini user tahu bahwa biaya melakukan sendiri jauh lebih murah daripada kalau meminta orang lain, tapi tetap pesan anyway. Jadi motivasinya lebih ke malas atau tidak ada waktu, bukan ekonomi atau efisiensi. Contohnya jasa kebersihan yang sekarang marak di kota-kota besar.

Beberapa waktu yang lalu saya membuka question box di IG story menanyakan jasa kebersihan yang ada sekarang. Sebelumnya saya hanya tahu go-clean yang sekarang sudah tidak ada. Ekspektasi saya ada beberapa opsi jasa kebersihan berbasis app/online lain yang bisa digunakan. Saya buat pertanyaan itu karena ada kebutuhan bersih-bersih di dua tempat berbeda. Ada beberapa jawaban yang muncul: Cleansheet_id, Sejasa, King-clong, dan KliknClean.

Saya berniat memilih dua diantaranya supaya sekalian bisa membandingkan. Keempatnya adalah penyedia jasa yang legit. Sadly saya tidak bisa pilih King-clong karena mekanisme pemesanannya masih via WA dengan melihat informasi dari website. Sementara ini saya prefer yang app-based dulu. Tiga yang lain punya app untuk diunduh jadi saya bandingkan first impression dari aplikasi mereka. Sayang sekali saya kurang nyaman dengan Cleansheet_id. Saya tidak tahu kualitas layanannya ya karena belum pesan. Tapi interface aplikasinya agak 2017 untuk sekarang yang 2022, berikut sampelnya:


Sejasa dan KliknClean adalah dua yang tersisa dan akan saya bandingkan. Beberapa aspek yang saya ulas antara lain variasi layanan, kualitas aplikasi, mekanisme pemesanan, harga, dan helper. Sebagai catatan disini saya membersihkan dua tempat yang ada di satu kawasan, dengan effort kerja yang kira-kira sama, dan durasi pembersihan 2 jam. 


Variasi layanan (winner: Sejasa)

Sejasa menyediakan variasi layanan yang lebih luas. Selain jasa kebersihan, mereka juga bisa membantu memperbaiki mobil, renovasi rumah, reparasi barang elektronik, styling (rambut, kuku, dll), serta massage & reflexology. Untuk jasa kebersihan sendiri ada pilihan daily cleaning, pembersihan sofa, dan sedot tungau.

Sementara itu KliknClean lebih berfokus pada cleaning saja. Layanan pembersihannya memang lebih komplit karena bisa sampai fogging, cuci sofa/kasur, setrika, pest control, hingga poles lantai/marmer. Namun jasa renovasi dan reparasi belum ada. Oleh karenanya dari sisi variasi layanan saya lebih condong ke Sejasa.


Kualitas aplikasi (winner: both)

Saya tidak ingin terlalu teknis menilai UI/UX aplikasi Sejasa dan KliknClean karena saya tidak ahli di bidang itu. Tapi menurut pendapat saya sebagai casual user, kedua aplikasi ini acceptable. Selama pakai saya tidak menemukan bug yang mengganggu, respon aplikasi juga cepat, dan yang paling penting nyaman digunakan. Keduanya punya aplikasi yang ngejar lah untuk tahun 2022.


Mekanisme pemesanan (winner: KliknClean)

Berdasarkan pengalaman saya, dari segi mekanisme pemesanan KliknClean adalah clear winner disini. Pemesanan di KliknClean terasa seamless dari awal pesan sampai akhir pembersihan selesai. Rasanya seperti pesan makanan saja segala kontak antara kita sebagai pengguna, resto, driver, dan penyedia platform terjadi di dalam aplikasi. Dari sudut pandang user prosesnya effortless dan mudah dimonitor.

Sementara di Sejasa pemesanan memang dilakukan di aplikasi, namun follow-up-nya dilakukan via WhatsApp. Setelah order masuk kita akan menerima chat pribadi dari helper yang akan datang. Helper menghubungi untuk minta konfirmasi pemesanan dan share lokasi. Selain masalah kemudahan, security bisa jadi issue juga disini menurut saya. Semoga Sejasa segera mengupdate proses pemesanannya ya karena saya tidak menemukan fitur chat di dalam aplikasinya (?)


