Tayap


Lebaran kemarin ada teman pulang kampung membawa oleh-oleh cerita yang luar biasa. Hidupnya berubah banyak ketika mendapat pekerjaan di sebuah tempat di Kalimantan Barat. Dia bercerita bagaimana ia 'tertipu' oleh jasa wrap koper di bandara, kekagumannya pada orang-orang yang kuat hidup bertahun-tahun di tempat yang jauh dari mana mana, hingga cerita tentang warga lokal termasuk hal-hal mistisnya.

Begini ceritanya,

Tayap atau Nanga Tayap adalah sebuah kecamatan di Kalimantan Barat dimana holding raksasa Sinarmas menanamkan modalnya dalam bentuk perkebunan sawit di sana. Ukurannya cukup besar sehingga perusahaan perlu mendirikan perkampungan di daerah itu. Saking besarnya, perkampungan harus dilengkapi segala fasilitas umum, bukan hanya pondokan tempat tinggal. Lapangan, tempat ibadah, sekolah, dan lain sebagainya didirikan sehingga pegawai sawit dapat hidup dan menghidupi keluarganya di sana.

Kawan saya ini bekerja sebagai guru di sekolah yang dimiliki perusahaan. Sekolah ini masih muda dan baru meluluskan tidak lebih dari 3 angkatan. Meski demikian sekolah ini punya ranking yang lumayan di wilayah Kalbar. Jumlah siswanya sekitar 150 orang untuk jenjang SMP. Semua siswa bersekolah di sini secara gratis tis.

Sekolah ini dikhususkan untuk anak pegawai perkebunan Sinarmas saja sehingga gratis karena merupakan fasilitas dari perusahaan. Yang bersekolah di sini bervariasi dari anak staf tinggi hingga anak buruh pekerbunan. Kondisinya memang tidak memungkinkan untuk bersekolah di sekolah lain karena jaraknya terlalu jauh dari pemukiman. Jadi kalau bicara superblok, ini benar-benar superblok yang segala-galanya ada di satu tempat.

Sebagai pegawai, tempat tinggal juga telah disediakan. Sayangnya profesi guru ini abu-abu apakah sebaiknya tinggal di perumahan staf atau di perumahan buruh. Saat ini kawan saya ini masih ditempatkan di perumahan buruh. Namun jika dikastakan, guru adalah profesi paling tinggi di blok yang dia tempati.

Sebagai guru pula dia mendapat fasilitas seperti bis sekolah untuk transportasi hingga beras untuk kebutuhan sehari-hari. Jadi kebutuhan dasar untuk hidup dipenuhi oleh perusahaan. Bahkan kata teman saya ini kalau masih jomblo akan diusahakan untuk dicarikan calon misalnya dengan menempatkan guru perempuan sebaya di sekolah yang sama. Kalau menemukan jodoh di Tayap diharapkan bisa betah dan lebih lama bekerja di sana.

Tinggal, bekerja, dan beraktivitas di tempat yang sama membuat interaksi antar warga lumayan intensif. Kebanyakan pegawai sawit bukan penduduk lokal tapi datang dari Jawa dan Sumatera. Banyak diantara mereka yang sudah berkeluarga dan tinggal di sana bersama keluarganya. Rasanya saya ingin merasakan tinggal di masyarakat yang agak terisolasi seperti ini. Ingin tahu bagaimana budaya bercampur di dalamnya. Untuk kegiatan sosial atau volunteering jangka pendek saja tapi, bukan bekerja hehe

Satu hal yang paling menjadi masalah di Tayap adalah akses. Bayangkan kita berasal dari Jawa dan ingin ke Tayap. Selain fakta bahwa tiket pesawat domestik sedang mahal, bandara terdekat dari Tayap yaitu Bandara Ketapang masih berjarak 4-5 jika ditempuh dengan mobil, yang artinya biaya lagi. Kalau ingin yang lebih murah dan pilihan penerbangannya lebih banyak bisa melalui Pontianak. Tapi setelah itu masih harus menumpang travel selama 12 jam dengan biaya lebih dari 300 ribu rupiah.

Jangan dibayangkan jalan lintas Kalimantan itu sebaik jalan di Jawa, beda jauh. Banyak bagian jalan masih berpermukaan tanah. Bisa dipastikan medan semakin susah ketika hujan karena berlumpur. Bahkan jalan milik perusahaan kadang lebih baik daripada jalan nasional. Perjalanan dari Tayap ke Jogja atau sebaliknya bisa memakan waktu total hampir 24 jam via udara dan lebih lama lagi jika lewat laut. Sungguh sebuah ujian kesabaran.

Akses ketika sudah di Tayap juga tidak bisa dibilang mudah. Beberapa kampung tidak bisa ditempuh dengan jalur darat saja tetapi harus menyeberang sungai. Namun untuk yang satu ini sepertinya teman saya ini tidak keberatan sama sekali. Jiwa petualangnya keluar ketika harus menempuh rakit menyeberang sungai.

Akhir-akhir ini sepertinya dia semakin bahagia setelah menemukan makanan favoritnya: mie ayam. Walaupun untuk mendapatkannya harus menempuh perjalanan lumayan jauh. Tapi asal nggak sendiri nggak masalah lah ya wkwk

Cukup sekian saja ceritanya, saya sampaikan beberapa kiriman gambar dari Tayap









1 comment :