Bahasa Inggris


Dalam podcastnya bersama Yusril Fahriza, Raditya Dika dengan yakin bilang bahwa pintu menuju banyak pengetahuan itu sesimpel Bahasa Inggris. Dengan punya kemampuan reading dan listening yang cukup kita jadi punya akses ke kolam pengetahuan yang luar biasa besar. And I'm not talking about 'nerdy' knowledge, dunia yang bisa dieksplor jauh lebih luas dari itu: hobi, olahraga, seni, teknologi, bisnis, ekonomi, spiritual, dll.

Saya dulu menghindari konten berbahasa Inggris karena melelahkan. Saya malas membaca tulisan berbahasa asing karena mungkin hanya 50-60 persen kalimat yang saya pahami maksudnya. Beberapa kata nggak tahu artinya, konteks dalam kalimat dan paragrafnya jadi nggak nyambung, sehingga keasyikan dan informasinya jadi nggak dapat. Begitu juga dengan konten audio visual, too much to grasp karena skill listening standar banget.

Saat SD saya baru dapat pelajaran bahasa Inggris di kelas 4, itupun baru mulai dari sangat dasar: I am, you are, she is. SMP memang lebih terekspos dan beberapa buku pegangannya bilingual (halaman ganjil indonesia, halaman genap english) tapi tetep english-nya tidak segitunya terasah. Ada awareness yang didapat bahwa bahasa Inggris adalah jendela dunia tapi that's it. Saat kuliah juga masih masuk level english paling basic: reading. 

Tapi ternyata buat saya kuncinya justru di hobi, sesuatu yang dilakukan secara effortless akan lebih lama bertahan dan impactnya lebih besar. Saya tidak punya cukup bahan diskusi menarik soal bola dan formula 1 yang jadi minat saya jadi perlu outsource dari content creator berbahasa Inggris. Dari situ saya mulai sering nonton konten dari youtuber luar seperti tifo football, wtf1, the race, dan the athletic. Bosan dengan autonetmagz dan otodriver untuk bahasan otomotif, saya nemu carwow dan donut media. Sementara untuk gadget, ketika nonton gadgetin dan sobathape belum membuat saya puas saya ketemu mkbhd dan mrwhosetheboss. Waktu-waktu berikutnya saya senang dengan video-video storytelling macam the infographic show, half as interesring, coldfusion, company man, dll.

Dari sana saya jadi tahu soal crashgate-nya Renault, jatuhnya Enron, behind the scene Jurgen Klopp join Liverpool, ponzi scheme-nya Bernie Madoff, Elizabeth Holmes dan Theranos, jatuhnya Nokia dan Kodak, dan lain sebagainya. Tanpa mengurangi rasa hormat pada content creator dalam negeri, konten-konten seperti di atas tidak banyak dibuat di Indonesia. 

Setelah itu semakin banyak youtuber luar yang saya ikuti. Awalnya tentu dengan CC sebagai subtitle, tapi lama-lama ternyata tanpa baca teks dan lihat layar sudah bisa nangkap maksudnya. Enak banget ketika sudah di tahap ini, nonton jadi bisa disambi. Makin kesini saya mulai mendengar podcast, ini agak lebih sulit karena minim visual aid dan efisiensi listening saya masih belum seperti native. Kata Raditya Dika lagi, dibilang listening bagus itu kalau sudah bisa nangkap maksud orang ngomong di video yang diputar dalam speed 1.5, nah ini saya belum bisa.

Dua tahun lalu saya baru mulai secara rutin bisa membaca buku berbahasa Inggris. Bisa dibilang ini telat karena baru terjadi di umur hampir 30, betapa banyak waktu sudah terlewat. Buku mestinya bisa ngasih ilmu yang lebih luas lagi, tapi saya belum sampai ke sana karena buku yang saya baca masih sangat terbatas dan topik tertentu saja. Itupun tidak semua buku yang saya buka bisa saya rampungkan (yah bahkan buku bahasa Indonesia pun tidak semuanya selesai).

Soal baca, sekarang justru saya baca reddit hampir tiap hari karena di sini bisa diakses tanpa VPN. Sejauh ini saya lebih banyak 'tanya' ke reddit daripada chatGPT karena ingin dapat jawaban dari real people yang pernah punya pengalaman atau berada di posisi yang sama. Bahkan saat tidak ada pertanyaan pun saya sering meluncur ke sana untuk sekedar baca-baca. Kombinasi antara there's no stupid question, komunitas worldwide, dan topik yang organik membuat reddit ini sangat menyenangkan dibaca.


Mengonsumsi konten berbahasa Inggris sudah semakin natural, tapi setelah semua itu pun kemampuan english saya masih di bawah rata-rata kolega di sini. Saya juga tidak terlalu pede ngetwit atau menulis panjang di media sosial dengan bahasa Inggris. Singkatnya saya belum bisa dibilang fluent. Teori grammar mungkin tahu, tapi kata-kata masih keluar dengan terbata-bata ketika harus bicara atau menulis panjang. 


Chandra

0 comments :

Post a Comment