Harga (winner: KliknClean)

Disini saya akan langsung bicara angka. Tarif pembersihan dengan durasi dua jam 120k di KliknClean dan 140k di Sejasa. Angka ini belum termasuk promo dan biaya transportasi. Namun entah kenapa untuk case saya kemarin biaya transportasinya masih nol (0). Untuk metode pembayaran, saya kemarin bayar secara cash kepada helper.


Helper (winner: both)

Saya tidak ada komplain untuk helper dari kedua platform. Keduanya sama-sama datang tepat waktu, hasil pekerjaan sama-sama memuaskan, secara sikap pun keduanya baik. Tentu masing-masing platform punya banyak helper sehingga kalau Anda pesan sangat mungkin dapat helper yang berbeda, tapi kalau standarnya sama dengan yang datang ke tempat saya kemarin saya pikir no issue.


Kesimpulan

Saya slightly lebih menyarankan menggunakan KliknClean kalau kebutuhan Anda adalah untuk bersih-bersih. Selain lebih murah, saya pribadi lebih nyaman ketika semua proses transaksi dilakukan via app (walaupun bayar cash) karena feeling saya lebih aman, better evidence kalau ada apa-apa, dan komunikasi chat bisa dimonitor penyedia platform. Tapi kalau Anda butuh layanan lain seperti renovasi rumah, perbaikan elektronik, dan perawatan diri tidak ada salahnya menggunakan Sejasa. Saya cukup yakin keduanya akan makin baik ke depannya.



Hard Mode


Sebagai anak kecil dulu rasanya sekolah SD saja sudah sangat sucks dengan keharusan bangun pagi tiap senin sampai sabtu, membuat PR, dan tekanan harus bersikap baik dan anteng agar terhindar dari hukuman guru. Setelah itu ternyata SMP lebih berat lagi karena harus commute 10 km menuju sekolah tiap hari, pelajaran lebih banyak dan susah, dan konflik dengan teman atau kakak kelas. Segala kesusahan waktu SD jadi terasa sepele.

Hal yang sama terulang waktu masuk SMA, kemudian kuliah, lalu lulus dan bekerja. Tumbuh memang ada enaknya juga seperti bisa keluar malam dan pergi ke luar kota, punya uang sendiri, bisa pacaran (eh!). Tapi di setiap tahap selalu ada masalah baru yang kita tidak tahu bagaimana menyelesaikannya. Setiap jaman ada bingung dan degdegan-nya masing-masing.

Saya menggunakan periode sekolah sebagai titik acuan karena buat saya itu yang paling cocok untuk menggambarkan kenaikan level sulitnya hidup. Orang lain mungkin berbeda, ada yang domisilinya pindah-pindah sehingga menggunakan kota/negara ia tinggal untuk mengukur periode. "Waktu kecil di Kalimantan . .", "pas pindah ke Bali . . ", dan sebagainya. Satuan yang lain lagi pasti juga ada.

Bahwa leveling saya paralel dengan masa sekolah, level terbaru yang saya jalani justri dimulai ketika keluar dari sekolah. Artinya sudah lulus lalu pindah dari yang tadinya mengikuti aturan, sistem, dan target yang ditentukan institusi pendidikan ke fakta yang ada di masyarakat dan dunia kerja. Di tahap ini kemarin sebenarnya ada pilihan, apakah level berikutnya mau tetap di sekolah dengan melanjutkan studi atau cari jalur lain seperti sekarang ini. Tapi ini satu bahasan sendiri karena penjelasannya panjang. Apakah saya mengambil keputusan yang tepat? I don't know.

Sama seperti sebelumnya, di level ini pun ada jatuhnya ada lompatnya. Saya tidak pakai istilah jatuh-bangun karena bangun seperti hanya resolusi dari jatuh itu, sedangkan saya merasa Allah kasih satu dua hal menyenangkan diantara kejatuhan-kejatuhan itu yang lebih tinggi dari sekedar bangun, jadi saya pakai sebutan lompat. Anyway kalau mau lompat juga harus bangun dulu.

