Bahwa Sex dan Finansial itu Serupa


Saya sudah beberapa purnama nggak ngepost dan tahu-tahu nulis judul yang seolah ada unsur 18+ nya heuheu...

Beberapa waktu yang lalu Jakarta diramaikan oleh banyak demo soal UU KPK, UU P-KS, RKUHP, dan lain sebagainya. Salah satu yang dikritisi oleh aktivis dan masyarakat adalah bahwa jika kemarin DPR yang ramashok itu tidak dihentikan maka di masa yang akan datang orang yang memberikan sex education bisa dipidana.

Saya mau menulis pandangan soal sex education dan gap yang ada di Indonesia saat ini yang membuat urusannya menjadi rumit.

Sebagai negara mayoritas muslim, seks (dalam hal ini hubungan suami istri) adalah hal yang tidak mendapat tempat strategis di dalam masyarakat, wajar. Perintah menjauhi zina menjadikan kata 'seks' punya kesan kotor, dosa, memalukan, dan tidak untuk dibahas di publik. Orang sering menyederhanakannya dengan menyebutnya 'tabu'. Lagi-lagi dipersingkat karena orang tidak ingin bicara panjang soal seks.

Hukum hubungan suami istri atau seks ini menarik. Berbeda dengan makan daging anjing atau babi misalnya yang sampai kapanpun akan bernilai haram (kecuali darurat, tidak berlebihan). Hubungan suami istri bisa berubah dari yang tadinya haram dan berdosa menjadi berganjaran pahala setelah diucapkannya ijab qobul. (nb. hubungan dengan pasangan sah tentu saja)

Tidak banyak lho perilaku yang bisa berubah hukumnya dari haram jadi berpahala. Kembali ke daging anjing tadi pun hanya berubah dari haram menjadi boleh, itupun syarat dan ketentuan berlaku. But, sex do.

Sangat benar bahwa sejak kecil anak-anak harus sudah diajarkan untuk tidak mendekati zina. Saya pun dulu diajarkan begitu dan alhamdulillah tertanam sampai sekarang. Tapi pengajaran yang tidak menyeluruh bisa meninggalkan residu yang tidak diinginkan. Alih-alih menghindari, banyak orang justru anti. Pada ekstremum yang lain, yang tidak menghindari malah menganggapnya remeh, justru menyepelekan hukum yang ada.

Dulu larangan soal zina disampaikan beriringan dengan larangan meminum minuman beralkohol. Tanpa dijelaskan secara jelas bahwa alkohol akan selalu haram sedangkan seks bisa jadi halal setelah begini begini begini. Bukan salah yang mengajarkan, tapi anak kecil memang belum mampu menerima konsep bahwa sesuatu bisa berubah terhadap waktu.

Hasilnya seperti yang saya katakan sebelumnya. Karena semua kata punya rasa, seks dekat dengan nuansa kotor dan dosa. Ini diperparah dengan cerita-cerita negatif di masyarakat soal kecelakaan yang membuat orang semakin menghindar dari diskusi dan ilmu soal seks. Sama menghindarnya dengan orang pada club yang menjual disko dan alkohol.

Akhirnya tanpa sadar tertanam di alam bawah sadar bahwa sex is bad. Nantinya kebutuhan biologis tidak bisa dihindari sehingga hubungan suami istri akan tetap terjadi setelah syarat-syaratnya terpenuhi. Tapi di ruang publik tetap banyak yang alergi untuk bicara soal ini. Padahal kurang terdidik bisa berakibat fatal.

Berdiskusi dengan orang yang lebih senior plus baca-baca di beberapa forum, menurut orang yang sudah menikah, seks adalah suatu hal yang penting. Stabilitas hubungan itu bahkan bisa dibilang sama pentingnya dengan stabilitas finansial. Dan di sisi lain, finansial juga susah dijelaskan -_-

Poin yang mau saya sampaikan ada dua:
1. Ayok kita bedakan antara menghindari dan membenci, seks jangan dibenci karena itu akan menjadi kebutuhan dan halal.
2. Perasaan tabu iya wajar, tapi ayok kesampingkan sejenak jika memang ada informasi yang penting untuk disampaikan.

Salam,
Chandra

In Harmonia Progressio


Film terbarunya Pidi Baiq berjudul Koboy Kampus mungkin bukan film yang sangat-sangat bagus. Tapi bagi saya yang alhamdulillah pernah belajar di ITB ini jadi film yang sangat berkesan. Saya jadi heran kapan sih mereka ini ambil gambar. Andai tahu ada syuting Koboy Kampus saya mau nyamper siapa tahu ketemu Pidi Baiq atau Jason Ranti atau Danilla.

