Tapi selain beliau ada sosok yang mungkin lebih sering di belakang layar tapi perannya sangat besar sebagai ketua takmir sekaligus sesepuh Masjid Jogokariyan yaitu Ustadz Muhammad Jazir ASP. Beliau juga seorang tokoh dan pendakwah, orang yang pernah tinggal di Jogja kemungkinan pernah menyimak ceramahnya atau minimal mendengar namanya. Ustadz Salim sendiri berulang kali bilang bahwa jasa Ustadz Jazir sangat besar dalam pengembangan Masjid Jogokariyan maupun perjalanan dakwah Islam di Indonesia pada umumnya.
Ustadz Jazir kapundut beberapa hari yang lalu, innalillahi wainnailaihi rajiun. Jogokariyan berduka, tapi duka juga dirasakan sampai tempat yang sangat jauh dari Jogja. Masjid-masjid di seluruh Indonesia mengucapkan bela sungkawa sekaligus penghargaan tinggi atas jasa-jasa Ustadz Jazir dalam peningkatan kualitas manajemen masjid. Bahkan akun resmi SGB di Utrecht Belanda pun menyampaikan ucapan turut berduka cita. Warga Jogokariyan, warga Jogja pada umumnya, orang yang pernah tinggal di Jogja, orang biasa, politisi, public figure, anak muda, orang tua, semuanya berduka.
Nama Ustadz Jazir sudah bersinonim dengan masjid. Beliau menulis sebuah buku berjudul Manifesto Masjid Nabi yang menceritakan perjalanan masjid Jogokariyan. Masjid yang dulunya sebuah langgar kecil kini menjadi masjid percontohan karena aktivitas dakwahnya. Misinya untuk 'mensolatkan orang hidup' mampu mengubah lingkungan yang tadinya abangan menjadi salah satu neighborhood paling hijau di Jogja.
Saya pikir semua yang pernah bersentuhan dengan Masjid Jogokariyan sepakat bahwa masjid ini memang dikelola dengan sangat baik. Masjid ini tidak begitu mewah secara bangunan, tapi jamaah dan aktivitas yang terus ada di dalamnya menjadikannya 'terang'. Datang ke Jogokariyan bahkan untuk sekedar mampir salat 15 menit saja sudah cukup membuat batin serasa direfresh. Orang yang niatnya hanya singgah sebentar bisa jadi betah kalau sudah duduk di dalamnya. Datang kesana bisa membuat hati yang keras jadi lembut, kepala yang panas jadi dingin, dan badan yang lelah jadi lebih segar.
Ribuan orang datang ke Masjid Jogokariyan tiap harinya pada hari biasa dan akan lebih banyak lagi saat Ramadhan. Jamaah yang terus membesar menjadikan masjid ini juga terus tumbuh. Secara teknis fasilitasnya sangat lebih dari cukup mengingat ketersediaan lahan yang terbatas. Parkiran motor, mobil, bahkan bis ada dan luas. Toilet dan tempat wudhu ada puluhan. Tempat salat luas dan nyaman. Ada serambi yang bisa digunakan untuk berdiam lama. Kotak infaq banyak menyediakan berbagai opsi sedekah. Di sekitarnya ada fasilitas penunjang seperti minimarket, warung makan, apotek, ATM, angkringan, toko baju, sampai hotel. Lalu yang mungkin paling penting adalah masjid ini buka 24/7 selama 365 hari dalam setahun alias tidak pernah tutup. Masjid Jogokariyan itu mungkin satu-satunya tempat yang saya seumur hidup belum pernah dengar ada yang kasih 'review negatif'.
Itu belum bicara tentang program dakwah dan hal non-fisik yang ada di Masjid Jogokariyan. Masjid ini terkenal sebagai masjid dengan saldo nol rupiah, yang artinya dana yang dimiliki masjid diputar lagi untuk mendatangkan manfaat bagi jamaah. Akuntabilitas yang terjaga membuat masjid ini dipercaya jamaah untuk menitipkan zakat, infaq, dan sadaqah-nya sehingga dana yang dikelola Masjid Jogokariyan sudah sampai milyaran rupiah. Masjid Jogokariyan adalah seperti lembaga amil zakat yang jamaah bisa lihat langsung 'dapurnya' sehingga kepercayaan itu tumbuh.
Masjid punya program dakwah untuk membantu orang yang belum salat menjadi salat dan yang salat di rumah menjadi salat ke masjid. Dalam fungsi utama yaitu fungsi ibadah masjid memberikan layanan ternyaman kepada siapapun yang jadi jamaah. Di samping itu secara sosial budaya dan ekonomi masjid memberikan kontribusi yang sangat besar bagi lingkungan sekitarnya. Ada banyak usaha di lingkungan masjid yang berkembang karena ada Masjid Jogokariyan di situ. Kampung Ramadhan Jogokariyan yang diadakan tiap tahun adalah festival yang bisa menarik wisatawan untuk datang ke Jogja.
Saya tidak mengklaim bahwa saya seakrab itu dengan Masjid Jogokariyan dan tokoh-tokoh di dalamnya. Saya tidak tinggal sedekat itu dengan Jogokariyan (I'd love to), saya juga sudah belasan tahun tidak efektif menetap di Jogja. Saya cuma pejalan yang kadang mampir dan merasakan hangatnya Masjid Jogokariyan. Jika saya ingin ke pusat kota Jogja dari tempat saya tinggal, terlewatilah daerah Jogokariyan ini. Jadi hal biasa untuk mampir ke masjid ini selagi ada kesempatan. Melihat bagaimana Masjid Jogokariyan melayani jamaah wajar kalau masjid ini jadi role model manajemen masjid, dan kita tahu Ustadz Jazir sebagai nahkodanya.
Salam,
Chandra
0 comments:
Post a Comment