Mindset bahwa selama ini sedang leveling sering membuat saya penasaran level berikutnya kapan datangnya dan seperti apa. Kapan adalah soal waktunya, karena tepat hari ini genap sudah lima tahun saya berada di level ini ditandai sidang tugas akhir saya pada 15 Agustus 2017, on this day tepat lima tahun yang lalu. Apa karena di posisi sekarang tempat berikutnya belum tentu jelas, tidak seperti waktu SMP yang bisa dibayangkan setelah tiga tahun tiba waktunya masuk SMA.

Lima tahun lalu saya memulai level ini dengan seolah tampak baik namun sebenarnya disastrous. Saya overconfidence waktu masuk ke pekerjaan pertama, merasa jadi warga negara yang utuh karena sudah selesai sekolah dan sudah bekerja, bangga betul waktu itu. Turns out saya tidak terlalu bisa dan cocok dengan jobdesc yang harus saya kerjakan, di sisi lain saya oversharing karena merasa telah mencapai sesuatu hebat. 

Hal yang tidak diingikan terjadi, perusahaan tutup dan semua karyawan termasuk saya jadi jobless (mana uang pisah sama gaji terakhir belum dibayar lagi wkwkwk hayo pak, bapak masih punya hutang lho ke para ex karyawan :) ). Endingnya tidak baik memang, tapi banyak yang bisa dipelajari dari sana. Salah satu titik tersulit di level ini adalah menjadi jobless ketika teman-teman sudah bekerja, saya tidak perlu jelaskan karena pasti sudah terbayang. 

I've just cleaned my mess in 2019, dua tahun setelah selesai level kuliah. Bisa dibilang saya mulai dari nol lagi ketika pindah dari Bandung ke Jakarta. Sampai sekarang I don't feel right untuk banyak sharing atau update soal karir sejak di Jakarta kecuali di media yang memang berhubungan dengan itu. Sedikit banyak masih trauma dengan yang terjadi di pekerjaan pertama di atas. Satu kalimat saja untuk sum up: alhamdulillah karir membaik setelah menikah.

Pekerjaan hanyalah satu fitur dari level ini. Masih banyak tanggung jawab lain sebagai orang dewasa yang harus dilakukan dengan baik. Apalagi setelah menikah ya, tanggung jawab sebagai kepala keluarga jauh lebih besar daripada sekedar anak laki-laki pertama. Banyak hal yang dulu adalah comfort zone sekarang menjadi tempat dimana kita exposed, dan itu tidak enak.

Menurut saya pengalaman berat itu tidak enak dijalani sekarang, tapi besoknya menyenangkan untuk dikenang sebagai "oh dulu pernah begini ya, kok bisa survive ya". Tentu ini selama kesusahannya tidak menyangkut asasi dan prinsip. Sepaham saya juga, dari tak terbatasnya kuasa Allah, dua diantaranya adalah kuasanya untuk menaikkan derajat (level) dan mengangkat masalah. Bisa lah yok keep going berbekal itu.

Kalau level-level sebelumnya juga ada masalah tapi akhirnya selesai juga, mestinya yang ini juga begitu. Semua level hard mode sampai kita menyelesaikannya. 





Tahu Telor di Jakarta Part 2

Dalam rangka menyelesaikan apa yang telah dimulai, saya mau melanjutkan cerita soal mencoba sajian tahu telor yang ada di Jakarta. Sebelumnya saya sudah menyambangi beberapa tempat makan tahu telor dan tahu campur, bisa dilihat di sini. Karena kemarin sudah ada 4, sekarang dimulai dari nomor 5.


5. Tahu Campur Cak Trisno (Bintaro)

Warung Tahu Campur Cak Trisno ini sangat gampang ditemukan, waktu pertama lewat langsung saya tandai. Lokasinya tepat di pinggir jalan Veteran di kawasan Bintaro. Menurut saya tempat ini cocok untuk makan bersama keluarga karena tempatnya luas, bersih, dan nyaman. Warung Cak Trisno buka dari jam 7 pagi sampai jam 10 malam, bisa lah untuk sarapan, makan siang, atau makan malam.

Saya suka sajian tahu telur di sini karena porsi tidak terlalu besar namun bumbu petisnya banyak. Secara rasa pun di atas rata-rata, review nggak bohong. Sebagai warung jawa timuran, tentu di sini juga tersedia tahu campur, soto, dan rawon dengan harga berkisar 20 ribuan. Kalau tidak bisa datang ke tempat pun bisa pesan via food delivery. Mantap pokoknya, sangat layak dicoba.