Banyak film meminjam kampus sebagai tempat syuting namun kampus itu either tidak direveal namanya atau dinamai kampus fiktif, seperti di film 3 Idiots yang kampusnya dinamai ICE. ITB sendiri pernah jadi tempat syuting film Jomblo yang dibintangi Ringgo, Cristian Sugiono, dkk, tapi nama kampusnya jadi Universitas Negeri Bandung (UNB). Jadi cuma bisa lihat gedung-gedungnya, tapi tulisan ITB tidak ditampakkan.

Koboy Kampus memang tidak bisa dipisahkan dari ITB, khususnya Seni Rupa FSRD. Film ini menceritakan ide nyleneh Pidi (diperankan Jason Ranti) dalam memprotes pemerintahan Suharto. Daripada turun ke jalan, dia memilih mendirikan negara baru bernama Negara Kesatuan Republik The Panas Dalam.

Kalau baca buku-buku Pidi Baiq, gagasan ini sudah pernah dituliskan. Bagusnya, film yang dibuat sama lucunya dengan buku yang ditulis. Good Job! Jeje emang cocok memerankan Pidi. Tokoh utama sekaligus paling nyatu dan paling lucu menurut saya. Dengan ini sepertinya karir Jeje akan makin terbuka terutama dalam bidang layar lebar.

Pengembangan ceritanya tidak bombastis-bombastis amat, tapi rangkaian humornya hampir selalu pecah. Setidaknya bagi saya yang mulai bisa menangkap guyonan khas Bandung/Sunda plus sangat bisa relate dengan sesuatu yang berbau ITB. Beberapa punchline yang gerrr

Pidi, kamu kenapa nggak pulang?
Iya euy ada urusan
Urusan apa?
Pidi lagi bikin negara
Kenapa bikin negara
Habis bikin anak kan belum boleh

KTP gimana KTP?
impor dulu ya, gampang KTP mah

Kenapa ini teh lemes?
Utusan ITB ditolak Unpad

Terhibur sekali nonton film ini. Saya mau bikin review di twitter gak enak sama orang-orang. Lagi naik soal alumni ITB yang dibilang super arogan. Nanti dikira saya mau ikut-ikutan.

Last but not least, suka sekali sama lagi Djatinangor versi Jason Ranti. Lebih lembut dan kena daripada versi aslinya. Lagu ini adalah protes Pidi Baiq atas ketegaan anak Unpad menolak cinta teman kuliah Pidi yang mana adalah anak FSRD ITB. Silakan didengarkan sendiri.

Ini asmaraItu asramaIn harmonia progreassio


Networking


Saya punya abang sepupu, dia ini yang dulu membawa saya masuk bekerja di PT TES segera setelah lulus kuliah. Kami sempat bersama sama mengerjakan sebuah proyek simulator tank di Pusat Pendidikan Kavaleri (Pusdikkav) di Padalarang Bandung. Pagi ini tadi dia menelepon,

Puncak: Ndra, punya kenalan anak mikrobiologi ITB cewek?

Chandra: Yo ada beberapa sih, piye?

P: Yang bapaknya tentara di Pusdikkav ada?

C: Oalah, ada, lha itu anaknya Pak Malik, Ibang atau siapa pernah cerita Pak Malik itu jaman dulu orang yang jadi PIC di proyek simulator kita, pas aku belom masuk tapi. Pas akhir-akhir kemaren diganti Pak Rohmani itu.

P: Woo gitu, jadi pernah liat aku yo sebagai orang TES?

C: Mestine pernah. Anak Pak Malik namanya Ulya Alviredita Malik. Piye emang?

P: Jadi tadi aku dari Pusdikkav terus ngobrol sama Pak Malik ini ditanya punya kenalan yang paham drone gak. Katanya temen anaknya ini orang drone, kalo ada kenalan yang bisa di-link boleh nih lagi ada proyek-proyek butuh tenaga.

C: Lha yo itu pacarnya Ulya itu temen kosku dan sejurusan juga. Emang dia punya start-up mapping dan monitoring pakai drone. Kenal itu mah, bahkan di awal dulu aku yang ngedesain website mereka tahun 2017. Kemaren temenku ini juga rada-rada ngode ngajakin proyek, tapi karena di luar jawa jadi gak bisa. Aku masih ada kerjaan di Bandung

P: Ooh cocok berarti sing dibilang Pak Malik.

C: Iyo gitu bener, temenku akrab itu. Nek Ulya aku gak terlalu kenal cuma beberapa kali ketemu, tapi si Randhy nya ini sih akrab. Jadi misal ada kontak-kontak yo aman, aku kenal. Lanjut.

