Belajar Liburan
Merencanakan liburan adalah hal yang lumayan asing buat saya. Faktor besar di kota destinasi wisata dan tinggal serumah dengan simbah* menjadikan saya orang yang tidak terbiasa pergi berlibur. Sejak merantau momen liburan saya mostly diisi dengan pulang ke rumah, mudik, ketemu keluarga. Saya tidak terbiasa staycation, trip ke Bali, atau naik gunung, jarang sekali saya pergi lebih lama dari 2 hari di akhir pekan. Dolan buat saya sifatnya pendek-pendek: pergi ke sebuah pantai, main ke kota sebelah, makan ke suatu warung.
Lalu sekarang saya berada di lingkungan orang-orang yang rutin liburan. Orang Eropa terbiasa pergi vakansi sampai 2-4 minggu dan bisa dilakukan beberapa kali dalam setahun. Semuanya terencana dengan detail mau kemana-kemananya padahal tempat yang disebut itu bisa jadi ada di belahan dunia yang berbeda. Mereka bisa trip sampai ujung barat di Portugal, membelah Eropa dari Belanda di utara sampai Italia di selatan, dan menembus Jerman untuk sampai Polandia dan negara Eropa timur lainnya. Iklim yang tidak terlalu menyenangkan di musim tertentu dan arrangement cuti yang sangat support vakansi menjadikan orang kulit putih ini pelancong yang handal menurut saya.
Orang-orang Asia/Afrika seperti kami ini belum tentu dapat kesempatan yang sama karena kami masih harus menyisihkan sebagian (besar) cuti untuk pulang ke negara asal. Tapi tentu eman kalau kesempatan berada di sini ini disia-siakan dengan tidak kemana-mana. Apalagi integrasi antar negara Schengen ini sangat mulus, pindah negara seperti pindah dari satu provinsi ke provinsi lain saja. Maka di summer kali ini kami coba belajar untuk liburan, setelah sebelumnya ke Jerman, weekend kemarin alhamdulillah kami berkesempatan berkunjung ke Brussels dan Ghent di Belgia.
Selain dekat, alasan kami ke Belgia adalah karena saya penggemar berat novel Edensor karya Andrea Hirata dan salah satu tempat transit Ikal dan Arai sebelum ke Perancis adalah Belgia. Kami memang belum sampai ke Brugges seperti mereka tapi setidaknya saya sengaja pilih jalan yang mirip dengan mereka yaitu masuk Belgia lewat Breda. Absurd dan nggak penting-penting amat sebenarnya, tapi it was fun.
Brussels adalah kota yang menarik karena dia memadukan dua hal yang bertolak belakang di dalam satu kota. Satu sisi Brussels, sama dengan banyak kota-kota di Eropa, menawarkan sejarah, bangunan kuno, dan third space yang melimpah. Tapi di sisi lain Brussels ada pusat bisnis dan kantor Uni Eropa yang modern, canggih, dan sangat abad 21. Bayangkan Jogja dengan kraton, tamansari, malioboro, dan tugu-nya bertetangga dengan SCBD-nya Jakarta, itulah Brussels. Beberapa destinasi di Brussels diantaranya Brussels Town Hall, Royal Palace, Mannekin Pis, dan Royal Gallery.
Brussels:
Brussels ini kota besar tapi entah kenapa murah. Parking garage di kota hanya €3 untuk seharian ketika weekend. Kami makan di restoran Jepang (halal) juga dapat harga yang terjangkau. Malamnya kami menginap di daerah Nosegem, sedikit di luar Brussels, rate-nya juga di bawah kota-kota lain. Kurangnya bagi sebagian orang sepertinya Brussels ini terlalu ramai (yang artinya juga beberapa sudut kurang teratur dan kotor), sebelas dua belas lah dengan Amsterdam. Kami juga sempat mau mampir Brussels Grand Mosque untuk salat, sayangnya ketika sampai di sana masjid dalam keadaan tertutup rapat. Memang saat itu bukan di jam salat sih, tapi untuk sebuah grand mosque dalam bayangan saya mestinya buka paling tidak nonstop dari Dzuhur sampai Isya.
Minggu paginya kami meluncur ke Ghent yang jaraknya tidak begitu jauh dari Brussels. Beda dengan Brussels yang punya dua sisi kekunoan dan kekinian tadi, Ghent ini all in lawasan. Pusat kotanya diisi banyak bangunan lama, banyak, beneran banyak banget. Beberapa kota Eropa punya bangunan bersejarah di centrumnya (pusat kota), tapi sedikit di luar dari area itu sudah daerah pemukiman biasa. Sedangkan Ghent ini sampai lelah jalan muter-muter masih ketemu bangunan-bangunan lawas dan masif lengkap dengan ukiran dan patung-patungnya. Ghent juga terasa lebih tenang, relaks, dan slow living dibanding Brussels.
Ghent:
Alhamdulillah perjalanan kali ini terasa lebih lancar dan effortless dibandingkan saat ke Jerman kemarin. Belajar dari pengalaman, kami mendapat penginapan yang jauh lebih nyaman dengan harga yang tidak beda jauh (shoutout untuk Hotel Taormina Zaventem). Itinerary perjalanan kali ini bisa dilalui dengan lebih baik dan tanpa grusa-grusu. Kami sudah lebih paham bagaimana memanage kebutuhan untuk makan, istirahat, dan ke toilet. Urusan barang bawaan, transportasi, dan akomodasi juga sudah cukup efisien dan tidak ada surprise yang tidak menyenangkan. Overall alhamdulillah.
Thanks,
Chandra
*saat lebaran/liburan jadi jujugan saudara datang jadi malah nggak kemana-mana seringnya
0 comments :
Post a Comment