6. Tahu Campur Jalan Sabang (Sarinah)

Yes Sarinah is cool, tapi kalau jalan kesana belum afdol rasanya kalau belum makan di jalan sabang. Saya punya beberapa favorit disana: Sate Pak Heru (yang paling rame), pempek 99, dan tentu tahu telor. Saya agak lupa nama warung tahu telornya apa, tapi seingat saya hanya ada satu disana jadi mudah ditemukan. Kalau mau makan disini hanya bisa malam ya, karena kawasan ini siang hari jadi parkiran, waktu malam baru mulai rame orang kulineran. 

Terakhir saya kesana harga seporsi tahu telornya 18 ribu. Enaknya makan di jalan sabang, karena pilihannya banyak jadi serombongan bisa makan beda-beda sesuai selera. Kebetulan saya dan istri begitu, tahu telor bf, pempek kulit gf. Piring boleh dibawa ke tenda sebelah asal jangan lupa bayar dan dikembalikan.  


7. Tahu Tek Telor Kedoya (Kebon Jeruk)

Dua hari lalu saya ada keperluan di daerah Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Siangnya saya browsing tahu telor yang ada di sekitar tempat saya berada, ketemulah warung ini yang reviewnya lumayan mentereng. Niatnya makan siang, istirahat, bikin dokumentasi untuk postingan ini, sekalian berharap bisa standby buka laptop kalau perlu. Saat saya ikuti petunjuk maps ternyata saya diarahkan masuk ke suatu perumahan. Everything is fine sampai ketika tiba di tempatnya ternyata warung ini hanya melayani take away dan delivery, tidak bisa makan di tempat.

Sebagai orang yang hobi menikmati momen makan di warung, ini memberikan impresi kurang baik sih buat saya. Karena sudah lapar terpaksa saya mampir indomaret terdekat, beli minum sekalian duduk makan. Surprisingly rasanya sangat enak, iya, sangat. Saya bisa bilang ini tahu telor terenak yang pernah saya coba. Harga seporsinya 25 ribu. Silakan dicoba, tapi saran saya delivery saja.


8. Tahu Campur Citra Rasa (Bintaro)

Halaman parkir Bintaro Plaza ramai dengan tenda-tenda tenant makanan setiap sore hingga malam. Salah satu yang ada di sana adalah Tahu Campur Citra Rasa yang tentu juga menjual tahu tek telor. Ada juga rujak cingur barangkali mau, khas jawa timuran pokoknya. Citra Rasa ini cukup terkenal di kawasan Bintaro karena sudah berjualan tahun-tahunan. Bisa dipastikan langganan sudah banyak.

picture by: E.A.P @google

Silakan kalau jalan-jalan sore ke daerah Bintaro mampir ke sini. Kalau weekday ramai dengan orang-orang pulang kerja yang lapar dan butuh mampir setelah lepas dari macetnya Jakarta. Kalau weekend jadi destinasi makan malam keluarga rame-rame. 


Sekian review tahu telor, berikutnya makan apa ya?

Batal COD


Saya kemarin ada kebutuhan untuk beli suatu barang elektronik. Niat awalnya saya cari bekasannya saja di forum jual beli karena setelah saya cek selisih antara price tag barunya di toko dengan harga pasaran second-nya beda sekitar 4 juta, lumayan kan, lagipula untuk ini buat saya barang tidak harus baru, bekas pun oke asal masih masuk kondisinya. 

Satu tips dari saya untuk teman-teman yang mau cari barang second di forum jual beli macam olx atau facebook: jangan buru-buru. Barang yang bagus (dari segi kualitas, harga, kredibilitas penjual) belum tentu muncul di saat yang sama kita mulai butuh. Telaten saja ngecek-ngecek sampai ketemu yang klop, daripada cepet tapi dapat yang kurang memuaskan. Buru-buru juga membuat bargaining power kita waktu tawar-menawar lebih lemah. Kalau urgent butuh cepet mending beli baru saja.

Maka dari itu untuk barang ini saya rencakan jangka waktu satu bulan. Kalau lagi nganggur saya scroll-scroll marketplace barangkali ada iklan bagus yang muncul. Kalau belum ada yasudah, close dulu besoknya cari lagi. Aktivitas begini nggak makan banyak waktu kok, paling beberapa menit.