P: Okesip besok nek ada update dan butuh bantuan tak calling yo.

C: Siyaap

Sebuah usaha masuk ke dalam lingkaran pekerjaan, sebagai orang yang digunakan, untuk mencari jam kerja dan tentu tabungan. Ada dua cara datangnya rejeki. Pertama nemu. Kedua dari orang lain. Kalau tidak pandai nemu, berkenalanlah dengan banyak orang. Networking.

Pernah dengar alasan kenapa anak dari kelas menengah justru banyak yang tidak sesukses anak dari kelas atas atau kelas bawah sekalian?

Karena anak kelas menengah kurang bisa melihat peluang. Anak kelas atas memiliki peluang terhampar di depan matanya, dengan segala priviledge mereka tinggal menjalani saja. Anak kelas bawah dengan keterbatasannya memiliki kemampuan yang terasah untuk melihat sekecil-kecilnya peluang.

Anak kelas menengah kurang tinggi untuk mendapat ke

mudahan melihat peluang dan terlalu tinggi untuk belajar melihat peluang. Setahun terakhir saya tidak terikat dengan perusahaan apapun, justru disini saya melihat jelas bagaimana orang-orang mengubah peluang menjadi uang. Alhamdulillah

Terima Kasih


Lebaran adalah momen dimana kita bertemu banyak keluarga, saudara, dan teman. Apalagi kalau buka bersama juga dihitung, jadi lebih banyak lagi. Banyak orang yang hanya bisa kita temui setahun sekali, yaitu saat lebaran. Bahkan ada yang belum tentu setiap lebaran bisa pulang. Ada juga yang baru pertama kali bertemu. Intinya banyak hal bisa terjadi.

Karenanya, momen lebaran seperti jadi checkpoint tidak tertulis yang dipakai orang untuk mengukur seberapa jauh dia tumbuh dalam satu tahun terakhir. Ini lebih banyak terjadi pada anak-anak muda dibanding orang tua. Sama seperti jasmani yang berhenti tumbuh tinggi pada usia tertentu, rohani juga. Tidak tumbuh lebih tinggi, mendewasa iya.

Tanya orang berusia 35 tahun ke atas, kebanyakan sudah tidak kemrungsung ingin ini itu. Tidak seperti anak 25 tahunan yang ingin kerja di kantor itu lah, ingin kuliah di luar negeri, ingin menerbitkan buku, ingin jadi influencer, dan ingin ingin yang lain tapi yang dilakukannya sehari-hari tidak mendekatkan dirinya kesana.

Tapi tidak masalah, justru karena hormonnya masih menghendaki untuk tumbuh, waktu harus dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk memperbesar peluang tercapainya cita-cita. Orang bilang kalau mau jalan-jalan, kuliah di luar negeri, berpetualang dll lakukan ketika muda karena ketika sudah berkeluarga dan punya anak akan susah. Menurut saya ini bukan cuma karena sudah punya anak, tapi lebih karena hormonnya sudah tidak bergejolak, hidup stabil dan aman dirasa lebih baik, toh hidup itu wang sinawang.

Flashback ke lebaran Idul Fitri satu bulan yang lalu. Saya bertemu satu dua orang yang menurut saya tumbuh lebih cepat daripada rata-rata orang di sekitarnya. Alhamdulillah saya belum terlalu tua untuk terpacu ketika mendengar cerita dari mereka.

Tantangan menulis 30 tulisan dalam 30 hari ini adalah bagian dari usaha saya untuk tumbuh lebih cepat. Ada dua cara menjadi orang yang lebih bermanfaat. Pertama memperbanyak aktivitas positif. Kedua mengurangi aktivitas negatif dan sia-sia.

Kita punya 24 jam dalam sehari, artinya waktu kita terbatas. Akibatnya muncul formula zero sum game. Artinya pengurangan dalam satu sisi akan otomatis menjadi penambahan di sisi yang lain. Jadi kalau bingung aktivitas positif apa yang sebaiknya dilakukan, cobalah mulai dengan mengurangi kesia-siaan dulu.

Membaca, menulis, dan menggambar sketsa adalah contoh kegiatan sederhana yang bisa dilakukan nyaris kapan saja dan dimana saja, tidak perlu banyak persiapan, dan bisa segera dimulai. Oleh karenanya kebiasaan-kebiasaan macam ini sangat efektif untuk membunuh waktu yang berpotensi terbuang sia-sia. Bawalah buku kemanapun pergi, dan kamu tidak akan pernah membuang waktu.

