Menembus Langit : Terbang di Ketinggian Stratosfer




Pada 28 Oktober 2016 pagi, tercipta sebuah rekor MURI di bidang Unmanned Aerial Vehicle (UAV). Sebuah perusahaan UAV asal Bandung, AeroTerrascan (ATS) membuat sebuah proyek yang dinamai "Menembus Langit".

Menembus Langit adalah proyek dimana akan dilakukan penerbangan UAV (pesawat tanpa awak) atau drone pada lapisan stratosfer. Ini adalah cita-cita orang-orang di ATS, yaitu untuk menjadi yang pertama di Indonesia menerbangkan drone pada ketinggian segitu.

ATS adalah perusahaan yang bergerak di bidang UAV. ATS berbasis di Bandung dan saat ini bisnisnya sudah melebar dan lahirlah 'turunannya' yaitu AeroGeoSurvey, AeroVisualStudio, GDILab, Global Inovasi Informasi Indonesia. ATS didirikan oleh Dian Rusdiana Hakim dan berisikan orang-orang dari berbagai disiplin ilmu. Salah satu yang dominan di sana adalah fresh grad dari Teknik Penerbangan ITB.


logo ATS   |    http://www.aeroterrascan.com/


Kami (saya dan teman-teman) yang tergabung dalam Tim Aksantara ITB sangat dekat dengan ATS. Selain karena hubungan personal, secara tim kami juga bekerja sama dalam beberapa project. Kami juga sudah diberitahu mengenai proyek ini sejak lama. Selain itu, ada 3 orang perwakilan kami yang kemarin ikut dalam penerbangan Menembus Langit sebagai operator Ground Station.


Produk kerjasama Aksantara - ATS, alhamdulillah juara KRTI 2014   |    https://stei.itb.ac.id

Oh ya, sebagai tambahan, InsyaAllah Tim Aksantara ITB tahun ini berpartisipasi dalam Indo Defence 2016 di Jakarta dan Kontes Robot Terbang Indonesia 2016 di Lampung.

Kembali ke Manembus Langit. Proyek ini awalnya direncanakan untuk dilaksanakan bulan Agustus lalu. Rencananya drone penembus langit diterbangkan bersama dengan pelaksanaan Kompetisi Muatan Roket Indonesia dan Kompetisi Muatan Balon Atmosfer (Komurindo Kombat) 2016. Hal ini dikarenakan metode pelepasan pesawat hampir sama dengan pelepasan balon Kombat.

Akhirnya, Menembus Langit baru terlaksana pada akhir Oktober ini. Namun tempat dan metodenya tidak berubah. Tempat peluncuran dilakukan di Pameungpeuk, Garut, dekat pantai bagus bernama Santolo. Di Pameungpeuk ini ada pusat pengembangan dan risetnya LAPAN dan ada landasannya pula. Proyek ini juga melibatkan LAPAN sebagai partner.


CEO ATS dan Kepala LAPAN, bersama pesawat penembus langit    |    https://aws-dist.brta.in


Metode pelaksanaannya adalah :
1. Disiapkan balon berisi helium, dipompa sampai tekanan tertentu.
2. Dipasang sistem pemutus pada balon, agar pada ketinggian tertentu pesawat bisa dilepas.
3. Pesawat dipasang pada balon.
4. Balon dilepas naik bersama pesawat.
5. Pada ketinggian 30000 m (target), drone lepas dari balon dan gliding.
6. Ketika udara sudah cukup rapat, drone terbang seperti UAV biasa.
7. Sambil melakukan misinya tersebut, drone mengambil data atmosfer dan foto/video.
8. Drone kembali ke home.

Persiapan, itu balon yang dipakai mengangkat pesawat    |    https://lancercell.files.wordpress.com


Namun, di lapangan terjadi hal yang tidak sesuai rencana. Pada ketinggian sekitar 10 km, balon sempat turun ketinggiannya. Sebelumnya sudah dibuat algoritma fail-safe dimana di altitude balon turun maka pesawat akan lepas. Akhirnya pesawat sudah lepas pada ketinggian 10 km, instead of 30 km. Sayang sekali..

Sebenarnya saya ingin berbagi spesifikasi pesawat dan hal-hal teknis lain. Tapi takut ada yang sebenarnya dirahasiakan maka hanya sedikit saja :

Nama/Tipe Drone : UAV A1-X1
Bahan : carbon fiber, glass fiber, kayu balsa, foam
Komponen umum : GPS module, kamera, servo, flight controller, ESC, baterai, sensor IMU, receiver, motor, FPV transmitter, telemetry, dll
Baterai : LiPo 5500 mAh, 4S


Pesawat A1-X1 tentu diuji dulu sebelum menjalani misi sesungguhnya    |    https://lancercell.files.wordpress.com

Data yang diambil oleh drone selama misi adalah :
1. Attitude (sikap pesawat)
2. Kecepatan
3. Altitude 
4. Gyro
5. Video
dsb

Pada ketinggian 10 km, kondisi atmosfer sangat berbeda dengan di permukaan laut. Info dari teman saya yang mengawasi GCS, temperatur di sana mencapai -36 C. Selain itu kerapatan udara juga sangat minim. Akibatnya propeller tidak dapat menghasilkan thrust cukup dan sayap tidak bisa menghasilkan gaya angkat yang sesuai. Oleh karena itu ketika kondisi masih tinggi pesawat hanya gliding (melayang). Ketika sudah turun pada ketinggian tertentu pesawat berperilaku seperti drone biasa. 

Secara pribadi, saya mengucapkan selamat kepada abang-abang di AeroTerrascan. Selamat atas pencapaiannya, semoga proyek selanjutnya makin sukses. Semoga kita senantiasa bisa bermitra.

Sepertinya saya perlu mengakhiri tulisan ini, takut menjadi membosankan. Saya kasih aja beberapa link yang bisa sebagai referensi untuk tahu lebih jauh tentang proyek ini :

Website : http://www.menembuslangit.com/
Twitter : @MenembusLangit
YouTube : Menembus Langit
FB / IG : @Menembuslangitid

Sekian

Salam,
Chandra


0 comments :

Post a Comment