Setelah sekitar 2 minggu muncul iklan yang menarik. Saya lihat dari foto barangnya masih bagus, harga pun cocok. Penjualnya kelihatan jujur karena dia pakai akun asli, nomor telepon valid menurut getcontact, bahkan saya cari linkedin-nya ketemu. Dia pun memfoto struk waktu dia beli dan tertera namanya disana, jadi jelas dia pemilik langsung bukan seller atau tukang service. Di struknya juga tertera kapan dan dimana dia beli, serta harga barunya dulu. All is good, but one.

Setelah kontakan via WhatsApp dan deal, kami janjian untuk cek barang dan COD. Dia share lokasinya yang ternyata hanya 15 menit dari tempat saya. Di hari yang sama saya jalan kesana karena menurut saya ini steal deal. Sayangnya ketika sudah setengah jalan tiba-tiba dia telpon, mengabarkan bahwa dia tidak jadi bisa ketemu karena ada acara mendadak di tempat saudaranya. Okelah, saya minta dikabari lagi tentang kapan bisa COD di hari lain.

Instead of ditanya apakah masih mau ambil barangnya atau tidak, yang muncul justru notifikasi bahwa barang tersebut sold ke orang lain. Ini kendala jual beli barang second, walaupun kita jujur tulus pure mau beli dan sudah deal, belum tentu di sisi penjual commit mau menjual ke kita, jangan begitu ya.

Kejengkelan itu saya telan saja karena ngapain juga marah-marah karena masalah begini. Tapi ternyata rutinitas saya mencari iklan barang ini masuk ke analytic-nya instagram. Mulai muncul iklan barang yang sama maupun barang-barang lain sejenis. Guess what, salah satu iklan yang muncul adalah iklan dari official store barang yang saya cari ini. Iklannya mengatakan sedang ada diskon 3,5 juta untuk exactly tipe barang yang mau saya beli. 

Karena saya masih setengah percaya, takutnya itu hanya clickbait, saya coba datang ke store-nya langsung. Ternyata promonya valid dan masih berlaku, syaratnya pembelian dilakukan via website brand tersebut, bayar transfer VA, lalu bisa pilih apakah barang mau dikirim atau dipickup di toko. Karena saya posisi sudah di tokonya, saya pilih pickup sendiri. 

Voila! Alhamdulillah saya dapat unit baru yang masih segel dengan harga hanya beda 500 ribu dengan barang second yang sudah dipakai orang lain selama 1,5 tahun. Saya nggak jadi jengkel sama seller yang membatalkan janjian COD tadi, untung dia mendadak ada acara. 

Mulai Dari Masjid

 

Bismillah..

Maybe some of you know, saya pindah domisili beberapa kali. Sebagai orang yang tidak terlalu pandai bergaul dan cenderung pemalu sebenarnya ini salah satu ketakutan saya waktu kecil dulu. Saya kurang nyaman masuk ke lingkungan baru yang belum dikenal. Kalau mau begitu harus ada teman orang dalam atau kenalan yang menyambungkan.

Tapi setidakmau-tidakmaunya saya tetap saja suatu hari harus mengalami. Yang paling serius tentu saja waktu saya pindah dalam posisi sudah menikah. Kali ini tanggung jawab sosial masyarakatnya beneran dan wajib, bukan opsional lagi. Waktu ngekos sebagai mahasiswa dulu, karena saya hanya satu diantara banyak yang lain, plus masih ada bapak/ibu kos sebagai interface dengan dunia luar, bergaul dengan tetangga rumah terasa nggak wajib-wajib amat.

Meski begitu, pengalaman ngekos itu membawa pelajaran yang ternyata berguna untuk sekarang. Bahwa kalau dasarnya kita tidak pandai bergaul, cara paling mudah untuk mengakrabkan diri dengan lingkungan adalah lewat masjid. Kebetulan kos saya di Bandung sebelahan dengan mesjid dan ada 2-3 teman yang rajin mengingatkan untuk salat jamaah.