Saya orang yang senang didengarkan namun kurang pandai bercerita. Saya senang jika ada orang yang menaruh perhatian ketika saya bicara. Namun tidak dalam setiap kesempatan ada telinga yang siap mendengarkan. Lagipula, terlalu banyak bicara tidak bijaksana.

Untuk itulah saya membiasakan diri menulis. Beginilah caranya berbicara tanpa harus menyita waktu dan kesediaan orang untuk mendengarkan. Saya punya potensi sombong, sok bijak, pamer, dan arogan ketika menulis. Oleh karenanya saya menulis di ruang privat, bukan di timeline orang-orang yang belum tentu ingin mendengar atau membaca.

Saya menetapkan target jumlah tulisan untuk memaksa saya meluangkan barang satu sampai satu setengah jam di depan laptop dengan fokus. Untuk sementara saya menjauh dari gadget, mematikan streaming youtube, dan menutup pintu. Ada dua tujuan utama yang saya harapkan bisa didapat setelah sebulan melakukan kebiasaan sederhana ini.

Ketika nanti sudah tidak mewajibkan diri untuk menulis, saya bisa menggunakan satu jam itu untuk hal-hal lain yang sama atau lebih bermakna. Mengulang-ulang kebiasaan selama sebulan memaksa saya untuk mengurangi jatah waktu sia-sia meski hanya satu jam. Saya membebaskan satu jam dari kegiatan kurang bermanfaat.

Kedua, akhir-akhir ini saya merasa begitu mudah terdistraksi. Focus span saya sepertinya memendek. Kalau ingin mencari kambing hitam, handphone mungkin yang paling benar untuk disalahkan. Lagi-lagi dengan mengulang berkali kali, semoga aktivitas detoks ini berhasil mengeluarkan racun-racun yang selama ini menghantui.

***

Ada takdir yang bisa diubah dan takdir yang bisa diubah. Itulah takdir. Namun menurut saya satu tingkat di bawah itu ada yang namanya keadaan. Jika kedudukan takdir dilihat dari bisa diubah atau tidak, keadaan dilihat dari seberapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengubahnya.

Keadaan panjang contohnya dimana kita sekarang bersekolah atau bekerja, dimana kita tinggal, siapa teman-teman kita, budaya lingkungan sekitar, dan hal lain yang meskipun ingin, tidak bisa dengan segera bisa kita ganti. Kita merasa tidak nyaman dengan rekan kerja, tidak bisa ujug-ujug besok senin pindah kerja di tempat lain. Ada tugas kuliah yang belum bisa kita selesaikan, kita tidak bisa lari begitu saja, men-skip hari yang sepertinya tidak akan friendly.

Ada kondisi-kondisi dimana kita harus bertahan seperti apapun keadaannya. Untuk hal-hal seperti ini jangan terlalu bermimpi perubahan akan terjadi semudah membalikkan telapak tangan. Agak mustahil tiba-tiba besok pagi follower naik menjadi 10k dan sudah bisa membuat story dengan swipe up masuk ke blog ini. Agak kecil kemungkinannya tahu-tahu turun surat keputusan menerima beasiswa dan langsung kuliah senin depan. Keluar pekerjaan mungkin bisa, tapi untuk langsung dapat pekerjaan lain besoknya tidak segampang itu.

Tapi jangan putus asa dengan keadaan yang sekarang ini belum ideal. Hal-hal macam itu bisa diubah, hanya butuh waktu. Keep calm and carry on.

Kalau mau yang bisa kita ubah dengan segera adalah keadaan pendek. Kita sulit bangun pagi, maka besok kita punya otoritas untuk mengharuskan diri tidur lebih awal. Merasa kurang bugar, coba mulai lari pagi. Merasa kekurangan, sisihkan harta dan segera sedekahkan. Merasa diselamatkan dari bahaya, hubungi orang tua karena mungkin itu berkat doa mereka.

Kita punya mandat untuk mengendalikan sebagian hal. Bangun lebih pagi, makan lebih bernutrisi, lebih sopan pada orang, bekerja sepenuh hati, menghormati orang yang lebih tua, datang tepat waktu, melakukan lebih dari yang diminta, berhenti merokok, dan rutin olahraga adalah aktivitas-aktivitas yang menjadi pintu untuk keluar dari keadaan yang tidak mengenakkan. Itulah keadaan pendek yang bisa diganti esok hari.

Apa yang sering kita keluhkan selama ini jangan-jangan sebagian besarnya adalah hal-hal yang sebenarnya bisa kita perbaiki dengan segera. Hanya saja perubahan tidak pernah mudah, dan yang tidak mudah biasanya tidak cepat.

Ketika badan lebih sehat, tabungan lebih banyak, lebih dipercaya orang, dan lebih bersemangat menjalani hidup maka otomatis keadaan panjang yang tadinya susah diubah pelan-pelan akan membaik. Keputusan diintegralkan menjadi kebiasaan. Kebiasaan diintegralkan menjadi perilaku, Perilaku diintegralkan menjadi nasib.

Dari situlah saya terpacu ketika melihat orang-orang yang menjaga dirinya tetap bermanfaat hampir dalam setiap waktunya. Perubahan belum akan terlihat ketika satu dua hari atau minggu bertemu. Tapi dalam setahun, integrasi yang terjadi menghasilkan perubahan diri yang mengagumkan.

Bertemu orang-orang baru bagus, menambah koneksi dan peluang. Tapi bertemu orang-orang lama yang terus tumbuh juga sama bagusnya, apalagi yang kita mengikuti sejak mudanya dan melihat bagaimana dia menjaga dirinya. Kita bisa belajar baik dari orang baru maupun orang lama. Alhamdulillah lebaran kemarin saya bertemu dengan keduanya.

Kalau kata Aa Gym, mulailah dari hal kecil, mulailah dari diri sendiri, dan mulailah dari sekarang. Jika apa yang saya lakukan ini (menulis -red) belum bermanfaat bagi orang lain, setidaknya ini bermanfaat untuk diri saya sendiri dulu.

Seberapa besar efeknya saya belum tahu. Tapi jika nilai rata-rata sementara saya 6 lalu kemasukan satu nilai 7, otomatis nilai rata-ratanya meningkat. Saya tidak menyesali waktu yang saya gunakan untuk menulis. Karena jika tidak menulis, mungkin jadinya akan lebih sia-sia.

Saya berterima kasih pada orang-orang yang telah membantu memberikan informasi, request, dan motivasi. Beberapa mini interview perlu saya lakukan kemarin supaya tidak salah berbicara, seperti pada Tayap dan Zonasi. Ada obrolan-obrolan yang membuat saya terpikir untuk menulis tentang sesuatu, CV misalnya.

Mohon maaf karena sebagian yang lainnya hanyalah pelampiasan atas ketidaksetujuan saya akan sesuatu, pembahasan suatu obyek yang saya suka tapi mungkin orang lain tidak, opini-opini yang belum tentu Anda sependapat, dan beberapa review yang kadang-kadang telat.

Kalau tidak salah hitung, postingan ini adalah tulisan ke 30 dalam 30 hari terakhir. Orang bilang kebiasaan bisa dibentuk dengan mengulanginya selama 21 hari berturut-turut. Cukup 21 hari saja. Namun saya berkaca pada apa yang dilakukan seorang creativepreneur sekaligus musisi nasional yang tahun 2015 lalu membuat tantangan serupa namun lebih sulit, yaitu membuat vlog  selama 30 hari non stop.

Lagi pula secara psikis 1 bulan itu terdengar lebih keren daripada 3 minggu hehe.

Setelah ini InsyaAllah saya akan tetap rutin menulis tapi tidak setiap hari. Saya sadar beberapa tulisan dalam sebulan terakhir ada yang kurang enak dibaca karena memang keluarnya juga dipaksakan. Maka ke depan saya akan menulis ketika memang ada inspirasi. Semoga hasilnya lebih baik dan bermanfaat.

Saya sering terinspirasi kalau membaca tulisan-tulisan orang di blog pribadi (tapi entah kenapa tidak begitu kalau ada yang nulis panjang di story ig, saya malah malas baca). Maka semoga yang saya sajikan di sini sedikit-sedikit bisa menularkan inspirasi.

Ada satu hal yang saya kangen dari kegiatan blog-blog-an, yaitu berbalas komentar. Tahun 2017 adalah tahun dimana paling banyak tulisan saya dikomentari oleh pembaca. Memang saat itu saya sedang serius-seriusnya menulis sebagai pelampiasan uneg-uneg ketika mengerjakan tugas akhir. Akhir 2016 dan awal 2018 juga ada beberapa, namun tetap tidak seasyik 2017.

Saya sangat butuh feedback dan masih sangat perlu belajar. Saya masih punya beberapa rencana ke depan. Namun seperti tantangan yang ini, saya baru berani bicara kalau sudah ada progresnya. Karena sering kali kalau besar omong di depan malah tidak jadi dilaksanakan.