Masjid adalah tempat paling strategis dimana kita bisa hadir menampakkan diri tanpa wajib bercengkrama dengan orang lain, diem tok wes gak masalah. Datang, salat, duduk sebentar setelah salat, lalu pulang, sudah cukup dan nggak akan jadi perhatian (teks ini untuk orang yang tidak nyaman jadi pusat perhatian). Beda dengan kerja bakti ahad pagi misalnya, nggak bisa diem aja, harus ngobrol, ya kalau nyambung, kalau enggak?

Melakukan hal diatas setiap hari membuat lama-lama muka kita dikenal, setidaknya orang tahu kita sebagai orang baru yang tinggal di daerah itu. Untuk mempercepat proses bisa ditambah mengajak salaman orang-orang, ini juga hanya butuh senyum tidak perlu skill basa-basi. Datang lebih awal lalu pulang lebih akhir juga membuat lebih gampang dihafal minimal sama marbot masjid.

Next stepnya ketika jalan pulang dari masjid barengi jamaah yang lain. Ini memberikan beberapa keuntungan. Pertama, lebih gampang membuka obrolan privat daripada di forum yang ramai, saya lebih suka begitu. Kedua, kalau tidak nyambung pun kita cuma perlu bertahan paling lama 5 menit sampai salah satu sampai di rumah, exit plan jelas wkwk. Dengan melakukan ini kita juga jadi tahu rumah beliau dimana dan mungkin tahu hobi atau kebiasaannya.

Kalau sudah kenal dengan sejumlah warga, jauh lebih mudah untuk bergaul di aktivitas-aktivitas yang lebih variatif. Undangan-undangan semakin tidak menjadi beban, bahkan cenderung menyenangkan. Kerja bakti pun outputnya jadi seru karena masuk obrolan dan guyonannya, walaupun hanya bantu-bantu bebersih ranting atau nyapu jalan karena tidak terampil pakai alat-alat.

Buat orang yang supel dan pede jadi pusat perhatian mah nggak perlu repot-repot seperti ini, langsung aja nimbrung. Tapi baby step ini perlu untuk orang seperti saya karena menurut saya bergaul di masyarakat ini ada seninya sendiri, beda dengan di tempat kerja atau sekolah. Klasifikasi hal-hal yang bisa dan tidak bisa dibicarakan berbeda karena luasnya variasi latar belakang dan interes di masyarakat.

Saya nggak tahu ini urusan berkahnya masjid atau apa ya. Tapi ya begitulah, masjid bukan cuma urusan vertikal, efek horizontalnya pun besar. Masjid adalah pintu masuk ke sebuah tempat.

Peace

"A happy person isn’t someone who’s happy all the time. It’s someone who effortlessly interprets events in such a way that they don’t lose their innate peace." - Naval Ravikant

Quote terbaik yang saya temukan minggu ini, di twitter. Happy time, sad time, happens all the time. Kalau tidak bisa selalu happy, minimal kita coba untuk damai. Nrimo kalau kata orang jawa.

Dalam bahasa lainnya, ada perbedaan antara menderita dan mengalami penderitaan. Orang bisa saja mengalami penderitaan tanpa merasa menderita. Orang yang kehujanan naik motor malam malam tapi masih bisa bernyanyi atau becanda, mereka tidak sedang menderita.

Kadang yang tidak enak justru ketika dikasihani. Kita merasa tidak apa-apa, tapi orang yang melihat menganggap kita perlu dibantu. Ini yang membuat rikuh dan rasanya ingin menyembunyikan apa apa yang bisa jadi sumber rasa kasihan. Enaknya kalau sebagian besar waktu kita jalani di lingkungan yang tidak membuat kita perlu macak seolah kita menikmati segalanya hanya agar tidak dikasihani. 

Balik ke innate peace, saya percaya it somehow resonates. Ada orang yang diamnya saja menyenangkan, wajahnya terang, bahasa tubuhnya tenang. Semakin besar damai yang dibawa, semakin banyak masalah yang dapat ditampungnya. Apa yang kita kira berat, baginya mungkin bukan apa-apa. Kesalahan manusia nomor sekian, cenderung menilai sesuatu menurut timbangannya sendiri.

So, have a peace ya!