Tulisan ini sudah sampai 1500 kata lebih, saya juga mulai ngelantur sepertinya. Terima kasih sudah berkunjung ke blog saya. Kalau punya blog kabar-kabar ya, kita saling mengunjungi. Ya kalau nggak bisa berkunjung ke blog berkunjung ke rumah aja. eeaa, ngelantur kan.

Selamat malam dunia

There's a time for everyone
If they only learn
That the twisting kaleidoscope
Moves us all in turn
There's a rhyme and reason
To the wild outdoors
When the heart of this star-crossed voyager
Beats in time with yours

@chandranrhmn

BMW

Sejak pindah ke Bandung 6 tahun yang lalu, saya mulai sering ketemu mobil BMW. Tapi saya mulai memperhatikan dan baca-baca soal BMW baru tahun 2016 kemarin. Waktu itu di kantor tempat saya magang (lalu akhirnya bekerja) ada yang bawa BMW E46 318i. Melihatnya membuat saya jatuh cinta pada pandangan pertama.

Tahun itu pula saya mulai subscribe dan follow akun-akun otomotif macam Autonetmagz, Oto Driver, Motomobi, Ridwan Hanif, Fitra Eri, Mas Wahid, Carwow, dll. Pengetahuan saya soal dunia otomotif alhamdulillah membaik. Saya juga jadi lebih peka kalau di jalan ketemu mobil-mobil tidak umum.

Salah satu mobil tidak umum yang saya suka memandangnya adalah BMW. Dan diantara BMW yang ada di jalanan Bandung, paling banyak adalah varian 3-series dari beberapa generasi terutama E30, E46, dan E90. Model 3-series memang jualan paling laris BMW, bukan hanya di Indonesia tapi di seluruh dunia.

Kalau tidak salah penjualan BMW 3-series sudah mencapai 15 juta lebih di seluruh dunia. Angka yang fantastis untuk sebuah merk premium dari Jerman yang notabene tidak murah. 3-series lahir tahun 1975 dan sampai sekarang terus lahir generasi terbarunya. Berikut 3-series dari generasi ke generasi.

Generasi 1: E21 (1975-1983)


Harga: mahal sekali karena sudah jadi barang koleksi



Generasi 2: E30 (1982-1994)


Harga bekas: 35 -55jt



Generasi 3: E36 (1990-2000)


Harga bekas: 40 - 65jt



Generasi 4: E46 (1997-2006)


Harga bekas: 65 - 100jt



Generasi 5: E90 (2004-2013)


Harga bekas: 140 - 200jt



Generasi 6: F30 (2011-sekarang)
\


Harga bekas: 320 - 480jt



Generasi 7: G20 (2018-sekarang)


Harga baru: sekitar 1 milyar


Generasi ketujuh, G20 baru diluncurkan di Indonesia pertengahan tahun ini, harganya mungkin sekitar 1 milyar sekelas dengan Mercedes C-class dan Audi A4. Tapi mobil begini harga bekasnya  turunnya cepet. Bayangkan, BMW F30 sudah lebih murah dari Innova, E90 seharga LCGC baru, dan E36 & E30 banyak dibawah 60 juta.

Tapi tetep yang paling appealing bagi saya masih E46 karena dia yang pertama saya perhatikan diantara keluarga BMW lainnya. Semoga suatu saat bisa melihara ya. aamiin.

Jadi E21, E30, E36, .. dan seterusnya itu menunjukkan generasi ke berapa mobil itu. Seperti kalau di keluarga kijang ada kijang buaya, grand, kapsul, innova, all new innova. Lalu tiga digit angka 318, 320, 325, 328, 330 dan seterusnya terdiri dari digit pertama "3" yang menunjukkan itu adalah mobil 3-series dan dua digit dibelakangnya menunjukkan tipe. Seperti di Toyota ada tipe E, G, S, V, dll.




Selain Civic, mobil impian saya yang lainnya adalah BMW E46. Mobilnya sudah bekas tentu saja karena sudah tidak keluar barunya. Kalau sedan sudah terlalu kecil ketika sudah berkeluarga, impian saya yang lainnya adalah Ford Ecosport. Aamiin...

Ford Ecosport
Boleh ya berdoa, dulu jaman SMA juga mau ini itu dan saya tuliskan di suatu buku yang entah ada dimana sekarang. Tapi dari yang saya ingat pernah tulis disitu, sebagiannya alhamdulillah sudah saya dapatkan. Doanya ya ehehe

Btw tahu nggak kepanjangan BMW apa?


.....Bismillahi Majreha Wamursaha

:)


Para Penyelamat


Kalau ada kesempatan ngobrol sama orang soal pekerjaan, saya ingin sekali ngobrol dengan orang-orang yang bekerja di lembaga yang menyelamatkan binatang terlantar dan melakukan pelepasliaran satwa. Sejak mengikuti akun twitter The Dodo saya jadi tertarik tahu lebih jauh tentang orang-orang ini. Tapi meski begitu saya tidak tertarik menggeluti profesi ini, berat rasanya bagi saya kerja begitu.

Hari ini saya juga nonton Simon si Snake Man di Nat Geo Wild. Saya adalah orang yang biasanya jijik dengan ular bahkan untuk sekedar lihat di layar. Tapi aksi Simon ini menarik dan ikut senang melihat kepuasan  terpancar dari wajahnya setelah mengevakuasi ular lalu melepaskannya di alam bebas, priceless.

Begitu pula mereka yang pekerjaannya mengevakuasi, menampung, mengobati, lalu melepasliarkan binatang buas yang sebelumnya jadi pemain sirkus. Raut wajahnya tampak sangat bahagia ketika misinya tercapai dan semua selamat. Melihat beruang, singa, dan harimau malu-malu menginjak tanah bebas dan berkubang dalam kenangan untuk pertama kalinya membuat semua yang melihat tersenyum.

Kalau ketemu saya ingin tanya apa yang mereka dapatkan dari pekerjaan itu. Saya menduga jawabannya adalah kepuasan batin yang luar biasa. Mereka bekerja di medan yang berat, sering keluar masuk hutan dan naik turun gunung. Punya resiko tinggi berhadapan dengan binatang buas yang sedang stres. Atau resiko ketemu ular dan sejenisnya ketika masuk hutan.

Dalam aktivitas tertentu bisa kerja 24 jam dan berminggu-minggu tidak pulang ke rumah. Di sisi lain pengakuan dan penghargaan yang mereka terima kadang tidak sebesar apa yang mereka korbankan. Namun seiring berjalannya waktu kesadaran untuk mengosongkan kandang-kandang sirkus semakin tinggi. Di negara maju bahkan binatang sirkus sudah digantikan dengan hologram.

Tidak usah berlama-lama ya, saya menulis ini untuk ngajak nonton video-video heartwarming perjuangan para penyelamat demi kesejahteraan satwa ini


















Masih banyak lagi di YouTube dan Twitter, itu beberapa saja yang sudah saya tonton dan menurut saya bagus. Respect untuk organisasi-organisasi yang rajin keliling dunia menyelamatkan binatang-binatang yang mendapat perlakuan tidak semestinya serta orang-orang yang berdonasi guna mendukung terlaksananya misi-misi ini,

Kalau binatang-binatang itu dapat bicara entah apa yang akan dikatakan pada para penyelamatnya


@chandranrhmn

Belajar dari Statistik Bola Part 2

disclaimer: tulisan ini tentang keluarga saya dan mungkin mengandung unsur riya yang kurang enak dibaca, agak susah bagi saya untuk menulis ini tanpa menuliskan 'yang baik-baik', kalau ada kemungkinan membuat Anda tidak nyaman tidak usah dilanjutkan :)


Bagian bertama bisa dibaca di sini: Belajar dari Statistik Bola Part 1

Pada bagian pertama saya menulis tentang metode analisa kualitas permainan sepakbola jaman now menggunakan expected goals (xG) dan expected points (xP). Metode ini dipercaya lebih akurat dalam menggambarkan sebuah pertandingan sepakbola dibandingkan melihat hasil akhir pertandingannya saja.

Gagasan penggunaan expected goals sudah muncul sejak awal dekade 1990-an. Seperti yang telah saya tulis sebelumnya, xG dan xP membedah lebih dalam apa yang ada di belakang hasil sebuah pertandingan. Namun, sejatinya filosofi ini bisa digunakan secara lebih luas daripada hanya di lapangan bola. Organisasi, tim, perusahaan, keluarga, bahkan individu dapat diramalkan nasibnya dengan melihat apa yang terjadi di dalamnya.

Meskipun pergaulan saya belum luas-luas amat, tapi alhamdulillah persebarannya merata, tidak itu-itu saja. Saya punya kenalan warga kampung prasejahtera hingga keluarga menteri. Ada teman saya yang (maaf) hanya lulus SD dan ada yang kuliah doktoral di Amerika. Saya kenal keluarga harmonis, keluarga brokenhome, keluarga kaya, keluarga kekurangan, keluarga yang beribadah ke masjid, sampai keluarga yang menikmati alkohol.

Saya suka mengamati dan menyimpulkan namun saya simpan untuk diri sendiri karena menyangkut keluarga atau pribadi orang lain. Kadang-kadang berlebihan sih sampai terbersit "wah calon orang berpengaruh nih" atau malah "wah kayanya susah diajak maju ni orang". Astaghfirullah, tapi itu tidak pernah saya keluarkan kok, cuma sampai di alam pikiran.