*ditulis dari hp sambil mampir di indomaret point



Syawalan

Alhamdulillah sejak saya masih bocah hingga sekarang lebaran biasanya menyenangkan. Tapi kalau boleh menyebut satu hal yang jadi beban waktu kecil dulu adalah syawalan (halal bihalal) trah (keluarga besar). Saya merasa acara syawalan diciptakan untuk simbah-simbah dan bapak-bapak, bukan untuk anak-anak. 

Pasalnya tahun-tahun sebelumnya acara syawalan di tempat kami skalanya masih level mbah buyut, 4 generasi di atas saya. Jadi yang rawuh mulai dari kakak-adiknya simbah saya, lalu bapak/ibu dan sepupu-sepupunya, lalu baru kami generasi berikutnya yang tidak kenal dengan 70-80% yang hadir disana. Rumit ya? ya intinya saudara yang separasinya sudah jauh. 

Acaranya pun dikemas dengan cara lama. Biasanya konsepnya 'pesta duduk' dengan.susunan acara yang sistematis (re: kaku), dibuka dengan berbagai sambutan, dan harus duduk dari awal sampai akhir. Bahasa pengantarnya Jawa halus yang saya hanya bisa memahami tapi tidak bisa ngomongnya. Makanan dan snacknya disuguhkan per orang dan banyak yang tidak habis dan jadi mubazir karena memang tidak cocok (bukan tidak enak ya).

Saya paham bahwa acara seperti ini perlu apalagi untuk orang Jawa. Saya pun biasanya hadir, karena meskipun malas tapi dari dulu selalu mikir kayanya acara begini banyak baiknya walaupun saya nggak/belum tahu dalilnya, lagipula cuma sekali dalam setahun. 

Dari tahun ke tahun sebenarnya acaranya pun semakin sepi. Kakak-adiknya simbah hanya tinggal sepasang dan sudah sepuh. Kami-kami lebih memilih sowan langsung ke rumahnya daripada menyelenggarakan acara rame-rame yang mungkin melelahkan. Ada faktor pandemi juga disini yang membuat kebiasaan ini stop sejak 2020.

Jadilah di tahun 2022 ini syawalan tidak lagi bersama saudara se-mbah-buyut seperti sebelumnya. Kini turun 1 generasi ke level simbah sehingga yang datang pakdhe/budhe/om/tante yang memang kenal dekat dan sepupu-sepupu akrab (plus pasangan dan anaknya) yang dulu kalau libur sekolah sering main dan nginep rame-rame di rumah simbah. Kebanyakan sudah terpapar budaya populer sehingga tidak terlalu memusingkan kebiasaan dan aturan. Jadilah acara syawalan yang inklusif, menyenangkan, seru, tapi tetap ada intinya.

Tetap ada acara ikrar syawalan, maaf-maafan, pembacaan yasin, doa, dan tahlil. Tapi di luar itu bebas mau ngobrol apa saja sama siapa saja. Karena jumlahnya tidak banyak semua bisa masuk di 'aula' rumah pakdhe yang memang lumayan luas, tidak perlu panas-panasan buka tenda di halaman. Yang bawa bayi bisa di dalam kamar ber-AC, yang mau cari angin bisa di teras dan taman depan.

Makanan dan minuman prasmanan free flow sehingga bisa ambil sesuai selera dan secukupnya. Ada teh panas dan air putih tetep, tapi ada juga es krim dan jajanan bocah biar anak-anak betah. Bajunya tidak harus rapi kemeja berpeci, mau pakai kaos dan sarungan pun boleh. Acaranya cair, penuh obrolan dan becandaan yang tentu saja organik bukan karena disuruh kenalan sama sebelahnya.

Kapan acara selesai tidak jelas karena ngobrolnya nggak putus-putus, kalau tidak karena ada acara berikutnya mungkin bisa pada lebih lama disana. Anak-anak tidak ada yang merengek minta pulang. Indikasi acaranya nyaman buat mereka.

Setiap keluarga punya caranya sendiri untuk merayakan hari raya. Saya tentu sangat menghormati itu. Disini saya hanya sharing tentang salah satu acara halal bihalal paling nyaman yang pernah saya ikuti. Ada rencana untuk membuat acara yang sama tahun depan. Semoga kita semua dikaruniai kesempatan sehingga bisa ketemu dengan ramadhan dan lebaran berikutnya. aamiin.

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1443H. Taqabalallahu minna waminkum. Mohon maaf lahir dan batin.