Dari pengamatan itu saya melihat bahwa privilege bukan segalanya. Ada beberapa kenalan dari keluarga underprivilege yang dewasanya punya banyak prestasi. Saya percaya banyak faktor lain yang memengaruhi seseorang hidupnya baik atau tidak.

Selain itu, kondisi keluarga terkini juga tidak berkorelasi langsung dengan berhasil tidaknya anggota keluarga itu di luar rumah. Dalam keluarga, kuantitas dan kualitas interaksi orang tua-anak, penurunan ilmu agama, kebersihan dan kesehatan rumah, hubungan dengan tetangga, kedermawanan, kemauan belajar satu sama lain, dan lain lain memegang peranan penting.

Alhamdulillah, saya sangat bersyukur tinggal di keluarga yang lebih mementingkan kualitas-kualitas internal itu daripada apa yang terlihat di luar. Keluarga kami kurang terbiasa dengan selebrasi-selebrasi. Kalau mendapat suatu kebahagiaan jarang ada perayaan, disyukuri secara sederhana saja.

Celebration does not make a good thing better, gratitude does.

Lalu salah satu hal paling mencolok yang saya pelajari dari kedua orang tua adalah kemurahannya dalam membantu sesama. Beberapa kali saya dapat cerita tentang ini. Bahkan kadang-kadang yang diberikan ke orang itu agak susah diterima akal saya.

Pernah suatu waktu ada tetangga mau pinjam uang untuk men-DP motor. Motor itu akan digunakan anaknya yang mau penelitian skripsi. Alih-alih dipinjami uang, sama bapak malah dipinjami motor sampai penelitiannya selesai. Pernah ada tetangga yang terjerat hutang pada rentenir dalam jumlah yang tidak sedikit, dibantu oleh bapak urusannya.

Beberapa tahun yang lalu ada saudara yang ditawari daftar polisi namun harus membayar sejumlah uang. Orang tua saya ikut nomboki walaupun akhirnya tidak jadi ketrima polisi, uangnya dibawa lari yang menawari itu. Itu hanya beberapa yang saya dengar ceritanya, mungkin ada lagi yang saya tidak tahu karena sudah 6 tahun ini pindah ke Bandung.

Juga beberapa kali bapak ibuk berinisiatif mengundang tetangga pengajian dan makan-makan di rumah. Agak berbeda karena di desa biasanya makan-makan itu kalau ada momen tertentu saja (pernikahan, khitanan, kelahiran), lha ini tidak ada acara apa-apa, cari berkah aja katanya.

Makanan sengaja pesan catering supaya setiap tetangga suami istri bisa ikut acara, tidak perlu banyak tenaga rewang. Ini juga agak tidak biasa karena lazimnya acara seperti ini hanya untuk bapak-bapak, misal kenduri.

Di sisi lain, di dalam rumah dibiasakan untuk sederhana. Mobil keluarga yang sekarang dipakai adalah Avanza generasi paling tua tahun 2005. Bapak menolak untuk ganti karena masih aman dikendarai. Mesin cuci yang sudah jadi barang lazim baru kami punya tahun ini.

Permintaan adik untuk pasang AC ditolak, atau kalaupun mau pasang buangannya harus disembunyikan agar tidak dilihat tetangga. Bapak baru ganti handphone setelah hp-nya hilang atau tidak bisa lagi dipakai untuk kerja karena sudah terlalu tua (aplikasi dari kantor tidak kompatibel lagi)

Tapi kami juga diajari prioritas. Keperluan sekolah (termasuk kos, makan, kebutuhan di rantau) jangan kurang-kurang. Gizi harus cukup karena kesehatan itu mahal dan badan sehat itu investasi. Kami anak-anaknya juga diminta sesegera mungkin setelah punya tabungan segera ikut berkurban. Kami dibukakan rekening tabungan sejak SD.

Kebiasaan-kebiasaan itu selain berguna secara praktek juga membuat saya jadi lebih tenang. Saya merasa punya role model yang sangat dekat dan saya punya akses langsung kepadanya. Melihat bapak ibuk hidupnya damai, tenang, banyak teman, serba (merasa) cukup menjadikan saya ikut bahagia juga.

Pertama bahagia sebagai anak yang melihat orang tuanya bahagia. Kedua bahagia karena jika saya bisa mencohtoh beliau berdua semoga di masa tua sama damainya. aamiin


@chandranrhmn

sumber gambar